Daftar Isi:
  • Kondisi Petani Indonesia Mayoritas Adalah Petani Gurem (Peasent) Dengan Kepemilikan Lahan Pertanian Sempit, Tidak Memiliki Akses Pasar Dan Regulasi. Sehingga Membutuhkan Perhatian Khusus Jika Ingin Menyejahterakan Mereka Serta Mengungkit Pertanian Sebagai Bagian Penting Dalam Pembangunan Nasional. Masalah Yang Dihadapi Petani Kecil Sangat Banyak Diantaranya Mereka Menghadapi Kompetisi Dengan Produsen Lain Yang Telah Mengadopsi Teknologi Baru Yang Sulit Mereka Adopsi Karena Besarnya Risiko Yang Harus Ditanggung, Lemahnya Kondisi Pasokan Input Karena Kurangnya Inisiatif Dari Sektor Swasta, Pemerintah Seringkali Harus Mengambil Alih Pasokan Pupuk Dan Bahan Kimia Pertanian Lainnya Yang Seringkali Bermasalah Dalam Hal Kuantitas Dan Kontinuitas. Kemitraan Menjadi Satu Mekanisme Yang Mungkin Dapat Meningkatkan Penghidupan Petani Kecil Di Daerah Pedesaan Dan Memberikan Manfaat Bagi Mereka. Kawasan Agroekologi Dataran Tinggi Bromo Tepatnya Desa Ngadas, Desa Wonokitri, Dan Desa Ngadisari Melaksanakan Kemitraan Dengan Antar Petani Di Desa Tersebut. Mereka Menjalankan Kemitraan Atas Dasar Kecocokan Dan Saling Percaya Antar Petani. Dalam Penelitian Ini Bertujuan Untuk Mengidentifikasi Pola-Pola Kemitraan Yang Ada Di Kawasan Agroekologi Dataran Tinggi Bromo Dan Menganalisis Risiko Yang Terjadi Dalam Pola Kemitraan Yang Dijalankan. Penelitian Ini Menggunakan Pendekatan Kualitatif Yaitu Proses Pencarian Data Untuk Memahami Fenomena Sosial Yang Didasari Pada Penelitian Yang Menyeluruh (Holistic), Dibentuk Oleh Kata-Kata, Dan Diperoleh Dari Situasi Yang Alamiah. Dalam Penelitian Ini Peneliti Ingin Mendiskripsiksn Pola-Pola Kemitraan Yang Dijalankan Petani Desa Ngadas, Desa Wonokitri, Dan Desa Ngadisari Serta Kaitannya Dengan Risiko Yang Ditimbulkan. Analisis Data Dilakukan Pada Saat Pengumpulan Data Berlangsung, Dan Setelah Selesai Pengumpulan Data. Pada Saat Wawancara, Peneliti Sudah Melakukan Analisis Terhadap Jawaban Hasil Wawancara. Jika Hasil Wawancara Setelah Dianalisis Belum Memuaskan, Maka Peneliti Akan Melanjutkan Wawancara Lagi Pada Subyek Penelitian Yang Telah Diwawancarai Atau Subyek Penelitian Yang Lain, Sampai Tahap Tertentu, Sampai Diperoleh Data Yang Valid. Adapun Dalam Penelitian Ini Dapat Dikemukakan Sebagai Berikut: Pertama, Masyarakat Di Kawasan Agroekologi Dataran Tinggi Bromo Tepatnya Di Desa Ngadas, Desa Wonokitri, Dan Desa Ngadisari Mayoritas Dihuni Suku Tengger Dan Mayoritas Pekerjaan Utamanya Adalah Petani. Mereka Memiliki Tingkat Pendidikan Yang Rendah, Yaitu Rata-Rata Lulusun Sd. Tidak Banyak Yang Melanjutkan Sampai Ke Jenjang Smp, Sma, Maupun Sarjana Karena Akses Jalan Yang Jauh Dari Kota Sehingga Mereka Menamatkan Pendidikannya Hanya Sampai Sd. Kedua, Pola Kemitraan Yang Ada Di Kawasan Agroekologi Dataran Tinggi Bromo Tepatnya Di Desa Ngadas Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang, Desa Wonokitri Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan Dan Desa Ngadisari Kecamatan Sukapura Kabupaten