Efisiensi Alokatif Faktor-Faktor Produksi Pada Usahatani Jagung Pakan (Studi Kasus Di Desa Bendosewu, Kecamatan Talun, Kabupaten
Daftar Isi:
- Di Indonesia, jagung merupakan bahan makanan pokok kedua setelah padi. Persentase penggunaan jagung di Indonesia adalah 71,1 persen untuk bahan makanan manusia; 15,5 persen untuk pakan ternak; 0,8 persen untuk industri; 0,1 persen untuk dieskpor; dan 11,9 persen untuk kegunaan lainnya (Sudjana, 1991 dalam Siswanto, 2012).Bahan baku utama jagung pakan dapat meningkatkan hasil ternak seperti telur atau daging (Aak, 1993:14). Produksi jagung di Indonesia belum dapat mencukupi kebutuhan konsumsi industri pakan ternak. Pada tahun 2011 dan 2012, produksi jagung pakan ternak sebesar 2.752,3 juta ton dan 3.022,8 juta ton (BPS, 2013), namun tingkat konsumsi jagung pakan pada tahun 2011 dan 2012 lebih tinggi yaitu sebesar 5.800 juta ton dan 6.200 juta ton (USDA, 2013). Hal ini dapat menjadi salah satu penyebab dari belum mampunya Jawa Timur sebagai provinsi dengan luas lahan terbesar dan pemilik pabrik industri pembuat makan ternak belum dapat mencukupi kapasitas produksi pakan ternaknya. Banyaknya pabrik industri pakan ternak tak lepas dari peran Kabupaten Blitar yang memberikan kontribusi penambahan populasi ternak terbesar di Jawa Timur yaitu 54,9 persen pada tahun 2012 (Dinas Peternakan Jawa Timur, 2013). Desa Bendosewu, Kecamatan Talun adalah bagian dari Kabupaten Blitar yang memiliki luas wilayah terluas dan berpotensi sebagai lahan pertanian jagung. Kecamatan Talun memiliki luas areal sawah sebesar 2.350 ha, sedangkan Desa Bendosewu sebesar 420 ha. Dari luasan tersebut produktivitas jagung di Desa Bendosewu sejak tahun 2009-2013 tetap yaitu 6,96 ton/ha (BP3K, 2014). Padalah menurut PT BISI International Tbk, jenis benih BISI yang salah satu jenis benih yang digunakan dalam lokasi penelitian dapat menghasilkan jagung pipilan kering mencapai 9-13 ton/ha. Hal ini dapat dikarenakan kurangnya pengetahuan petani dalam memanfaatkan faktor-faktor produksinya dengan efisien. Petani di lokasi penelitian beranggapan bahwa penggunaan pupuk dan pestisida yang lebih banyak dari dosis dapat meningkatkan produksi tanpa melihat kondisi dari tanamannya. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengetahui penggunaan faktor produksi usahatani jagung secara efisien adalah dengan menghitung efisiensi alokatif. Efisiensi alokatif tercapai jika nilai produk marginal dari masing-masing input sama dengan biaya marginalnya (Soekartawi, 1996:59). Dengan mengetahui tingkat efisiensi akan dapat diperoleh masukan untuk peningkatan pendapatan usahatani. Berdasarkan uraian tersebut, sehingga penelitian ini bertujuan untuk: (1a) Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi usahatani jagung, (1b) Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan usahatani jagung, (1c) Menganalisis efisiensi alokatif penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani jagung, (2) Menganalisis tingkat produksi dan pendapatan pada usahatani jagung, (3) Menganalisis tingkat efisiensi yang dicapai petani dikaitkan dengan tingkat produksi dan pendapatan usahatani jagung. Penentuan sampel dilakukan dengan metode Stratified Random Sampling. Besar sampel ditentukan menggunakan metode yang dikemukakan Parel (1973), dengan metode tersebut diperoleh sampel sejumlah 41 petani. Metode analisis yang digunakan yaitu menggunakan fungsi respon produksi Cobb Douglas dalam menjawab tujuan ke 1a dan untuk menjawab tujuan ke 1b menggunakan analisis fungsi pendapatan. Analisis efisiensi alokatif NPMx/Px =1 untuk menjawab tujuan ke 1c. Tujuan ke 2 dihitung menggunakan perhitungan pendapatan yang disajikan dalam tabel cash flow. Tujuan ke 3 dicapai dengan mengelompokkan tingkat efisiensi, tingkat produksi dan tingkat pendapatan dari masing-masing petani. Hasil yang diperoleh yaitu: (1a) Benih, pupuk, dan pestisida berpengaruh positif terhadap produksi usahatani jagung. Artinya di daerah penelitian, penggunaan benih, pupuk, dan pestisida masih dapat menaikkan produksi jagung. Tenaga kerja dan pengalaman berusahatani tidak tampak pengaruhnya karena data antar responden kurang bervariasi. (1b) Biaya benih, biaya pupuk, biaya pestisida, dan biaya tenaga kerja berpengaruh negatif terhadap pendapatan usahatani jagung. Artinya di daerah penelitian, penambahan biaya-biaya tersebut sudah menurunkan pendapatan usahatani jagung. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan benih, pupuk, dan pestisida di daerah penelitian mengakibatkan peningkatan produksi yang nilainya lebih rendah dari tambahan biayanya. Disamping itu, benih yang digunakan adalah benih unggul yang harganya lebih tinggi dari harga benih lainnya. (1c) Efisiensi alokatif dari benih, pupuk, dan pestisida tergolong rendah dengan nilai NPMx/Px benih (2,71), pupuk (1,33), dan pestisida (6,70). Penggunaan optimum benih sebesar 94,35 kg/ha. Penggunaan pupuk sebesar 4.051,18 kg/ha. Penggunaan optimum pestisida sebesar 10,72 liter/ha. (2) Tingkat produksi yang dicapai petani masih tergolong rendah dibandingkan dengan tingkat rata-rata produksi di tingkat Kecamatan Talun. Rata-rata produksi di daerah penelitian sebesar 7,137 ton/ha, sedangkan pada tingkat Kecamatan Talun seebesar 17,208 ton/ha. Tingkat pendapatan usahatani dicapai petani di daerah penelitian sebesar Rp 10.937.253,-/ha. (3) Petani yang tingkat efisiensinya tinggi memperoleh tingkat produksi dan pendapatan yang tinggi juga. Di daerah penelitian, petani dengan rata-rata NPMx/Px = 2,5 memperoleh rata-rata produksi sebesar 7.214 kg/ha dan rata-rata pendapatan sebesar Rp 10.677.389,-/ha. Petani dengan rata-rata NPMx/Px = 3,3 memperoleh rata-rata produksi sebesar 6.820 kg/ha dan rata-rata pendapatan sebesar Rp 10.086.086,-/ha. Begitula pula dengan pupuk dan pestisida, semakin tinggi tingkat efisiensinya, semakin tinggi pula tingkat produksi dan pendapatannya. Dalam upaya peningkatan pendapatan usahatani jagung pakan di daerah penelitian, penggunaan benih, pupuk, dan pestisida perlu ditambah, karena masih sedikit dalam penggunaanya. Penambahan tersebut perlu memperhatikan harga dari masing-masing faktor produksi tersebut agar tidak menurunkan pendapatannya. Hal ini dikarenakan penambahan biaya dari faktor-faktor tersebut sudah menurunkan pendapatannya. Perlu penggunaan jenis benih unggul yang dianjurkan sehingga peningkatan produksi dapat menutup tambahan biaya benihnya.