Daftar Isi:
  • Jagung merupakan salah satu tanaman pangan kedua setelah beras yang memiliki peranan sangat penting dalam penyedia bahan pangan, bakan baku industri olahan maupun sebagai bahan pakan ternak. Tingginya permintaan jagung sebagai bahan pakan ternak tersebut disebabkan oleh meningkatnya industri-industri pakan ternak dan kesadaran masyarakat dalam memenuhi standart gizi yakni protein. Hal ini mengakibatkan pemerintah melakukan impor jagung dari berbagai negara seperti Amerika dan Argentina. Berdasarkan data FAO (Food Agricultural Organization) 2013, impor jagung yang dilakukan Indonesia pada tahun 2008 yakni sebesar 286.541 ton lalu mengalami peningkatan sebesar 338.798 ton pada tahun 2009 dan pada tahun 2010 mengalami peningkatan impor 5 kali lipat dari tahun sebelumnya yakni sebesar 1.527.516 ton. Sudah tidak adanya lagi pengaturan harga dasar jagung dan tataniaga jagung menyebabkan harga jagung ditentukan oleh mekanisme pasar. Karena harga jagung mengikuti mekanisme pasar, maka harga dari komoditas jagung mengalami ketidakpastian (volatilitas). Volatilitas harga merupakan suatu ukuran ketidakpastian harga yang salah satunya disebabkan oleh keadaan iklim, sehingga berakibat pada kenaikan harga yang terlalu tinggi maupun terjadi penurunan harga secara drastis sehingga petani mengalami kerugian. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah mengamati volatilitas atau ketidakpastian harga yang terjadi pada komoditas jagung di Jawa Timur dan pengaruh volatilitas terhadap penawaran jagung di Jawa Timur. Metode analisis yang digunakan dalam mengamati volatilitas harga yaitu menggunakan historical volatility dan untuk mengetahui pengaruh volatilitas terhadap penawaran yakni dengan menggunakan naive model. Dalam menganalisis volatilitas harga jagung di Jawa Timur, data yang digunakan yaitu data harga jagung di tingkat produsen dimana meliputi periode harga bulanan pada tahun 1997 sampai dengan 2011, tepatnya pada tanggal 1 Januari 1997 hingga 31 Desember 2011. Berdasarkan hasil analisis volatilitas dengan menggunakan metode historical volatility, maka didapatkan bahwa komoditas jagung di Jawa Timur memiliki ketidakstabilan harga terutama pada tahun 1998 merupakan puncak tertinggi dan pada tahun 2002 merupakan volatilitas harga yang terendah. Kenaikan atau penurunan harga jagung ini dikarenakan belum adanya harga dasar pada komoditas jagung sehingga penentuan harga ditentukan melalui mekanisme pasar. Berdasarkan uji kointegrasi dan uji ECM (Error Correction Model) maka didapatkan hasil bahwa pengaruh volatilitas terhadap penawaran jagung memiliki hubungan yang berlawanan arah antara jangka panjang dan juga memiliki arah yang berlawanan pada jangka pendek. Pada hubungan jangka panjang, apabila terjadi ketidakpastian harga dalam jangka panjang maka hal tersebut akan mempengaruhi jumlah penawaran. Jika jumlah penawaran menurun, akan berdampak pada penurunan luas areal tanam dan hal ini juga akan mempengaruhi produksi jagung dalam negeri sehingga permintaan dalam negeri tidak tercukupi dan menyebabkan terjadinya impor. Pada hubungan jangka pendek, jika produksi meningkat dan harga turun maka akan dapat mengganggu keuntungan petani dan mengakibatkan petani menjadi enggan menanam jagung. Akibat enggannya petani menanam jagung, maka akan berdampak pada jumlah produksi jagung dalam negeri, sehingga permintaan dari dalam negeri tidak dapat tercukupi. Sejalan dengan perkembangan kebijakan jagung, yakni tahun 1990 terjadi penghapusan mengenai kebijakan harga jagung, hal ini dinilai tidak efektif karena harga jual petani selalu jauh lebih tinggi dibandingkan harga dasar yang ditetapkan. Melihat karakteristik pasar jagung maka implikasi kebijakan yang dapat diterapkan yakni dengan kebijakan harga atap dan harga dasar. Penerapan kebijakan ini bertujuan agar dapat melindungi produsen maupun konsumen dari harga yang terlampau tidak, dan juga diharapkan dapat mengurangi impor.