Probolinggo Dibidang Pertanian Pada Umumnya Menjalankan Pola Kemitraan Tradisional Yaitu Dengan Sistem Maro, Mertelu, Dan Maro Bersyarat. Pola Kemitraan Dengan Sistem Maro Dan Mertelu Pada Umumnya Diterapkan Pada Komoditas Kentang, Sedangkan Untuk Pola Kemitraan Dengan Sistem Maro Bersyarat Diterapkan Pada Komoditas Bawang Prei. Sedangkan Dibidang Peternakan Ternak Yang Digunakan Untuk Bermitra Adalah Sapi Dan Kuda Karena Ternak Tersebut Sangat Berpotensi Dan Dapat Dikatakan Sangat Menguntungkan.Sistem Pembagian Maro Yaitu 50 Persen Dibanding 50 Persen. Sedangkan Sistem Mertelu 75 Persen Untuk Investor Atau Pemberi Modal Dan 25 Persen Untuk Petani Mitra. Sementara Itu, Untuk Tanaman Bawang Prei, Panen Pertama Petani Mitra Harus Mengembalikan Modal Terlebih Dahulu Kemudian Panen Ke 2 Dan Ke 3 Hasilnya Dibagi 2 Antara Petani Mitra Dan Investor Karena Untuk Tanaman Bawang Prei Tidak Langsung Sekali Panen Tetapi Dalam 1 Tahun Dilakukan 3 Kali Panen. Sedangkan Pola Kemitraan Dibidang Peternakan Yaitu Dengan Menerapkan Sistem Maro Tetapi Harus Mengembalikan Modal Awal Terlebih Dahulu Sesuai Harga Ternak Kemudian Keuntungan Dibagi 2 Sama Rata Kecuali Untuk Ternak Kuda, Sistem Pembagiannya Adalah 50 Persen Dibanding 50 Persen Sesuai Dengan Pendapatan Hasil Kuda. Masyarakat Desa Ngadas, Desa Wonokitri, Dan Desa Ngadisari Melakukan Kemitraan Karena Kurangnya Modal Serta Kurangnya Tenaga Kerja. Ketiga, Risiko Dari Pola Kemitraan Ada 2 Yaitu Risiko Yang Disebabkan Karena Faktor Internal Dan Faktor Eksternal. Risiko Yang Disebabkan Karena Faktor Internal Berkaitan Dengan Kejujuran Petani. Seperti, Petani Tidak Menggunakan Saprodi Untuk Lahan Yang Tidak Digunakan Untuk Bermitra. Sedangkan Risiko Yang Sering Dihadapi Petani Yaitu Risiko Yang Disebabkan Karena Faktor Eksternal Yaitu Karena Faktor Alam Dan Pasar. Faktor Alam Disebabkan Oleh Cuaca Yang Ekstrim Sehingga Petani Sulit Untuk Memprediksi. Sedangkan Faktor Pasar Disebabkan Oleh Faktor Harga Yang Tidak Stabil Karena Harga Komoditas Musiman Cenderung Naik Turun Tergantung Permintaan Pasar. Risiko Pola Kemitraan Dengan Kategori Tinggi Yang Ada Di Kawasan Agroekologi Dataran Tinggi Bromo Adalah Risiko Yang Berasal Dari Luar Yaitu Risiko Pasar Dengan Persentase 90,33 Persen. Hal Ini Disebabkan Karena Fluktuasi Harga Kentang Maupun Bawang Prei Yang Tidak Stabil Pada Saat Panen. Sehingga Pendapatan Petani Tidak Stabil. Sedangkan Risiko Pola Kemitraan Dengan Kategori Rendah Yang Ada Di Kawasan Agroekologi Dataran Tinggi Bromo Adalah Risiko Yang Berasal Dari Dalam Yaitu Berkaitan Dengan Kejujuran Petani. Risiko Yang Berasal Dari Dalam Ini Memiliki Persentase Sebesar 47,33 Persen Dengan Skor Rata-Rata 1,42. Artinya Bahwa Petani Di Kawasan Agroekologi Dataran Tinggi Bromo Dalam Menjalankan Pola Kemitraan Dalam Bentuk Maro Maupun Mertelu Sudah Sesuai Dengan Kesepakatan. Hak Dan Kewajiban Antara Petani Mitra Maupun Investor Sudah Terpenuhi Sehingga Petani Mitra Dan Investor Saling Percaya Untuk Menjalankan Pola Kemitraan.