Respon Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Temulawak (Curcuma Xanthorizha Roxb.) Dan Jagung (Zea Mays L.) Pada Berbagai Pola Tanam Tumpangsari
Main Author: | Rosida, Anisa |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2016
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/131217/ |
Daftar Isi:
- Temulawak ialah salah satu tanaman obat Indonesia yang dibutuhkan dalam jumlah besar dalam pembuatan obat tradisional, namun jumlah pasokan rendah. Hal ini dikarenakan, temulawak masih jarang dibudidayakan secara intensif. Tanaman temulawak yang dibudidayakan secara monokultur memiliki jarak tanam yang lebar yaitu 100 x 50 cm dan umur panen cukup panjang yaitu 9 – 12 bulan, sehingga banyak ruang kosong yang tidak termanfaatkan dan mengakibatkan petani enggan menanam temulawak secara monokultur. Oleh karena itu, untuk memanfaatkan ruang kosong dan menambah penghasilan petani, dapat dilakukan penanaman secara tumpangsari antara temulawak dengan tanaman pangan yang memiliki umur panen lebih pendek seperti jagung. Tanaman jagung dapat ditumpangsarikan dengan temulawak karena memiliki umur panen yang lebih pendek yaitu 3 - 4 bulan dan jarak tanam yang relatif sempit yaitu 50 x 25 cm. Selain itu, tanaman temulawak dan jagung memiliki fase pertumbuhan yang berbeda, sehingga dapat mengurangi terjadinya kompetisi sumberdaya terbatas seperti unsur hara, air dan cahaya matahari. Budidaya tanaman secara tumpangsari dapat meningkatkan produksi per satuan luas lahan, namun dalam sistem ini terjadi kompetisi di antara tanaman utama dan tanaman sela yang dapat mengakibatkan penurunan produktivitas salah satu tanaman tersebut. Oleh karena itu, dalam sistem tumpangsari perlu dicari model yang tepat, sehingga dapat mempertahankan produktivitas tanaman utama dan sela dalam meminimalisir efek kompetisi. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari pola tanam tumpangsari yang menguntungkan antara tanaman temulawak dengan tanaman pangan jagung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga September 2015 di kebun percobaan Fakultas Pertanian Brawijaya Desa Jatikerto Kecamatan Kromengan Kabupaten Malang (ketinggian 300 mdpl, suhu 13-31oC, curah hujan 1500-5000 mm.tahun-1 dengan jenis tanah Alfisol). Bahan yang digunakan berupa rimpang temulawak lokal UB2 dan benih jagung hibrida varietas Pertiwi-3 sebagai bahan tanam, pupuk urea (46% N), SP36 (36% P2O5) dan KCl (50% K20) sebagai sumber unsur hara N, P dan K. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 ulangan. Terdapat 6 perlakuan pola tanam yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: T1 = strip cropping, T2 = row cropping, T3 = strip relay (Temulawak-Jagung), T4 = row relay (Temulawak–Jagung), T5 = strip relay (Jagung–Temulawak) dan T6 = row relay (Jagung–Temulawak). Pengamatan dilakukan secara destruktif dan non-destruktif. Pengamatan destruktif pada tanaman temulawak meliputi bobot basah dan bobot kering total tanaman, bobot basah dan kering rimpang dan hasil panen rimpang temulawak. Pengamatan pada tanaman jagung meliputi bobot basah dan bobot kering total tanaman, bobot basah dan kering tongkol jagung dan hasil panen tongkol jagung. Pengamatan i 2 destruktif dilakukan sebanyak 1 kali saat panen yaitu 103 HST untuk jagung dan 6 BST untuk temulawak. Pengamatan pertumbuhan pada tanaman temulawak dan jagung meliputi panjang tanaman, jumlah daun, dan luas daun. Pengamatan nondestruktif dilakukan 2 minggu sekali, mulai 14 HST sebanyak 4 kali untuk jagung dan 8 kali untuk temulawak yang dimulai pada 1 BST. Data yang didapatkan selanjutnya dianalisis menggunakan Analysis of Variance (ANOVA). Apabila terjadi pengaruh nyata pada perlakuan maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan BNT pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan pola tanam pada tumpangsari temulawak dan jagung sehingga memberikan pengaruh pertumbuhan dan hasil pada tanaman temulawak maupun jagung. Pola tanam strip cropping memberikan hasil tanaman utama temulawak lebih rendah dari row cropping, tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan pola tanam yang lain yaitu 2,68 ton.ha-1 dan tanaman sela jagung tidak berbeda nyata dengan pola tanam yang lain yaitu 5,24 ton.ha-1. Nisbah kesetaraan lahan pada pola tanam strip cropping memiliki nilai yang tidak berbeda nyata dengan row cropping dan strip relay (T-J), tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan pola tanam yang lain yaitu 1,22 dengan nilai R/C ratio 1,43 dan keuntungan bersih yang didapatkan sebesar Rp 9.509.000,-.