Daftar Isi:
  • Gula merupakan salah satu komoditas pangan pokok yang memiliki arti serta posisi yang strategis, karena gula masih merupakan bahan pemanis dominan yang digunakan baik oleh rumah tangga maupun industri. Di Asia khususnya Indonesia, pengembangan industri gula juga memegang peran penting dalam pemenuhan kebutuhan pokok rakyat sebagai sumber kalori utama yang relatif murah. Hal ini menjadi alasan permintaan gula yang cenderung meningkat tiap tahunnya seiring dengan perkembangan jumlah penduduk. Namun hal ini tidak diiringi dengan peningkatan jumlah produksi gula, sehingga menyebabkan terjadinya defisit pemenuhan kebutuhan gula. Tebu merupakan bahan baku industri gula sehingga struktur permintaan tebu bersifat derived demand function, di sisi lain agroindustri gula Indonesia terdisintegrasi secara vertikal dalam memproduksi gula. Terjadi dua tahap dalam proses produksi gula yaitu budidaya tebu yang dilakukan oleh petani dan proses tebu menjadi gula yang dilakukan oleh PG, hal ini membawa implikasi bahwa masalah yang terjadi pada industri gula tidak terlepas dari permasalahan petani dalam memproduksi tebu. Mengingat bahwa perusahaan gula di Indonesia memiliki sedikit areal lahan untuk budidaya tebu, sehingga kebutuhan tebu sangat tergantung pada produksi tebu rakyat. Berdasarkan karakteristik sumber daya lahan dan persyaratan tumbuh tebu yang spesifik, areal pertanian di Indonesia dapat dikelola untuk perkebunan tebu dalam skala cukup luas dengan aksesibilitas yang memadai. Lahan potensial tebu di Indonesia mencapai 1,87 juta hektar, akan tetapi pada tahun 2008 hanya 444 ribu hektar yang dimanfaatkan untuk ditanami tebu (Mulyadi.dkk, 2009), maka peluang peningkatan produksi tebu di Indonesia masih cukup besar, baik melalui peningkatan produksi, mutu, produktivitas maupun perluasan areal tanam. Oleh karena itu, dalam memberikan arah dalam merumuskan kebijakan yang terkait dengan pengembangan komoditas tebu di Indonesia, diperlukan informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran tebu yaitu "Analisis Respon Penawaran Tebu ( Saccharum officanarum L.) di Indonesia". Penilitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi respon penawaran tebu di Indonesia melalui pendekatan luas areal dalam jangka pendek dan jangka panjang, dan menganalisis elastisitas respon penawaran tebu dalam jangka pendek dan jangka panjang yang didasarkan pada sensitivitas luas panen tebu terhadap harganya. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kuantitatif dengan metode penentuan persamaan Nerlove dan model koreksi kesalahan ( Error Correction Model ). Analisis dilakukan dengan menggunakan software E-views 6. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder berbentuk time series tahunan dari tahun 1992-2012 yaitu data luas areal tebu, produksi tebu, harga gula, harga gabah dan rata-rata curah hujan di Indonesia. Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik dan Departemen Pertanian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan hasil estimasi error correction model dapat diketahui bahwa variabel harga gula pada tahun sebelumnya, harga gabah pada tahun sebelumnya, luas areal pada tahun sebelumnya, dan rata-rata curah hujan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap variabel penawaran tebu pada taraf nyata 5 persen dan 10 persen. Sedangkan variabel produksi tahun sebelumnya tidak berpengaruh signifikan. Nilai koefisien Error Correction Term (ECT) sebesar -1,03 ii menunjukkan bahwa disequilibrium periode sebelumnya terkoreksi pada periode sekarang sebesar 1,03 persen. ECT menunjukkan seberapa cepat equilibrium tercapai kembali ke dalam keseimbangan jangka panjang. Berdasarkan persamaan model penawaran tebu dapat diketahui bahwa variabel harga gula pada tahun sebelumnya, harga gabah pada tahun sebelumnya dan luas areal tebu pada tahun sebelumnya memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penawaran tebu Indonesia pada taraf nyata 5 persen. Sedangkan variabel produksi tahun sebelumnya dan rata-rata curah hujan tidak berpengaruh signifikan. Nilai elastisitas penawaran tebu dapat dilihat dari nilai dugaan parameter pada model estimasi. Berdasarkan nilai tersebut diketahui ternyata respon harga gula dan harga gabah terhadap penawaran tebu di Indonesia adalah inelastis karena nilai mutlak dugaan parameternya kurang dari satu. Hal ini menunjukkan bahwa penawaran tebu di Indonesia kurang responsif terhadap perubahan harga sendiri dan harga pesaing, sehingga apabila terjadi perubahan pada harga gula dan harga gabah maka tidak akan menimbulkan gejolak yang besar terhadap tingkat penawaran tebu. Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah : 1) Mengingat bahwa nilai elastisitas respon penawaran tebu terhadap harga yang bernilai positif dalam jangka pendek dan jangka panjang, sehingga areal tebu masih menjadi faktor penentu dalam produksi gula dan kebijakan ekstensifikasi atau perluasan areal dalam memenuhi kebutuhan gula masih bisa dilaksanakan sejauh upaya ini dapat dipertanggungjawabkan dari segi efisiensi penggunaan sumberdaya. 2) Program Ekstensifikasi difokuskan pada lahan potensial di luar pulau Jawa, mengingat lahan potensial tebu di luar pulau Jawa masih cukup tinggi, tentunya dengan dukungan infrasutruktur yang memadai seperti informasi, sarana produksi (pupuk, bibit, pengairan), serta pabrik gula yang terjangkau.. 3) Berdasarkan hasil estimasi bahwa curah hujan berpengaruh pada jangka pendek, maka upaya untuk mengantisipasi tingkat curah hujan yang tidak menentu dengan penggunaan teknologi yang tepat seperti varietas unggul, pupuk dan teknik pengarian (irigasi), serta dukungan pemerintah akan membantu program intensifikasi dalam meningkatkan produktivitas tebu. 4) Pada penelitian ini informasi yang digali masih terbatas, oleh karena itu agar dapat informasi yang lebih dalam lagi maka disarankan pada penelitian selanjutnya dapat menganalisis variabel-variabel lain seperti rendemen, pengaruh harga gula dunia dan tarif.