Respon Penawaran Tebu (Sacharum Officinarum, Linn.) Di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur
Daftar Isi:
- Secara historis, industri gula merupakan salah satu industri perkebunan tertua dan terpenting yang ada di Indonesia (Tempo, 2012 dalam Muaddab, 2012). Industri gula merupakan salah satu agroindustri yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Hal ini disebabkan karena posisinya sebagai salah satu komoditas strategis yang menjadi tulang punggung ketahanan ekonomi dengan berbasis sumber daya nasional, yang memiliki struktur keterkaitan dan kedalaman yang kuat serta memiliki daya saing yang tangguh di pasar internasional (Rindayanti, 2006 dalam Muaddab, 2012). Melihat data perkembangan areal perkebunan pada tahun 2008-2012 diketahui bahwa luas areal tebu pada tahun 2012 sebesar 461.186 ha (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2013), kemampuan produksi gula Indonesia tahun 2012 hanya mencapai 2,58 juta ton yang terealisasi dimana pemerintah menargetkan 2.7 juta ton (PTPNIX, 2012). Angka tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan gula dalam negeri yang hampir di angka 3 juta ton/tahun (Ernawati dan Suryani, 2013). Peluang bagi para petani untuk terns mengembangkan usahatani tebu di Indonesia masih terbuka lebar. Hal tersebut terlihat dari masih dibutuhkannya rekan kerja oleh pabrik gula untuk memasukkan tebu dari petani ke pabrik gula, dikarenakan kapasitas pabrik yang setiap tahun tents ditambah dan seiring dengan kenaikan pemasokan tebu ke pabrik yang berdampak dengan persaingan harga. Pada kenyataannya, respon produksi suatu komditas pertanian terhadap perubahan harga dan faktor penentu lainnya memerlukan tenggang waktu (time lag). Kegiatan berproduksi tebu misalnya, secara biologis memerlukan waktu, sehingga ketika terjadi perubahan harga tidak dapat disikapi dengan segera oleh petani (produsen) bila proses produksi sedang berjalan (Mulyana, 1998 dalam Adnyana, 2004). Produksi tebu di Kabupaten Sidoarjo setiap tahunnya dari tahun 2007-2010 masih bisa bersaing dengan kabupaten lainnya yang ada di Jawa Timur (Lampiran 1). Hal tersebut disebabkan oleh adanya bantuan pemerintah. Bantuan pemerintah tersebut berupa: 1). Melakukan kredit dengan bunga lunak sebesar 7,5 persen, 2). Pembelian bibit murah yang telah dibantu oleh pemerintah sehingga petani hanya cukup membayar Rp 1.500.000,00 per hektar, dimana biasanya petani membeli bibit dengan harga Rp 5.500.000,00 per hektar; dan 3). Didukung oleh empat pabrik gula yang masih dimiliki Kabupaten Sidoarjo, yaitu: PG. Watoetoelis, PG. Toelangan, PG. Kremboong dan PG. Candi Barn. Pada penelitian ini untuk mengetahui respon penawaran tebu, analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan model analisis penyesuaian parsial Nerlove (Nerlovian Adjustment Model). Model Nerlovian adalah model untuk mengamati respon penawaran dengan menggunakan lag (jarak waktu) tahun sebelumnya, dan menurut Sumodiningrat (1993) merupakan model penyesuaian parsial yang disebabkan oleh kekakuan teknis dan kelembagaan, kelambanan (inertia) dan biaya perubahan.