Analisis Nilai Tambah Dan Break Even Point Agroindustri Keripik Singkong (Studi Kasus Di Desa Blumbungan, Kecamatan Larangan, Kota Pamekasan)
Main Author: | Wulandari, Trias |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2013
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/129349/1/BAB_5.pdf http://repository.ub.ac.id/129349/2/LAMPIRAN.pdf http://repository.ub.ac.id/129349/2/RINGKASAN_PDF.pdf http://repository.ub.ac.id/129349/2/BAB_4.pdf http://repository.ub.ac.id/129349/2/BAB_3.pdf http://repository.ub.ac.id/129349/2/BAB_6.pdf http://repository.ub.ac.id/129349/3/BAB_2.pdf http://repository.ub.ac.id/129349/ |
Daftar Isi:
- Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi keaneragaman sumber daya alam yang melimpah dengan berbagai wilayah yang memiliki potensi di Sektor Pertanian dimana sebagian besar penduduk Indonesia bekerja pada sektor tersebut. Namun belum adanya pemanfaatan sumber daya alam yang optimal sehingga mengakibatkan rendahnya nilai tambah yang diperoleh dari hasil-hasil pertanian. Salah satu upaya dalam memberikan nilai tambah terhadap komoditi pertanian yaitu melalui industrialisasi berbasis pertanian (agroindustri) dengan memanfaatkan teknologi dan sumberdaya alam serta sumberdaya manusia (Hidayat, 2007). Kegiatan agroindustri merupakan bagian integral dari sektor pertanian mempunyai kontribusi penting dalam proses industrialisasi terutama di wilayah pedesaan. Efek agroindustri tidak hanya mentransformasikan produk primer ke produk olahan tetapi juga budaya kerja dari agraris tradisional yang menciptakan nilai tambah rendah menjadi budaya kerja industrial modern yang menciptakan nilai tambah tinggi (Suryana, 2004). Kebijakan pembangunan agroindustri antara lain kebijakan investasi, teknologi dan lokasi agroindustri harus mendapat pertimbangan utama (Yusdja dan Iqbal, 2002) Saat ini banyak berkembang agroindustri dengan jenis olahan dalam skala usaha yang beragam. Salah satu agroindustri jenis olahan yang diunggulkan di kabupaten Pamekasan Madura adalah agroindustri keripik singkong. Sentra agroindustri singkong terdapat Kecamatan Larangan, Pamekasan, Madura. Agroindustri keripik singkong merupakan salah satu usaha yang cukup potensial mengingat sentra produksi kripik singkong berasal dari Madura dan keripik jenis olahan singkong ini hanya diolah di kota Pamekasan Madura. Pengolahan keripik singkong merupakan suatu kegiatan pasca panen yang mampu memberikan daya simpan yang lebih lama pada singkong dan mampu memberikan nilai tambah. Perumusan permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan adalah : (1) Berapa besarnya nilai tambah dari agroindustri keripik singkong di Desa Blumbungan, Kecamatan Larangan, Pamekasan Madura. (2) Berapa besarnya produksi minimal yang harus dihasilkan oleh pengusaha agroindustri keripik singkong di Desa Blumbungan, Kecamatan Larangan, Pamekasan Madura agar tidak mengalami kerugian. Berdasarkan perumusan permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah : (1) Menganalisis besarnya nilai tambah dari agroindustri keripik singkong di Desa Blumbungan, Kecamatan Larangan, Pamekasan Madura. (2) Menganalisis besarnya produksi minimal yang harus dihasilkan oleh pengusaha agroindustri keripik singkong di Desa Blumbungan, Kecamatan Larangan, Pamekasan Madura agar tidak mengalami kerugian. Metode penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut adalah sentra agroindustri keripik singkong yang ada di Kota Pamekasan. Dalam penelitian ini responden yang digunakan berjumlah 15 orang pengusaha keripik singkong. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dengan kuesioner, observasi dan dokumentasi. