Pengaruh Jenis Dan Ketebalan Mulsa Dalam Mempertahankan Kandungan Air Tanah Dan Dampaknya Terhadap Tanaman Kedelai (Glycine Max (L.) Di Lahan Kering
Main Author: | Lubis, PerryAnsyari |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2015
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/130952/ |
Daftar Isi:
- Lahan kering ialah hamparan lahan yang tidak pernah tergenang atau digenangi air selama periode dari sebagian besar waktu dalam setahun atau sepanjang tahun (Haryati, 2002). Apabila ditinjau berdasarkan luas lahannnya, luas lahan kering di Indonesia masih cukup luas, yaitu mencapai 144 juta ha. Sementara yang diusahakan baru mencapai 53 juta ha, sehingga masih terbuka peluang yang cukup luas untuk mengembangkan lahan tersebut (Suriadikarta, 2005). Namun demikian, Lahan kering memiliki permasalahan antara lain ketersediaan air tanah, karena lahan kering hanya bergantung pada air hujan. Hal ini menyebabkan tanah kekurangan air selama masa tanam pada bulan kemarau. Perlu dilakukan suatu teknik konservasi air untuk meningkatkan masuknya air dalam tanah dan mengurangi penguapan evaporasi serta mempertahankan kadar airnya. Kedelai (Glycine max L.) adalah salah satu komoditas utama kacang-kacangan yang menjadi andalan nasional karena merupakan sumber protein nabati penting untuk diversifikasi pangan dalam mendukung ketahanan pangan nasional. Kebutuhan akan kedelai terus meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, sementara produksi yang dicapai belum mampu mengimbangi kebutuhan tersebut. Peningkatan produktivitas kedelai dapat dilakukan dengan cara pengelolaan tanaman secara intensifikasi pada lahan kering. Tetapi pengelolaan tanaman dilahan kering umumnya terkendala oleh ketersediaan air. Oleh karena adanya permasalahan tersebut maka salah satu upaya untuk memperbaiki masalah di lahan kering ini dengan cara menggunakan penambahan mulsa organik (jerami, sekam, dan rumput gajah) dalam masa penanaman. Adapun tanaman yang digunakan sebagai indikator adalah tanaman kedelai(Glycine max (L.). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian mulsa organik terhadap ketersediaan air tanah, dan laju evaporasi. Mempelajari pengaruh pemberian penutupan mulsa organik terhadap pertumbuhan tanaman kedelai.Penelitian ini bermanfaat untuk menguji pengaruh tiga jenis mulsa (jerami, sekam, dan rumput gajah) terhadap simpanan air dalam tanah. Hipotesis penelitian ini adalah Mulsa sekam dapat mempertahankan ketersediaan air tanah dan menurunkan laju evaporasi sehingga meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai dilahan kering. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustusn 2014 – Januari 2015 di kebun percobaan Universitas Brawijaya, terletak di desa Jatikerto, kecamatan Kromengan kabupaten Malang. Lokasi ini berada paada ketinggian 285 m dpl. Suhu antara 300C - 330C. sedangkan curah hujan rata – rata 100 mm/bulan. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat pengolah tanah, timbangan analitik, termometer suhu udara, soil moisture tester,cangkul, penggaris, tali rafia, label, timbangan, oven, Leaf Area Meter (LAM), kamera digital. Sedangkan bahan yang digunakan ialah benih kedelai varietas Wilis, pupuk anorganik terdiri dari Urea (46% N), KCL (50% K2O), SP-36 (36% P205), Insektisida, mulsa v jerami padi, mulsa sekam padi, mulsa plastik bening, mulsa plastik perak dan mulsa plastik hitam. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK). Perlakuan yang diberikan ialah kombinasi jenis dan ketebalan mulsa yang terdiri dari 10 taraf, macam perlakuan adalah P0 = tanpa mulsa (kontrol), P1 = mulsa jerami dengan ketebalan 4 cm, P2 = mulsa jerami dengan ketebalan 6 cm (2,856 kg/petak) P3 = mulsa jerami dengan ketebalan 8 cm, P4 = mulsa sekam dengan ketebalan 4 cm, P5 = mulsa sekam dengan ketebalan 6 cm, P6 = mulsa sekam dengan ketebalan 8 cm, P7= mulsa plastik bening, P8 = mulsa plastik perak, P9 = mulsa plastik hitam, Percobaan terdiri dari 10 perlakuan dan 3 ulangan, sehingga diperoleh 30 satuan perlakuan penempatan masing-masing perlakuan dilakukan dengan secara acak. Pengamatan tanaman dilakukan secara destruktif, dengan mengambil 2 tanaman contoh untuk setip kombinasi perlakuan yang dilakukan pada saat tanaman berumur 20 hst, 40 hst, 60 hst, 80 hst, dan saat panen (90 hst).Pengamatan yang dilakukan meliputi Komponen Pertumbuhan yaitu: Luas daun, Jumlah cabang pertanaman. Bobot kering total tanaman. Komponen hasil meliputi : Jumlah polong per tanaman. Bobot polong per tanaman. Bobot biji per tanaman. Bobot 100 biji per tanaman. Hasil per hektar. Indeks panen (IP). Pengamatan lingkungan : Suhu tanah pada kelembapan antara 0 sampai 20 cm. Kelembapan tanah. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (uji F) pada taraf 5%. Apabila terdapat perbedaan yang nyata, maka dilanjutkan uji Duncan pada taraf 5 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi mulsa pada tanaman kedelai terbukti berpengaruh nyata terhadap suhu pagi maupun siang, kelembaban tanah, luas daun, jumlah cabang, bobot kering total tanaman, bobot 100 biji, bobot kering dan hasil biji per hektar. Aplikasi mulsa sekam terbukti mampu untuk menghasilkan suhu tanah terendah di pagi hari yaitu 22,670C, kelembaban tertinggi di pagi maupun di siang hari yaitu 66,00 % dan 70,00 % dan rata-rata luas daun terluas yaitu 390,36 cm2 dibandingkan dengan aplikasi mulsa lainnya. Aplikasi berbagai jenis mulsa tidak berpengaruh nyata terhadap produksi tanaman kedelai (jumlah polong per tanaman, bobot polong pertanaman, bobot biji pertanaman, berat panen dan indeks panen) kecuali 100 biji, bobot kering, dan hasil biji per hektar. Hal ini membuktikan bahwa aplikasi mulsa sekam dapat memperbaiki kondisi lingkungan disekitar tanaman, dan meningkat hasil dan produksi tanaman kedelai.