Persilangan Kedelai (Glycine Max L. Merrill.) Varietas Anjasmoro Dan Grobogan Dengan Galur Gm2 Dan Gm5 Toleran Alumunium (Al)
Main Author: | Fatimah, Laila Nur |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2018
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/12864/1/LAILA%20NUR%20FATIMAH.pdf http://repository.ub.ac.id/12864/ |
Daftar Isi:
- Kedelai (Glycine max L. Merrill.) menjadi salah satu komoditas pangan utama di Indonesia dan merupakan sumber protein nabati. Kendala pengembangan kedelai di lahan marginal antara lain adanya kemasaman tanah dan kejenuhan alumunium (Al) tinggi. Penanganan kemasaman tanah dan kejenuhan Al dapat dilakukan melalui pengapuran, namun aplikasi kapur pada tanah masam untuk budidaya kedelai memberikan pengaruh yang cepat hilang sehingga kurang ekonomis bagi petani. Alternatif yang dapat diterapkan adalah menanam varietas kedelai toleran, tetapi ketersediaannya saat ini masih terbatas. Upaya perakitan varietas kedelai toleran Al perlu dikembangkan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keberhasilan persilangan antara galur Gm2 dan Gm5 yang mengandung gen toleran Al (gen MaMt2) dengan varietas Anjasmoro dan Grobogan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2017 hingga April 2018, bertempat rumah kawat Balai Besar Penelitian Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB Biogen), Bogor. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 12 perlakuan dan 3 ulangan. Ulangan dilakukan berdasar waktu pelaksanaan persilangan yaitu U1 (08.00 – 11.00), U2 (11.00 – 14.00) dan U3 (14.00 – 17.00). Perlakuan terdiri dari empat persilangan buatan (Anjasmoro x Gm2, Anjasmoro x Gm5, Grobogan x Gm2, Grobogan x Gm5), empat selfing buatan dan empat selfing alami masing-masing tetua. Hasil menunjukkan tingkat keberhasilan persilangan buatan antara Anjasmoro x Gm2 memiliki persentase sebesar 56,67%, Anjasmoro x Gm5 80%, Grobogan x Gm2 60%, dan Grobogan x Gm5 80%. Kombinasi perlakuan selfing alami memiliki persentase keberhasilan lebih tinggi (93,33% - 96,67%) dibandingkan dengan selfing buatan (73,33% - 80%) maupun persilangan buatan (56,67% - 80%). Keberhasilan pembentukan polong Anjasmoro x Gm2, Anjasmoro x Gm5, Grobogan x Gm2, dan Grobogan x Gm5 secara berturut-turut adalah 59,05%; 42,59%; 53,77%; 28,97%. Keberhasilan pembentukan polong pada perlakuan selfing buatan dan selfing alami secara berturut-turut untuk Anjasmoro sebesar 48,15%; 57,04%; Grobogan sebesar 40,28%; 44,81%; Gm2 sebesar 54,17%; 60,74%; dan Gm5 41,60%; 48,52%. Jumlah biji per polong pada hasil persilangan buatan dan selfing buatan berkisar satu hingga dua biji, sedangkan pada selfing alami mampu terbentuk tiga maupun empat biji per polong. Ukuran polong dan biji hasil persilangan buatan cenderung mengikuti ukuran tetua betina namun menunjukkan rata-rata lebih kecil. Berdasarkan uji t, variabel panjang, lebar dan tebal biji hasil persilangan dibandingan dengan hasil selfing tetua betina menunjukkan hasil yang berbeda nyata.