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui aspek produksi, aspek sumberdaya manusia, aspek pemasaran, dan aspek sosial ekonomi. Analisis kualitatif meliputi (1) Analisis Nilai Tambah. (2) Analisis Penerimaan. (3) analisis Break Even point. Hasil penelitian antara lain : (1) Rata-rata nilai tambah dalam satu kali proses produksi pada agroindustri keripik singkong semi modern sebesar Rp. 14.592,7 per kilogram bahan baku atau sebesar 79,27 persen dari nilai produksi. Imbalan tenaga kerja yang diterima sebesar Rp. 520 atau 0,04 persen dari nilai tambah, sedangkan keuntungan yang diperoleh sebesar Rp. 14.072,7 atau sebesar 97,9 persen dari nilai tambah. Sedangkan pada agroindustri tradisional sebesar Rp. 12.731 per kilogram bahan baku atau sebesar 79,08 persen dari nilai produksi. Imbalan tenaga kerja yang diterima sebesar Rp. 300 atau 2,35 persen dari nilai tambah, sedangkan keuntungan yang diperoleh sebesar Rp. 12.431 atau sebesar 97,6 persen dari nilai tambah. Jumlah rata-rata keripik singkong dalam satu kali proses produksi agroindustri keripik singkong 50-51,4 kilogram. Rata-rata penerimaan dalam satu kali proses produksi pada agroindustri keripik singkong yang menggunakan mesin adalah sebesar Rp. 1.013.142,86 sedangkan pada agroindustri keripik singkong yang tidak menggunakan mesin sebesar Rp. 798.000,00. Dari uraian tersebut, maka hipotesis pertama yang telah dirumuskan dapat diterima, dengan jumlah bahan baku yang sama agroindustri keripik singkong semi modern lebih besar perolehan nilai tambah jika dibandingkan dengan agroindustri tradisional. (2) Nilai B/C rasio agroindustri keripik singkong pada agroindustri keripik singkong yang menggunakan mesin adalah sebesar 3,8 sedangkan pada agroindustri keripik singkong yang menggunakan tenaga tradisional sebesar 3,5, sehingga dapat dinyatakan bahwa agroindustri keripik singkong layak dikembangkan dan memberikan nilai keuntungan bagi pengusahanya. Berdasarkan nilai BEP dapat diketahui bahwa agroindustri keripik singkong yang menggunakan mesin berada pada titik impas pada volume produksi 0,43 kilogram dengan penerimaan sebesar Rp. 15.776,00 sedangkan pada keripik singkong yang tidak menggunakan mesin sebesar 0,20 kg dengan penerimaan sebesar Rp. 5.352,00, sehingga dapat disimpulkan bahwa agroindustri keripik singkong telah melewati titik impas yaitu dengan volume sebesar 51,4 kilogram dengan penerimaan sebesar Rp. 1.013.142,86 dan volume sebesar 50 kilogram dengan penerimaan sebesar Rp. 798.000,00. Dari uraian tersebut, maka hipotesis kedua yang telah dirumuskan dapat diterima, karena agroindustri keripik singkong layak untuk dikembangkan dan memberikan keuntungan bagi pengusahanya yaitu tingkat keuntungan agroindustri semi modern lebih tinggi daripada agroindustri tradisional.(3) Berdasarkan uraian mengenai hasil perhitungan nilai tambah, penerimaan dan BEP maka dapat disimpulkan bahwa agroindustri keripik singkong dapat memberikan nilai tambah pada komoditas singkong, nilai tambah yang diberikan masuk dalam kriteria tinggi yaitu 79,08 dan 79,33 persen. Suatu produk yang memberikan nilai tambah pasti akan memberikan keuntungan bagi pengusahanya dimana besar kecilnya keuntungan yang diterima dipengaruhi oleh besarnya total penerimaan dan total biaya produksi, total penerimaan pada agroindustri keripik singkong yang menggunakan mesin sebesar Rp. 1.013.142,86 sedangkan yang tidak menggunakan mesin sebesar Rp.798.000,00 . Dengan perhitungan analisis B/C rasio diketahui bahwa agroindustri keripik singkong layak untuk dikembangkan dan menguntungkan bagi pengusaha keripik singkong dan perhitungan BEP maka diketahui produksi minimal yang harus dicapai oleh agroindustri keripik singkong yang menggunakan mesin dengan jumlah bahan baku yang sama yaitu sebesar 0,43 kg dengan harga Rp. 15.776 sedangkan pada agroindustri yang masih menggunakan tenaga tradisional sebesar 0,20 kg dengan harga Rp. 5.352. dari data tersebut maka dapat diketahui titik impas dimana agroindustri tidak mengalami kerugian ataupun keuntungan dan data tersebut sesuai dengan hipotesis kedua yaitu agroindustri semi modern lebih tinggi tingkat keuntungannya dan tingkat BEP nya daripada agroindustri yang masih menggunakan tenaga tradisional.