Daftar Isi:
  • Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dari banyaknya penduduk atau tenaga kerja yang bekerja pada sektor pertanian (BPS, 2012a). Memasuki abad ke-21, gaya hidup sehat dengan slogan Back to Nature telah menjadi tren baru masyarakat dunia. Masyarakat dunia semakin menyadari bahwa penggunaan bahan kimia anorganik seperti pupuk anorganik, pestisida anorganik, dan hormon tumbuh dalam produksi pertanian berdampak negatif terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Di samping itu, pertanian organik juga didukung program Go Organic 2010 yang dicanangkan Departemen Pertanian dengan visi mewujudkan Indonesia sebagai salah satu produsen pangan organik terbesar di dunia (Kompasiana, 2010). Komoditi padi merupakan komoditi yang sasaran produksinya paling banyak jika dibandingkan dengan komoditi lainnya untuk dikembangkan secara organik (Departemen Pertanian, 2007). Desa Sumberngepoh, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang sesuai untuk pengembangan padi organik. Hal ini didukung adanya beberapa petani yang menghasilkan pupuk organik dari kotoran hewan dan beberapa lahan yang mendapatkan air langsung dari sumber mata air. Dalam satu musim tanam, produktivitas padi di sana adalah enam ton per hektar. Dari hasil survei pendahuluan, diketahui bahwa stok beras organik di Desa Sumberngepoh pada tahun 2012 sebesar 46,992 ton, sedangkan permintaannya dari tahun ke tahun semakin meningkat (kelompok tani Sumber Makmur I, 2010). Bahkan tidak jarang narasumber selaku ketua kelompok tani padi organik membatasi permintaan beras organik dalam jumlah besar. Di samping itu, permasalahan yang timbul di kelompok tani Sumber Makmur I ketika beralih dari pertanian konvesional ke pertanian organik adalah pada tahun 2003 pada lahan seluas tiga hektar milik salah satu petani tidak mengalami panen pada musim pertama peralihan, kemudian pada musim berikutnya panennya lebih rendah daripada padi non-organik, hingga pada musim ketujuh baru panennya stabil. Dari adanya fenomena tersebut maka penting dilakukan analisis kelayakan finansial usahatani padi organik untuk mengetahui sejauh mana usahatani padi organik yang dilakukan layak atau tidak dikembangkan di masa yang akan datang. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis arus uang tunai (cash flow), menganalisis kelayakan finansial usahatani padi organik berdasarkan kriteria investasi dan payback period, serta menganalisis kepekaan/sensitivitas usahatani padi organik di Desa Sumberngepoh terhadap peningkatan biaya produksi dan penurunan jumlah produksi padi organik. Metode yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian adalah analisis arus uang tunai (cash flow), analisis kriteria investasi dan payback period, serta analisis sensitivitas. Analisis arus uang tunai (cash flow) terdiri dari investasi awal usahatani padi organik, biaya produksi usahatani padi organik, penerimaan usahatani padi organik, dan keuntungan usahatani padi organik. Analisis kriteria investasi terdiri dari NPV, IRR, dan Net B/C rasio, serta payback period. Untuk analisis sensitivitas dilakukan terhadap peningkatan biaya produksi sebesar 30% dan penurunan jumlah produksi padi organik sebesar 20% yang dilakukan atas dasar kondisi riil di tempat penelitian. Hasil penelitian antara lain: 1. Besarnya biaya investasi yang dikeluarkan pada musim tanam ke-0 adalah Rp 38.885.000,00. Hasil akhir dari kumulatif kas usahatani padi organik selama 18 musim tanam adalah positif yaitu sebesar Rp 149.702.415,00. Hal tersebut menandakan bahwa usahatani yang selama ini dilakukan oleh petani menguntungkan. 2. Nilai NPV adalah sebesar Rp 118.619.064,05 berarti manfaat bersih yang diterima investor atau petani dalam usahatani padi organik selama 18 musim tanam adalah sebesar Rp 118.619.064,05. NPV yang bernilai positif tersebut menandakan bahwa usahatani padi organik di Desa Sumberngepoh layak untuk dikembangkan karena mampu memberikan keuntungan kumulatif sebesar Rp 118.619.064,05 dalam waktu 18 musim tanam. 