Strategi Berbagai Strata Sosial Petani Dalam Mengakses Bibit Tanaman Kentang (Solamun Tuberosum L.) Di Desa Wonokitri Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan Jawa Timur

Main Author: Listiyono, EkoFendy
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2016
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/131185/
Daftar Isi:
  • Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu jenis sayuran subtropis yang terkenal di Indonesia. Daya tarik sayuran ini terletak pada umbi kentang yang kaya karbohidrat dan bernilai gizi tinggi. Di Indonesia kentang sudah dijadikan sebagai bahan pangan alternatif atau bahan pangan karbohidrat pengganti, terutama dalam pemenuhan kebutuhan gizi dan pangan masyarakat selain beras. Terdapat berbagai macam strategi yang dilakukan petani untuk mendapatkan bibit kentang. Strategi yang digunakan oleh sebagian petani ialah dengan langsung membeli ke pusat penangkaran, menggunakan sistem kerjasama (maro atau mertelu), memperbaiki sendiri bibit dari sisa panen sebelumnya, serta mendapatkan bibit dari pemberian orang tua. Penentuan strategi oleh petani akan berpengaruh pada modal dasar sebagai awal proses usahatani, sehingga pemilihan startegi akan menentukan besaran modal yang dikeluarkan. Dari beberapa jenis strategi yang digunakan terdapat faktor-faktor pendukung seperti, faktor teknis, faktor ekonomi dan faktor sosial. Rumusan masalah yang menjadi point dalam penelitian ialah bagaimana strategi petani kentang yang ada di Desa Wonokitri dalam mendapatkan bibit kentang ? Terdapat beberapa tujuan dalam penelitian ini yaitu : (1) menggambarkan kondisi umum petani kentang di lokasi penelitian berdasarkan stara sosial, (2) mendeskripsikan ketersediaan bibit kentang di Desa Wonokitri Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan, (3) mendeskripsikan akses petani terhadap bibit kentang di Desa Wonokitri Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan, (4) mengetahui strategi petani kentang yang ada di Desa Wonokitri dalam mendapatkan bibit kentang. Kegunaan penelitian ini diantaranya adalah (1) bagi petani, sebagai bahan pertimbangan dalam penerapan strategi untuk mendapatkan bibit dengan melihat kondisi/kualitas bibit, (2) bagi pemerintah, sebagai bentuk salah satu sumber informasi dasar sebelum mengambil kebijakan dalam pengelolaan kebutuhan bibit kentang, (3) bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini juga dapat menjadi salah satu sumber informasi untuk perbaikan bagi penelitian yang akan dilakukan. Metode penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan menggunakan metode purposive. Metode untuk menentukan responden dalam penelitian ini menggunakan metode purposive. Metode tersebut digunakan untuk mengetahui informasi dari beberapa orang sampel yang menjadi petunjuk utama oleh peneliti. Sumber data penelitian, yakni asal perolehan data penelitian, baik secara primer maupun sekunder. Penelitian menggunakan data-data sebagai berikut : data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber data penelitian (responden) berupa hasil kuisioner dan hasil wawancara. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari dokumentasi publikasi dan studi kepustakaan. Penelitian ini dalam metode analisis data menggunakan deskriptif kualitatif. Penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, serta memperoleh gambaran dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata. v Hasil dari penelitian ini ialah mengetahui asal bibit kentang yang didapatkan petani responden berdasarkan strata sosial. Asal bibit tersebut didapatkan petani dari berbagai macam, seperti pada petani kecil dengan cara kerjasama maro, pada petani sedang dan petani besar dengan membeli langsung di penangkar. Kemudian mengetahui kualitas bibit kentang yang digunakan petani responden berdasarkan strata sosial. Kualitas bibit yang digunakan oleh petani responden ialah G1, G2, G3 dan G4. Berbagai macam kualitas bibit kentang yang digunakan tersebut, strata sosial petani kecil cenderung menggunakan kualitas G2, sedangkan petani sedang menggunakan kualitas G3, lalu untuk petani besar menggunakan kualitas bibit kentang G2. Mengetahui tentang volume bibit kentang yang digunakan petani berdasarkan strata sosial. Petani kecil dalam menggunakan bibit kentang menggunakan volume antara 5-14 buah/kg, sedangkan petani sedang menggunakan volume antara 15-24 buah/kg, lalu untuk petani besar menggunakan volume bibit kentang sebesar >24 buah/kg. Strategi yang digunakan petani responden dalam mendapatkan bibit kentang memang memiliki banyak cara seperti dengan cara membeli di penangkar, dengan kerjasama maro, diperbaiki sendiri, hingga mendapatkan benih dari orang tua. Tentunya terdapat faktor pendukung lain seperti, faktor teknis, faktor ekonomi dan faktor sosial. Kesimpulan dari penelitian ini ialah (1) kondisi umum petani kentang yang berada di lokasi penelitian ialah petani yang membudidayakan kentang sesuai dengan tingkat kemampuan modal serta bibit yang digunakan, (2) ketersediaan bibit kentang yang digunakan petani dapat diperoleh dengan membeli langsung ke penangkar serta juga dapat menggunakan sistem kerjasama maro, (3) petani dalam mengakses bibit kentang terbagi dalam berbagai cara, seperti dengan membeli langsung di penangkar, kerjasama maro, diperbaiki sendiri hingga mendapatkan bibit dari orang tua, (4) strategi petani pada berbagai strata sosial dalam mengakses bibit kentang terdapat indikator seperti kondisi fisik buah kentang, dari bentuk buah yang lonjong membulat, tekstur yang halus, tidak adanya goresan pada umbi kentang, serta volume umbi kentang yang akan dipilih menjadi bibit. Saran dari penelitian ini adalah petani dalam membudiayakan komoditas kentang seharusnya jangan terus-menerus menggunakan bibit turunan atau dengan menggunakan bibit yang jarang sekali diganti. Sebaiknya bibit kentang yang digunakan maksimal hingga generasi ke-6. Jika hal tersebut tetap berlangsung, produktivitasnya yang didapatkan oleh petani akan kurang maksimal dan cenderung merugi. Sedangkan untuk strategi yang diterapkan petani kecil ialah dengan menggunakan sistem kerjasama maro atau mertelu, sehingga dengan demikian lebih mudah dan ringan serta mampu menekan biaya produksi yang dikeluarkan. Lalu pada petani sedang dan petani besar, sebaiknya menerapkan sistem kerjasama lokal dengan petani-petani kecil, agar petani kecil mendapatkan generasi lebih baik, serta mampu meningkatkan hasil panen mereka.