Respon Kedelai (Glycine Max L. Merril) Var. Anjasmoro Pada Pemberian Pupuk Anorganik Dan Pupuk Daun Organik
Daftar Isi:
- Kedelai ialah komoditas pangan strategis di Indonesia. Produksi kedelai dalam negeri terus menurun seiring dengan merosotnya areal tanam. Produksi biji kedelai kering selama 2011 diperkirakan sebanyak 843 ribu ton atau menurun 7 % dibanding produksi tahun 2010 yang volumenya sekitar 907 ribu ton. (BPS, 2011). Untuk mencukupi permintaan kedelai dalam negeri yang terus meningkat pemerintah melakukan impor. Oleh karena itu, upaya meningkatkan produksi kedelai nasional dalam rangka menuju swasembada kedelai perlu dilakukan karena peranan komoditas kedelai dalam perekonomian Indonesia, kedudukannya sangat penting dan memiliki nilai strategis yang perlu mendapat perhatian terkait perdagangan internasional (Amar, 2010). Peningkatan produksi kedelai dapat dilakukan dengan upaya peningkatan produktivitas melalui upaya-upaya budidaya, salah satunya ialah pemupukan. Pupuk organik apabila dilihat secara fisik ada dua macam yaitu pupuk organik padat dan pupuk organik cair. Pupuk organik padat lebih umum digunakan karena berkaitan dengan ketersediaan dan cara penggunaannya. Pupuk urin sapi (Biourine) ialah pupuk organik cair yang mengandung zat perangsang tumbuh yang dapat digunakan sebagai pengatur tumbuh. Selain mengandung ZPT, urin juga mengandung senyawa lain seperti nitrogen dalam bentuk amoniak. Amoniak dalam urin sapi tersebut menyebabkan tingginya suhu (panas) urin sapi. suhu dapat diturunkan dengan menurunkan kadar amoniak dalam urin sapi dengan cara fermentasi, baik menggunakan bakteri pengurai atau dengan cara menyimpan urin tersebut (Ardian dan Muniarti, 2007). Pemupukan dengan menggunakan urin sapi yang telah difermentasikan selama 3 minggu dapat meningkatkan produksi tanaman. Urin sapi mengandung unsur N, P dan K yang cukup tinggi dan mengandung unsur Ca yang dapat meningkatkan ketahanan terhadap serangan penyakit (Phrimantoro, 2002). Tujuan dilaksanakan penelitian ini ialah mempelajari pengaruh pemberian pupuk anorganik dan pupuk daun organik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai serta memperoleh waktu pupuk daun organik yang tepat untuk peningkatan hasil kedelai. Hipotesis yang diajukan adalah (1) Terdapat pengaruh nyata antara perlakuan waktu pemberian urin sapi dan pupuk anorganik terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai; (2) Penggunaan pupuk daun organik (urin sapi) dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik. Penelitian dilaksanakan di desa Pandansari Lor, kecamatan Jabung, kabupaten Malang yang terletak pada ketinggian 662 dpl, dengan jenis tanah oxisol, suhu minimal berkisar antara 18 – 21oC, suhu maksimal berkisar antara 30 – 33oC, curah hujan 100 mm/bln dan pH tanah 6 – 6.2. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: cangkul, meteran, alat tugal, tali rafia, knapsack spreyer, timbangan analitik, penggaris, oven dan Leaf Area Meter (LAM). Bahanbahan yang digunakan ialah benih kedelai varietas Anjasmoro, pupuk daun organik (urin sapi), pupuk Urea (46%N), pupuk SP-36 (36% P2O5), pupuk KCl (60% K2O), Furadan 3G dan insektisida Decis 2,5 EC. Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Petak Terbagi (RPT) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor dan 3 kali ulangan. Petak utama ialah pupuk daun organik terdiri dari 3 level dan pupuk anorganik terdiri dari 3 level. Perlakuan-perlakuan tersebut terdiri dari (P1) tanpa urin sapi + menggunakan P dan K, (P2) tanpa urin sapi + menggunakan N dan K, (P3) tanpa menggunakan urin sapi + menggunakan pupuk N, P, dan K, (P4) pemberian urin sapi dengan waktu 14 hari + menggunkan P dan K, (P5) pemberian urin sapi dengan waktu 14 hari + menggunakan N dan K, (P6) pemberian urin sapi dengan waktu 14 hari + menggunakan pupuk N, P, dan K, (P7) pemberian urin sapi dengan waktu 7 hari + menggunakan P dan K, (P8) pemberian urin sapi dengan waktu 7 hari + menggunakan N dan K, (P9) pemberian urin sapi dengan waktu 7 hari + menggunakan pupuk N, P, dan K. Variabel pengamatan pertumbuhan tanaman dilakukan secara destruktif dengan mengambil dua tanaman contoh untuk setiap perlakuan yang dilakukan pada saat tanaman berumur 20, 35, 50, 65, 80 hst dan pada saat panen. Parameter pengamatan pertumbuhan meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, indeks luas daun (ILD), bobot kering total tanaman. Pengamatan panen pada saat tanaman berumur 95 hst meliputi: Jumlah polong isi per tanaman, bobot biji per tanaman, bobot 100 biji, hasil panen ha-1 dan indeks panen. Data penunjang berupa analisis tanah dan urin sapi. Analisis tanah dan urin sapi untuk mengetahui kandungan N, P, K dan nisbah C/N. Data pengamatan yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (uji F) pada taraf 5%. Bila hasil pengujian diperoleh perbedaaan yang nyata maka dilanjutkan dengan uji perbandingan antar perlakuan dengan menggunakan Uji Beda Nyata Terkecil (uji t) pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara waktu pemberian urin sapi dan pemupukan anorganik pada komponen pertumbuhan yang meliputi tinggi tanaman, luas daun, indeks luas daun, bobot kering tanaman dan laju pertumbuhan relatif tanaman serta pada komponen hasil yang meliputi jumlah polong per tanaman, bobot biji per tanaman dan hasil ton ha-1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada variabel jumlah polong isi per tanaman, perlakuan waktu pemberian urin sapi 7 hari disertai pupuk P dan K meningkat sebesar 71,78% jika dibandingkan dengan tanpa pemberian urin sapi disertai pupuk P dan K. Sedangkan pada variabel hasil ton ha-1 perlakuan waktu pemberian urin sapi 7 hari disertai pupuk N, P dan K meningkat sebesar 27,93 % jika dibandingkan dengan tanpa pemberian urin sapi disertai pupuk N, P dan K. Secara umum tidak terdapat perbedaan nyata pada waktu pemberian urin sapi 14 hari dan 7 hari serta berbagai pemberian pupuk anorganik pada pemberian urin sapi yang sama pada komponen pertumbuhan dan hasil kedelai.