3. Dengan tingkat suku bunga yang digunakan yaitu suku bunga deposito BRI (5,25%/tahun), IRR yang diperoleh selama 18 musim tanam (1 tahun 3 musim tanam) adalah sebesar 27%. Dengan demikian proyek ini dinilai layak karena telah melebihi suku bunga yang disyaratkan. Nilai IRR yang besar dikarenakan oleh produktivitas padi organik yang mencapai 6 ton per hektar, berbeda dengan padi non-organik yang produktivitasnya 4,7 ton per hektar. Selain itu juga didukung oleh beberapa input produksi yang diproduksi sendiri, sehingga harganya tidak terlalu mahal. 4. Nilai Net B/C rasio adalah 1,83. Nilai tersebut menunjukkan bahwa setiap Rp 1,00 biaya produksi yang dikeluarkan untuk keperluan usahatani padi organik dalam kurun waktu 18 musim tanam akan memberikan keuntungan sebanyak Rp 1,83. Hasil perhitungan Net B/C rasio lebih dari satu, maka usahatani padi organik tersebut layak untuk dikembangkan. 5. Nilai payback period usahatani padi organik adalah 5 musim tanam. Hal ini menunjukkan bahwa modal yang dikeluarkan oleh petani akan kembali pada musim tanam ke-5, sementara umur ekonomis traktor adalah 15 tahun, sehingga masih ada sisa investasi umur traktor. 6. Pada sensitivitas peningkatan biaya produksi sebesar 30% diperoleh nilai NPV sebesar Rp 75.915.612,53, IRR lebih besar dari suku bunga (1,75%) yaitu 16%, dan Net B/C rasio lebih besar dari satu yaitu 1,41. Saat sensitivitas penurunan jumlah produksi sebesar 20% diperoleh nilai NPV sebesar Rp 66.426.633,62, IRR lebih dari suku bunga (1,75%) yaitu 17%, dan Net B/C rasio lebih satu yaitu 1,47. Apabila dilihat dari nilai ketiga kriteria investasi pada kedua sensitivitas yang dilakukan, menunjukkan bahwa usahatani padi organik di Desa Sumberngepoh, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang masih dalam kondisi layak untuk dikembangkan. 7. Batas toleransi peningkatkan biaya produksi adalah sebesar 82,5% dengan nilai NPV sebesar Rp 1.185.279,21, IRR sebesar 2%, dan Net B/C rasio sebesar 1,00, sedangkan batas toleransi penurunan jumlah produksi ada sebesar 42,5% dengan nilai NPV Rp -118.715,18, IRR sebesar 2%, dan Net B/C rasio sebesar 1,00. Pada kedua kondisi tersebut usahatani padi organik tidak layak untuk dikembangkan. Usahatani padi organik tidak sensitif terhadap biaya produksi, dikarenakan meningkatnya biaya produksi tertutupi oleh produktivitas padi organik yang meningkat pada musim kemarau 1 dan musim kemarau 2. Akan tetapi, usahatani padi organik sensitif terhadap penurunan jumlah produksi yang diakibatkan oleh serangan tikus. Kesimpulan penelitian ini adalah dengan biaya investasi awal sebesar Rp 38.885.000,00 dalam 18 musim tanam diperoleh kumulatif kas sebesar Rp 149.702.415,00, NPV sebesar 118.619.064,05, IRR sebesar 27%, dan Net B/C rasio sebesar 1,83, serta payback period dalam waktu 5 musim tanam. Oleh karena itu usahatani padi organik di Desa Sumberngepoh, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang layak untuk dikembangkan. Selanjutnya, saat terjadi peningkatan biaya produksi sebesar 30% dan penurunan jumlah produksi sebesar 20% usahatani padi organik tersebut masih layak untuk dikembangkan. Untuk batas toleransi peningkatan biaya produksi adalah sebesar 82,5% karena tertutupi oleh produktivitas yang meningkat pada musim kemarau 1 dan 2, sedangkan untuk batas toleransi penurunan jumlah produksi adalah sebesar 42,5% yang disebabkan oleh serangan tikus. Saran yang mampu diberikan oleh penulis antara lain adalah: 1. Usahatani padi organik di Desa Sumberngepoh sensitif terhadap penurunan jumlah produksi. Penurunan jumlah produksi disebabkan oleh serangan hama tikus. Oleh sebab itu, perlu adanya tindakan untuk membasmi hama tikus tersebut, seperti pemaksimalan penutupan lubang tikus. 2. Seharusnya dosis penggunaan pupuk kompos yang mulanya sebanyak 3 ton ditambah 2 ton sebagaimana literatur yang ada yaitu 5