Komposisi Vegetasi Gulma pada Tanaman Tebu Keprasan Lahan Kering di Dataran Rendah dan Tinggi
Main Author: | Saitama, Akbar |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2015
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/130103/1/Akbar_Saitama.pdf http://repository.ub.ac.id/130103/ |
Daftar Isi:
- Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah tanaman untuk bahan baku gula. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman ini termasuk jenis rumput-rumputan. Vegetasi pada tanaman budiaya tebu tidak hanya ditumbuhi tanaman tebu tetapi ditumbuhi tumbuhan yang hidupnya tidak dikehendaki. Sifat dan fungsi dari setiap tanaman dalam lahan budidaya tebu berbeda-beda. Beberapa tumbuhan berfungsi sebagai pembantu keberlangsungan tumbuh dari tanaman tebu seperti tanaman yang tergolong dalam kacang-kacangan. Namun, beberapa tumbuhan dalam tanaman tebu memiliki fungsi yang mengganggu dan berkompetisi terhadap tumbuh dan kembangnya tebu. Tebu keprasan merupakan tanaman tebu yang tumbuh kembali dari jaringan batang yang masih tertinggal dalam tanah setelah tebu ditebang dan dikepras. Pada proses pengeprasan ini, sisa-sisa tunggul dipotong pada posisi rata atau lebih rendah dari permukaan guludan. Kebun yang akan dikepras harus dibersihkan dari kotoran bekas tebangan yang lalu. Gulma merupakan tanaman yang tumbuhnya tidak dikehendaki dalam lahan budidaya. Persaingan gulma dalam memperebutkan unsur hara, air, cahaya matahari dan ruang akan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman pokok. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keragaman, kerapatan, frekuensi dan dominansi gulma pada tanaman tebu keprasan di dataran rendah dan tinggi agar dapat merekomendasikan teknik pengelolaan dan pengendalian gulma yang tepat. Berdasarkan kondisi wilayah dataran rendah dan tinggi, gulma pada tanaman perkebunan tebu keprasan lahan kering dataran rendah dan tinggi berbeda. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan September - Desember 2014, pada tebu keprasan lahan kering berumur 1 bulan setelah dikepras yang dilakukan pada dataran rendah dan sedang di Malang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei kuadrat. Petak tebu seluas 100 m2 pada setiap ketinggian yang telah dikepras dibiarkan tidak dirawat selama kurang lebih satu bulan setelah dikepras. Kemudian dilakukan analisa dengan mengunakan kudrat (frame) 1 m x 1 m sebanyak 10 titik sampel penelitian yang diambil secara acak pada setiap ketinggian tempat. Kemudian dilakukan penghitungan jumlah dan identifikasi spesies yang ada pada setiap petak contoh kudrat, lalu dilakukan analisa vegetasi dengan rumus perhitungan yang mengacu pada perhitungan mutlak dan nisbi dari kerapatan, frekuensi, dominansi, serta Summed Dominance Ratio (SDR) setiap spesies gulma yang ada pada petak percobaan. Hasil penilitan di jumpai 35 spesies gulma. Nilai SDR pada musim kemarau dataran tinggi 1,34-60,86 dan 2.91-100 pada setiap pengamatannya. Pengamatan Hujan menunjukan pada lokasi dataran tinggi tebu yang dikepras kemarau nilai SDR berkisar antara 0,34–29,35 dan pada tebu keprasan musim kemarau dataran rendah pada lokasi dataran rendah berkisar antara 2,02–29,20 dan dataran rendah berkisar 7,0–65,96. Pengamatan pada lahan tebu yang di kepras awal musim hujan di dataran tinggi 1,56–35,52. Nilai koefisien komunitas pada lokasi penelitian berkisar antara 1,4%–6,81% yang berarti terdapat perbedaan diatas 75%. Indeks Keanekaragaman Shannon-Weinner pada musim kemarau berkisar 0,64–1,84 dan musim hujan 0,86%- 2,75%. Nilai Indeks Dominansi Simpson (C) musim kemarau berkisar antara 0,26-0,69 dan musim hujan 0,10 – 0,49 yang berarti pada lokasi penelitian tidak terdapat spesies yang mendominasi. Indeks sebaran Morisita (Id) menunjukan secara keseluruhan spesies hidup berkelompok. Pengamatan pada lahan penelitian menunjukan hasil pada musim kemarau terlihat panjang tanaman tebu yang ada di dataran tinggi sebesar 45,5 cm pada 30 hari setelah kepras. Sedangkan pada tebu yang berada di dataran rendah memiliki panjang 27,8 cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada dataran tinggi memiliki panjang yang lebih panjang dari tanaman di dataran rendah. Gulma pada tanaman budidaya mengkompetisi salah satunya air dan cahaya terlihat dari data intensitas radiasi dan nilai RTC (Rasio Transmisi Cahaya) semakin kepermukaan tanah cahaya yang diterima semakin rendah. Menurut Dekker (2011), sebuah spesies gulma berkompetisi antar ruang-waktu dengan jumlah kelebihan setiap spesiesnya dengan habitat yang mendukung. Hasil penelitian menunjukan adanya perbedaan komposisi vegetasi pada dua ketinggian tempat, nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) yang tergolong kategori rendah dengan kisaran nilai 0,6–0,86 Nilai Indeks Simpson (C) hasil berkisar antara 0,10–0,69. Hasil ini menunjukan nilai C < 1, yang berati tidak terdapat spesies yang dominan. Perbedaan vegetasi hasil analisa koefisien komunitas (C), nilai C lokasi penelitian menunjukan perbandingan pada perbedaan ketinggian tempat dan pada perbedaan musim serta waktu kepras menunjukan perbedaan komposisi vegetasi yang tinggi. Analisis Indeks Sebaran Morisita (Id) pada lokasi penelitian hampir keseluruhan memiliki nilai Id > 1 yang berarti spesies pada lokasi tergolong sebaran berkelompok. Hanya saja terdapat satu spesies sebaran acak yaitu T. Procumben pada lahan dataran rendah musim kemarau. Melihat kondisi gulma pada dataran tinggi dan rendah yang berbeda dapat direkomendasikan untuk upaya pencegahan digunakan aplikasi herbisida pra tumbuh dan purna tumbuh pada dataran tinggi dan herbisida pra tumbuh pada dataran rendah. Upaya pengendalian yang dilakukan pada kedua lokasi penelitian lebih di saran dilakukan pada musim hujan. Gulma yang tumbuh pada dataran tinggi umumnya gulma berdaun lebar dan pada dataran rendah umumnya gulma teki-tekian maka upaya pengendalian yang utama dilakukan adalah dengan mekanik. Waktu yang baik dalam mengendalikan gulma pada lokasi dataran tinggi adalah 30 hari musim hujan, dan dataran rendah 45 hari musim hujan