Daftar Isi:
  • Sektor pertanian dalam memenuhi kebutuhan pangan nasional masih memiliki peranan yang sangat penting. Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional terutama kebutuhan akan beras. Salah satunya dengan menerapkan revolusi hijau untuk peningkatan produksi pertanian. Adanya keinginan untuk menghindari dan menghilangkan efek negatif yang ditimbulkan oleh penerapan Revolusi Hijau, menjadi salah satu pendorong meningkatnya permintaan akan produk pertanian organik. Hal ini diikuti dengan kecenderungan makin meningkatnya produksi beras nasional sekitar 20 persen dari tahun 2009 hingga 2013, sehingga dapat menjadi peluang bagi petani padi, baik petani organik, petani semi organik maupun petani konvensional untuk memenuhi kebutuhan pasar beras di Indonesia. Desa Pendem merupakan desa dengan lahan produksi padi terbesar di Kota Batu. Mulai tahun 2010 sebagian kelompok tani di Desa Pendem sudah mulai menerapkan usahatani semi organik dengan luas lahan sekitar 10 ha. Namun terdapat beberapa masalah seperti adanya perbedaan harga pada pasar beras semi organik dan beras konvensional di tingkat produsen dan konsumen. Harga pada beras semiorganik yang masih disamakan dengan harga beras konvensional oleh lembaga pemasaran karena belum tersedianya pasar semiorganik disekitar Desa Pendem. Permasalahan kedua yaitu petani padi semi organik masih kesulitan mengenai akses langsung ke pasar atau ke konsumen karena petani menjual hasil produknya pada tengkulak yang sudah ditunjuk terlebih dahulu oleh kelompok tani Sri Mulyo. Selain itu, petani padi konvensional tidak dapat menjual langsung hasil produknya sehingga membutuhkan bantuan lembaga pemasaran untuk memasarkan produk petani ke konsumen. Permasalahan tersebut menyebabkan petani menjadi price setter, dan lembaga pemasaran sebagai price taker. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan dalam penelitian ini yaitu 1) Menganalisis struktur, perilaku dan penampilan pasar beras semiorganik dan konvensional di Desa Pendem; 2) Menganalisis bentuk saluran pemasaran beras semi organik dan beras konvesional di Desa Pendem; 3) Membandingkan sistem pemasaran antara beras semi organik dan konvensional di Desa Pendem. Alat analisis struktur pasar menggunakan analisis kualitatif yaitu pangsa pasar (market share) dan indeks herfindahl (IH). Alat analisis perilaku pasar adalah analisis deskriptif, sedangkan penampilan pasar menggunakan analisis kuantitatif yaitu perhitungan margin, share harga dan rasio keuntungan dan biaya. Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh yaitu struktur pasar beras semi organik di Desa Pendem adalah monopsoni, karena petani padi semi organik berada di posisi penerima harga yang disebabkan belum adanya pasar beras semi organik maupun organik yang menaungi hasil produk beras semi organik di daerah Kota Batu, sehingga dalam hal ini pembeli akan menjadi penentu harga. Sedangkan pada struktur pasar dan penetapan harga beras konvensional di Desa Pendem adalah oligopsoni, dikarenakan petani hanya sebagai penerima harga dan terdapat beberapa pembeli yang sangat berpengaruh karena lembaga pemasaran dapat mempengaruhi harga yang dibelinya. Bentuk saluran pemasaran beras semiorganik di Desa Pendem hanya terdapat satu saluran pemasaran, yaitu dimulai dari Petani  Tengkulak I  Penggilingan Padi II  Pedagang Besar  Konsumen. Sedangkan bentuk saluran pemasaran beras konvensional di Desa Pendem terdapat 4 saluran pemasaran yaitu: saluran (1) mulai dari Petani  Penggilingan Padi I  Konsumen; saluran (2) mulai dari Petani  Tengkulak I  Penggilingan Padi II  Pedagang Besar  Konsumen; saluran (3) mulai dari Petani  Tengkulak II  Penggilingan Padi I  Pengecer I  Konsumen; dan saluran (4) mulai dari Petani  Tengkulak II  Pedagang Pengumpul  Penggilingan Padi III  Pengecer II  Konsumen. Saluran pemasaran beras konvensional adalah saluran yang lebih efisien dari pada pemasaran beras semiorganik, yaitu di saluran pemasaran (1). Perbandingan pemasaran beras semiorganik dan beras konvensional dapat dinilai dari nilai margin pemasaran, share harga, dan perbedaan ratio keuntungan dan biaya. Pemasaran beras semiorganik yang terdapat di saluran pemasaran (2) dengan nilai marjin sebesar Rp. 3.575/kg, melibatkan 3 lembaga pemasaran dan share harga di tingkat petani sebesar 60,28 persen. Nilai rasio keuntungan sangat jauh berbeda yaitu sebesar 2,14 di tingkat tengkulak, 0,48 di tingkat penggilingan padi dan 1,44 di tingkat pedagang besar. Sedangkan pada pemasaran beras konvensional dengan nilai margin terendah berada di saluran pemasaran (1), yaitu sebesar Rp. 1.678/kg, dan melibatkan 1 lembaga pemasaran yaitu pedagang penggilingan padi, dengan share harga di tingkat petani sebesar 79,28 persen. Nilai rasio keuntungan dan biaya sebesar 2,37 di tingkat penggilingan padi. Saran dalam penelitian ini adalah: 1) Pemasaran pada beras konvensional dan semi organik di Desa Pendem memberikan keuntungan pada petani dan lembaga pemasaran, meskipun efisiensi masih perlu ditingkatkan; 2) Bagi petani padi konvensional dan semi organik sebaiknya menjual hasil produknya di saluran pemasaran beras konvensional (1) karena lebih efisien dari pada saluran pemasaran yang lain, dan untuk kelompok tani yang menaungi agar tidak hanya berpusat pada budidaya dan usahatani padi tetapi juga berkembang kearah pemasaran. Perlu juga adanya koperasi mengingat pentingnya pengembangan pemasaran beras di Desa Pendem untuk keluar daerah; 3) Bagi pemerintah agar dapat memberikan informasi pasar mengenai pasar organik maupun semi organik di sekitar Kota Batu, sehingga petani padi di Desa Pendem tidak kesulitan mencari pasar organik, atau dapat menjalin kemitraan antara petani dan pengusaha yang bergerak dalam bidang pertanian.