Daftar Isi:
  • Target swasembada gula nasional pada tahun 2014 masih terkendala masalah sosial dan ekologi. Masalah sosial diakibatkan meningkatnya permintaan gula. Permasalahan ekologi yang terjadi disebabkan oleh penurunan sumber daya lahan yang berimbas pada rendahnya produksi dan rendemen tebu. Upaya perbaikan kualitas pertanaman tebu dapat dilakukan dengan peningkatan kualitas lahan. Perbaikan terhadap kualitas lahan dapat dilakukan dengan mengamati dan menemukan karakteristik lahan yang menjadi faktor pembatas. Upaya ini dapat dilakukan dengan evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman tebu. Evaluasi lahan merupakan suatu proses pendugaan potensi sumber daya lahan untuk berbagai penggunaan. Fokus pengembangan lahan tebu berorientasi pada lahan kering. Kabupaten Rembang merupakan daerah sentra produksi tebu jawa tengah yang memiliki karakteristik didominasi oleh lahan kering. Menurut Disbun Rembang pada tahun 2012 umumnya produksi tebu di lahan kering berkisar antara 50-70 ton/ha. Karakteristik lahan kering terbatas pada rendahnya ketersediaan air dan keragaman karakteristik geologi. Sistem informasi geografis merupakan sistem pemetaan dan analisis spasial yang dapat mengintegrasikan karakteristik sumber daya lahan dan kebutuhan tanaman. Marwoto (2007) menyebutkan peta kesesuaian lahan dalam format SIG dapat digunakan sebagai alat bantu penentu kebijakan (decision support system) dalam perencanaan tata ruang wilayah dan pengelolaan sumber daya lahan secara berkelanjutan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk (1) menentukan kelas kesesuaian lahan dan faktor pembatas pada semua satuan peta lahan tebu, (2) mencari karakteristik lahan yang mempengaruhi produksi tebu pada semua satuan peta lahan tanaman tebu, dan (3) membuat rekomendasi pengelolaan satuan peta lahan untuk tanaman tebu. Metode inventarisasi sumber daya lahan berupa pengukuran karakteristik lahan dengan menggunakan metode survei. Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan dengan metode matching data karakteristik lahan dan kebutuhan tanaman tebu berdasarkan prinsip hukum minimum liebig. Metode spatial overlay dilakukan dalam pembuatan peta areal kesesuaian lahan dataran lahan kering kabupaten rembang. Sedangkan metode analisis faktor mempengaruhi produksi tebu dilakukan dengan metode kuantitatif analisis jalur. Hasil penelitian antara lain 1. Kelas kesesuaian lahan aktual yang meliputi sesuai marjinal (S3) dan tidak sesuai (N), dengan luas masing-masing 24.846 ha dan 28.623 ha. Kelas kesesuaian lahan sesuai marjinal (S3) terdiri dari 5 subkelas kesesuaian lahan meliputi S3 rc, nr; S3 oa, rc, nr; S3 wa, nr; S3 wa, oa, nr; dan S3 oa, nr. Rendahnya ketersediaan air dan hara dominan merupakan faktor pembatas semakin tidak sesuainya kelas kesesuaian lahan tanaman tebu pada dataran lahan kering kabupaten Rembang. Usaha pertanian semi-intensif (pengelolaan rendah-sedang) meningkatkan kelas kesesuaian lahan menjadi agak sesuai (S2) seluas 2.560 ha dan sesuai marjinal (S3) seluas 32.514 ha. Usaha pertanian intensif (pengelolaan tinggi) meningkatkan kelas kesesuaian lahan menjadi sangat sesuai (S1) seluas 53.470 ha. 2. Berdasarkan model umum analisis jalur dapat disimpulkan karakteristik lahan kandungan liat topsoil, KTK, pH, c-organik, N, P, K, KHJ, dan curah hujan berpengaruh terhadap produksi tebu sebesar 88,15%. Curah hujan merupakan karakteristik lahan yang berpengaruh paling besar yaitu 72%. Model jalur utama (ρ= 0,049) mencerminkan produksi dipengaruhi secara tidak langsung oleh ketersediaan air (rendahnya curah hujan) melalui kandungan liat topsoil, KTK, K tersedia, dan N total sebagai variabel intervening. 3. Rekomendasi pengelolaan tingkat tinggi terdiri dari pemilihan varietas tebu sesuai peta rekomendasi varietas dan tipe kemasakan tebu, pengaturan irigasi selama bulan defisit berdasarkan kebutuhan air tebu, aplikasi bahan organik yang diutamakan dari limbah pabrik gula, pembuatan parit/ juringan lebih dalam terutama pada musim hujan dan pemupukan anorganik konsentrasi hara tinggi. Sistem pertanian intensif tersebut meningkatkan kelas kesesuaian lahan tanaman tebu menjadi sangat sesuai (S1), dengan potensi produksi mencapai 80-100%.