Daftar Isi:
  • Buah-buahan dan sayur-sayuran adalah komoditas pangan yang dihasilkan oleh kegiatan usahatani hortikultura sehingga komoditas hortikultura dapat menjadi salah satu alternatif yang dapat diandalkan dalam pengembangan sektor pertanian. Buah-buahan mempunyai peluang yang besar untuk dikembangkan oleh para pelaku usahatani di Indonesia, karena permintaan terhadap buah-buahan yang semakin meningkat di pasar internasional. Kota Batu adalah kota yang terkenal di Indonesia sebagai kota apel dan sebagai pusat perkebunan apel. Banyak hamparan luas perkebunan apel yang berada disini baik milik pemerintah, swasta ataupun perorangan. Koperasi Serba Usaha (KSU) Brosem Kota Batu merupakan koperasi yang bergerak dalam industri pengolahan makanan dan minuman. Dimana produk yang dihasilkan antara lain sari apel, jenang apel, dan aneka kripik buah. Dalam kegiatan produksi penting bagi perusahaan untuk memperhitungkan bahan-bahan yang akan digunakan sebagai bahan baku sari apel. Perhitungan akan bahan baku ini didasarkan dari produksi rata-rata sari apel yang diproduksi perusahaan tiap tahun yang semakin meningkat. Oleh karena itu perusahaan harus mampu memperhitungkan dengan baik dalam manajemen persedian bahan baku guna mencapai keuntungan produksi yang maksimal serta efektif dan efisien. Penelitian ini bertujuan , diantaranya: 1) Untuk mengetahui prosedur pembellian bahan baku yang diterapkan perusahaan. 2) Untuk mengetahui pembelian yang optimala dengan menggunakan Model Economic Order Quantity (EOQ) dan Model Periodic Order Quantity (POQ) dalam mengelola persediaan bahan baku. 3) Untuk mengetahui model pengendaliaan persediaan bahan baku yang lebih optimal dalam pembelian bahan baku antara metode yang diterapkan perusahaan dengan penerapan Model Economic Order Quantity (EOQ) dan Model Periodic Order Quantity (POQ) dalam mengelola persediaan bahan baku. Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini yaitu prosedur pembelian bahan baku yang diterapkan perusahaan kurang efisien. Hal ini terlihat dari frekuensi pembelian bahan baku yang banyak atau sering. Pembelian dengan frekuensi yang sering ini berakibat pada besarnya biaya pemesanan dan berakibat langsung pada besarnya total biaya persediaan yang ditanggung oleh perusahaan. (1) Dengan menggunakan model Economic Order Quantity (EOQ) didapatkan pemesanan optimal pada bahan baku gula berturut-turut dari tahun 2010 hingga 2013 yaitu 2.601 kg, 2.845 kg, 2.856 kg dan 2.989 kg dengan frekuensi pemesanan 7 sampai 9 kali dalam satu tahun. Sedangkan untuk bahan baku cup didapatkan pemesanan optimal berturut-turut dari tahun 2010 hingga 2013 yaitu 374 karton, 402 karton, 396 karton ii dan 414 karton dengan frekuensi pemesanan 3 sampai 4 kali dalam satu tahun. Untuk bahan baku apel dengan menggunakan model Periodic Order Quantity (POQ) didapatkan pemesanan optimal berturut-turut dari tahun 2010 hingga 2013 yaitu 46 kg, 49 kg, 42 kg dan 39 kg dengan frekuensi pemesanan 54 hingga 107 kali dalam satu tahun. (2) Model Economic Order Quantity (EOQ) dan Periodic Order Quantity (POQ) lebih optimal dalam pembelian bahan baku daripada pembelian yang diterapkan oleh perusahaan. Prosedur pembelian bahan baku yang diterapkan perusahaan kurang efisien. Hal ini terlihat dari frekuensi pembelian bahan baku yang banyak atau sering. Pembelian dengan frekuensi yang sering ini berakibat pada besarnya biaya pemesanan dan berakibat langsung pada besarnya total biaya persediaan yang ditanggung oleh perusahaan. Model Economic Order Quantity (EOQ) dan Periodic Order Quantity (POQ) lebih dapat meminimalkan biaya persediaan daripada metode yang diterapkan oleh perusahaan dalam pengendalian bahan baku. Hal ini terlihat dari total biaya persediaan yang diperoleh dengan model Economic Order Quantity (EOQ) dan Periodic Order Quantity (POQ) jauh lebih kecil daripada model / metode yang ditepakan oleh perusahaan. Adapun selisih yang didapat pada bahan baku gula berturut-turut dari tahun 2010-2013 yaitu Rp 2.961.202 Rp 3.762.750, Rp 3.975.310 serta Rp 4.580.355. Dengan rata-rata selisih setiap tahun dari tahun 2010-2013 antara model persediaan perusahaan dengan model EOQ adalah Rp 3.869.967. Sedangkan pada bahan baku cup selisihnya berturut-turut dari tahun 2010-2013 adalah Rp 1.498.777, Rp 1.891.490, Rp 2.007.890 serta Rp 2.322.010. Dengan rata-rata selisih setiap tahun dari tahun 2010-2013 antara model persediaan perusahaan dengan model EOQ adalah Rp 1.939.823. Dan untuk selisih total biaya persediaan pada bahan baku apel yaitu berturut-turut dari tahun 2010-2013 adalah Rp 1.938.560, Rp 2.478.050, Rp 2.507.600 serta Rp 2.996.580. Dengan rata-rata selisih setiap tahun dari tahun 2010-2013 antara model persediaan perusahaan dengan model POQ adalah Rp 2.495.400. Selanjutnya berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat diajukan saran antara lain: (1) Dalam kegiatan pengendalian bahan baku sebaiknya perusahaan lebih terencana dalam menetapkan kuantitas pembelian bahan baku. Dan sebaiknya disesuaikan dengan jumlah bahan baku yang dibutuhkan untuk proses produksi guna tidak terjadinya kekurangan maupun kelebihan bahan baku. (2) Untuk memperoleh biaya persediaan yang lebih minimal sebaiknya perusahaan menggunakan model Economic Order Quantity (EOQ) dan Periodic Order Quantity (POQ).