Analisis Jaringan Kerja Proses Produksi Gula Di Pg Djombang Baru, Jombang, Jawa Timur

Main Author: Astuti, IndrianaDwi
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2015
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/130118/1/Skripsi_%28Indriana_Dwi_Astuti_-_115040101111050%29.pdf
http://repository.ub.ac.id/130118/
Daftar Isi:
  • Penentuan jadwal produksi dapat dilakukan dengan menyusun suatu jaringan kerja. Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan jadwal dan menyusun jaringan kerja adalah CPM (Critical Path Method). CPM adalah teknik membuat diagram kerja yang digunakan untuk memperkirakan durasi proyek secara total, dan menentukan waktu tersingkat untuk penyelesaian suatu proyek. Jaringan kerja proses produksi gula terdiri dari beberapa kegiatan yang disusun berdasarkan stasiun kerjanya. PG Djombang Baru memiliki 6 stasiun kerja, diantaranya adalah stasiun gilingan, pemurnian, penguapan, masakan, putaran, dan penyelesaian. Pada musim giling tahun 2015, PG Djombang Baru akan melakukan revitalisasi pabrik dan perbaikan kinerja produksi. Revitalisasi pabrik dan perbaikan kinerja produksi dilakukan dengan 3 cara, yaitu menambahkan mesin continous vacuum pan untuk masakan D, menambah putaran HGF (High Grade Centrifugal) single curing untuk proses putaran masakan A, dan menambah jam giling pabrik. Penelitian tentang analisis jaringan kerja dilakukan untuk membantu perusahaan mengetahui sejauh mana proses produksi gula dapat dipercepat dengan adanya penambahan jam giling, mesin continuous vacuum pan D, dan mesin putaran HGF single curing. Selain itu, juga dapat mengetahui perubahan total biaya langsung akibat penambahan jam giling, mesin continuous vacuum pan D, dan mesin putaran HGF single curing. Sehingga nantinya diperoleh kombinasi percepatan waktu produksi dengan total biaya produksi yang dapat mengoptimalkan produksi. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah (1) Menganalisis dampak percepatan penyelesaian waktu produksi terhadap total biaya langsung produksi. (2) Menganalisis kombinasi percepatan waktu penyelesaian produksi dengan total biaya produksi terendah untuk mengoptimalkan produksi. Hipotesis pada penelitian ini adalah (1) Diduga percepatan waktu penyelesaian produksi berdampak pada peningkatan total biaya langsung produksi. (2) Diduga dengan kombinasi percepatan waktu penyelesaian produksi dan total biaya produksi terendah dapat mengoptimalkan produksi. Penelitian ini dilakukan di PG Djombang Baru, Kabupaten Jombang, Jawa Timur dengan metode purposive. Dasar pertimbangannya adalah pada musim giling tahun 2015 PG Djombang Baru akan melakukan revitalisasi pada pabriknya. Revitalisasi ini dilakukan dengan peningkatan jam giling pabrik dan penambahan mesin di stasiun masakan dan putaran HGF. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah CPM dan metode quantity take-off dan harga satuan. Hipotesis pertama akan dianalisis dengan crashing program. Sementara hipotesis kedua dianalisis dengan menghitung total biaya produksi setelah percepatan, yang selanjutnya dipilih total biaya produksi terendah, sehingga dapat mengoptimalkan produksi. Hasil analisis percepatan waktu produksi menunjukkan bahwa peningkatan total biaya langsung produksi akibat percepatan waktu penyelesaian produksi hanya berdampak pada percepatan waktu aktivitas 11, yaitu masakan D. Berdasakan hasil percepatan waktu, pada kondisi percepatan aktivitas 11 (masakan D) dengan total waktu produksi 57,31 jam, total biaya langsungnya bertambah menjadi sebesar Rp 57.476.498,-. Sedangkan, pada kondisi percepatan aktivitas 1 (pemerahan batang tebu), dengan total waktu produksi 59,57 jam, total biaya langsungnya berkurang menjadi sebesar Rp 57.281.801,-. Sementara pada kondisi percepatan aktivitas 17 (putaran HGF) dengan total waktu 58,12 jam, total biaya langsungnya berkurang menjadi sebesar Rp 56.895.227,-. Kombinasi percepatan waktu penyelesaian produksi dengan total biaya produksi terendah ditunjukkan pada percepatan aktivitas 17 (proses putaran HGF) dengan total waktu produksi 58,12 jam. Total biaya produksinya adalah Rp 64.473.520,-. Persentase pengurangan waktu penyelesaian produksi adalah 2,55 persen. Sementara persentase pengurangan biaya akibat percepatan waktu produksi gula adalah 1,02 persen. Sehingga, dapat dikatakan bahwa percepatan aktivitas 17 (proses putaran HGF) mampu mengoptimalkan produksi. Adapun saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian adalah (1) Jika melakukan penambahan mesin continuous vacuum pan D sebaiknya diiringi dengan percepatan waktu masakan D pada mesin pan batch, sehingga waktu penyelesaiannya lebih pendek dan tidak berdampak pada peningkatan total biaya langsung. Cara percepatan masakan D dapat dilakukan dengan meningkatkan laju agitasi dan pendinginan. (2) Penambahan satu mesin HGF single curing untuk mempercepat waktu aktivitas 17 sebaiknya diiringi dengan kesiapan tenaga kerja dalam mengoperasikan mesin baru tersebut. Hal tersebut dikarenakan cara pengoperasian mesin HGF single curing berbeda dengan mesin HGF double curing. Kesiapan tenaga kerja dapat dilakukan dengan melakukan pelatihan sebelum musim giling tiba. Selain pelatihan, dapat juga dilakukan dengan studi banding ke pabrik gula lain yang sudah menggunakan mesin HGF single curing. Perusahaan sebaiknya menempatkan supervisor guna melakukan pengawasan pada proses putaran HGF agar produksi dapat berjalan dengan lancar dan mampu mencapai optimalisasi produksi.