Pengaruh Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Buncis Tegak (Phaseolus vulgaris L
Daftar Isi:
- Buncis (Phaseolus vulgaris. L) merupakan salah satu tanaman sayuran buah kelompok kacang-kacangan yang memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan karena memiliki kandungan gizi yang lengkap, sehingga banyak diminati oleh masyarakat. Berdasarkan data yang dihimpun oleh BPS (2013), total produksi tanaman buncis di Indonesia pada tahun 2010 sebesar 336.494 ton dan mengalami penurunan sebanyak 1.835 ton pada tahun 2011 menjadi 334.659 ton. Produktivitas buncis di Indonesia masih sangat rendah bila dibandingkan dengan rata-rata hasil panen tanaman yang baik yaitu sekitar 14 ton ha-1 (Cahyono, 2003). Salah satu usaha yang dapat dilakukan agar diperoleh hasil yang tinggi dengan kualitas yang baik ialah dengan mengusahakan agar tanaman mendapat unsur hara yang cukup selama pertumbuhannya, yaitu melalui pemupukan. Dalam aplikasi pupuk organik maupun pupuk anorganik dapat disertai dengan aplikasi biokultur kotoran ternak guna menekan penggunaan bahan agrokimia, mempertahankan kesuburan tanah, meningkatkan kualitas produksi dan meningkatkan pendapatan petani. Tujuan penelitian ini ialah untuk memperoleh efisiensi pemakaian pupuk organik dan anorganik yang ditambahkan dengan biokultur guna mengoptimalkan pertumbuhan dan hasil tanaman buncis tegak (Phaseolus vulgaris L.). Hipotesis yang diajukan ialah aplikasi pupuk organik dan anorganik yang ditambahkan biokultur dengan dosis yang tepat mampu mengoptimalkan pertumbuhan dan hasil tanaman buncis tegak (Phaseolus vulgaris L.). Penelitian dilaksanakan di Dusun Sumberejo, Desa Sumberejo, Kecamatan Batu, Kota Batu pada bulan Mei hingga Juli 2013. Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) non faktorial. Perlakuan yang diberikan ialah pemupukan yang terdiri dari 10 taraf, yaitu: (P1) tanpa pupuk, (P2) biokultur kotoran sapi, (P3) kompos kotoran sapi 5 ton ha-1, (P4) kompos kotoran sapi 5 ton ha-1 + biokultur kotoran sapi, (P5) kompos kotoran sapi 10 ton ha-1, (P6) kompos kotoran sapi 10 ton ha-1 + biokultur kotoran sapi, (P7) pupuk anorganik (50 kg N ha-1, 150 kg P2O5 ha-1 dan 50 kg K2O ha-1), (P8) pupuk anorganik (50 kg N ha-1, 150 kg P2O5 ha-1 dan 50 kg K2O ha-1) + biokultur kotoran sapi, (P9) pupuk anorganik (100 kg N ha-1, 300 kg P2O5 ha-1 dan 100 kg K2O ha-1) dan (P10) pupuk anorganik (100 kg N ha-1, 300 kg P2O5 ha-1 dan 100 kg K2O ha-1) + biokultur kotoran sapi. Pengamatan yang dilakukan meliputi pengamatan pertumbuhan dan pengamatan panen. Pengamatan pertumbuhan dilakukan secara non destruktif dengan mengamati 5 tanaman contoh untuk setiap perlakuan pada saat tanaman berumur 15 hst, 25 hst, 35 hst, 45 hst dan 55 hst. Peubah yang diamati dalam pengamatan pertumbuhan meliputi: tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, indeks luas daun, jumlah cabang, luas kanopi, umur mulai berbunga, jumlah bunga per tanaman, umur mulai terbentuk polong, jumlah polong per tanaman, bobot segar brangkasan dan bobot kering brangkasan. Pengamatan panen dilakukan pada saat polong buncis menunjukkan kriteria panen, dimulai pada umur 51 hst hingga umur 64 hst. Peubah yang diamati dalam pengamatan panen meliputi: umur panen pertama, umur panen terakhir, frekuensi panen, persentase fruit set, persentase fruit drop, jumlah biji per polong, panjang polong, diameter polong, jumlah polong panen per tanaman, bobot segar polong panen per tanaman, bobot segar per polong, bobot kering per polong dan bobot segar polong panen per hektar. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (uji F) pada taraf 5 %, dan apabila berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji BNT pada taraf 5 % untuk mengetahui perbedaan di antara perlakuan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemberian pupuk anorganik berupa 100 kg N ha-1, 300 kg P2O5 ha-1 dan 100 kg K2O ha-1 (P9) menghasilkan bobot segar polong panen per hektar lebih tinggi daripada perlakuan lainnya (11,22 ton ha-1), tetapi tidak berbeda nyata dengan bobot segar polong panen per hektar yang dihasilkan dari perlakuan pemberian pupuk anorganik berupa 50 kg N ha-1, 150 kg P2O5 ha-1, 50 kg K2O ha-1 dan biokultur kotoran sapi (P8) dan 100 kg N ha-1, 300 kg P2O5 ha-1, 100 kg K2O ha-1 dan biokultur kotoran sapi (P10). Perlakuan tanpa pupuk (P1) dan perlakuan pemberian pupuk organik berupa kompos kotoran sapi 10 ton ha-1 (P5) menghasilkan bobot segar polong panen per hektar lebih rendah daripada perlakuan lainnya. Penambahan biokultur pada aplikasi pupuk organik maupun pupuk anorganik kurang memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman buncis tegak.