Modal Sosial (Social Capital) dan Partisipasi Petani Tebu Dalam Pelaksanaan Kemitraan Dengan Pabrik Gula Kebon Agung (Studi Kasus di Kelurahan Wonokoyo, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang
Main Author: | FerdinansyahIsmail |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2010
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/128487/1/051100098.pdf http://repository.ub.ac.id/128487/ |
Daftar Isi:
- Indonesia memiliki sumberdaya alam yang potensial untuk mengembangkan sektor pertanian. Salah satu komoditas perkebunan yang telah dikembangkan sejak masa penjajahan Belanda adalah tebu (Saccharum officinarum). Kebutuhan gula dari tahun ke tahun semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Sedangkan dari beberapa Pabrik Gula yang masih beroperasi, persoalan kurangnya pasokan bahan baku juga terus menggejala. Umumnya, kasus itu menimpa pabrik-pabrik gula di Pulau Jawa. Salah satu pemecahan dari masalah itu adalah dengan dilaksanakannya kemitraan antara petani tebu dengan Pabrik Gula. Kerjasama yang baik antara petani dan Pabrik Gula memungkinkan produksi mampu memenuhi kebutuhan gula. Untuk itu diperlukan kerjasama yang baik pula, dan tidak menguntungkan salah satu pihak saja. Hubungan yang baik antara dua pihak atau lebih itu biasa dikenal dengan istilah modal sosial (social capital). Pola kemitraan antara PG Kebonagung dan petani tebu pada dasarnya merupakan proyek sosial yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan bagi PG Kebonagung ataupun bagi petani. PG Kebonagung mengadakan kemitraan dengan petani di Kelurahan Wonokoyo untuk memenuhi kebutuhan pabrik berupa tebu untuk bahan baku pembuatan gula. Sedangkan petani mengadakan kemitraan karena membutuhkan jasa penggilingan tebu, pinjaman sarana dan prasarana produksi, serta pembinaan dan teknologi yang disediakan oleh PG Kebonagung. Oleh karena itu kedua belah pihak saling bekerjasama dan masing-masing pihak memiliki tanggungjawab yang harus dipenuhi. Tujuan dari penelitian ini adalah : 1) Mendeskripsikan modal sosial (social capital) yang dimiliki petani dalam pelaksanaan kemitraan dengan PG. Kebonagung. 2) Mendeskripsikan tingkat partisipasi petani tebu dalam pelaksanaan kemitraan dengan PG. Kebonagung. 3) Mendeskripsikan hubungan modal sosial (social capital) yang dimiliki oleh petani tebu dengan tingkat partisipasi dalam pelaksanaan kemitraan antara petani tebu dan pihak pabrik gula Kebonagung. Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif (descriptive research). Penentuan daerah penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) di kelurahan Wonokoyo kecamatan Kedungkandang kota Malang. Penentuan responden dilakukan dengan metode survey, dimana sampel diambil 50% dari jumlah populasi yaitu sebanyak 30 responden. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah melalui wawancara, observasi, dokumentasi. Metode analisis data yang digunakan untuk mendeskripsikan modal sosial dan partisipasi adalah analisis deskriptif dan skoring. Sedangkan untuk menganalisis hubungan modal sosial dan partisipasi petani digunakan daftar tabel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal sosial kelompok tani Ainul Hayat termasuk dalam kategori tinggi dengan skor 40,1 atau sebesar 89,11% dari skor maksimal. Hal ini didukung dengan indikator jaringan, ketaatan terhadap norma kemitraan, dan kepercayaan yang juga termasuk dalam kategori tinggi. Partisipasi petani terhadap program kemitraan PG. Kebonagung juga termasuk dalam kategori tinggi dengan skor 38,23 atau sebesar 79,65% dari skor maksimal. Sehingga terdapat kecenderungan hubungan antara modal sosial dengan partisipasi petani terhadap program kemitraan PG. Kebonagung. Rasa saling percaya mendorong kesadaran untuk menjalankan norma-norma kemitraan sehingga semakin baik kualitas modal sosial. Dengan baiknya kualitas modal sosial maka akan diikuti partisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan, bahkan dalam hal menikmati hasil. Sehingga semakin tinggi modal sosial akan mempengaruhi partisipasi petani untuk terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan menikmati hasil. Berdasarkan penelitian diatas dapat disarankan bahwa perlunya upaya lebih inovatif untuk meningkatkan kesadaran petani dalam mematuhi peraturan. Karena meskipun terdapat sanksi, selama petani masih merasa untung petani lebih memilih untuk tidak melaksanakan teknologi PG. Kebongung. Sehingga hal ini akan menjaga jalannya kerjasama kemitraan yang terjalin agar dapat berjalan baik dengan prinsip saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.