Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi pada Usahatani Tebu (Saccharum officinarum) studi kasus pada Usahatani Tebu Kredit dan Mandiri Di Desa Banjarsari, Kecamatan Ng
Main Author: | TitikIraW |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2008
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/128052/1/050800700.pdf http://repository.ub.ac.id/128052/ |
Daftar Isi:
- Jumlah permintaan Tebu (Saccharum officinarum) yang merupakan salah satu komoditas pertanian bernilai ekonomis tinggi dan merupakan penyokong utama industri gula beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan. Tetapi hal tersebut ternyata memiliki dampak kurang baik bagi stabilitas gula nasional dikarenakan jumlah pasokan tebu yang diolah menjadi gula kurang mencukupi. Kurangnya pasokan tersebut diakibatkan dari berfluktuasinya produktifitas yang cenderung selalu ke arah penurunan dari tahun ke tahun. Seperti periode tahun 2002–2004 jumlah produksi rata-rata yang dicapai adalah 2.034 juta ton (Susila, 2005). Pada periode 2005-2006 produksi rata-rata yang dicapai menurun menjadi 1.600 juta ton (Isma’il, 2006). Dalam hal ini, pemerintah telah melakukan beberapa tindakan untuk meningkatkan produktivitas dengan meningkatkan geliat petani untuk menanam komoditas tebu agar kebutuhan dalam negeri tercukupi. Salah satu tindakan yang dilakukan pemerintah berupa penerapan program TRI yang digunakan untuk merangsang peningkatan produktifitas tebu dengan pemberian kredit bagi petani agar pendapatan petani meningkat. Tetapi tentunya hal tersebut tidak secara langsung berdampak pada peningkatan pendapatan jika alokasinya kurang tepat. Oleh karenanya, penelitian mengenai pengaruh pemberian kredit bagi pendapatan petani perlu dilakukan serta bagaimana tingkat efisiensi penggunaan faktor produksi yang dicapai oleh petani. Salah daerah yang merupakan terapan dari program TRI adalah Desa Banjarsari, Kecamatan Ngantru, Kabupaten Tulungagung serta merupakandaerah yang mayoritas penduduknya berusahatani tebu dan jumlah petani paling banyak yang memperoleh bantuan kredit. Tingkat pendapatan petani tebu diukur menggunakan analisis pendapatan yaitu menghitung tingkat keuntungan yang diperoleh dengan melakukan pengurangan penerimaan dengan biaya usahatani selama musim tanam tahun 2007 kemudian dilakukan perbandingan tingkat pendapatan yang diperoleh masing-masing kelompok tani. Pengujian tingkat efisiensi usahatani digunakan analisis stokastik frontier yang digunakan untuk menguji efisiensi sampai pada tingkat individu variabel yang digunakan. Dalam modelnya, frontier memiliki dua galat atau error term yaitu galat yang menunjukkan kesalahan dalam model dan menunjukkan ketidakefisienan suatu usahatani. Hasil penelitian terhadap tingkat pendapatan dan tingkat efisiensi faktorfaktor produksi menyatakan bahwa dari hasil pengujian menggunakan analisis pendapatan maka diperoleh kesimpulan bahwa pendapatan petani tebu mendiri lebih tinggi dibandingkan dengan petani kredit. Pendapatan petani kredit sebesar Rp 9.316.242,01 dan mandiri sebesar Rp 10.989.900,3. Hasil pengujian t ratio dengan nilai thitung < ttabel (2,180 < 2,423) yang menyatakan menolak hipotesis yaitu pendapatan usahatani tebu sistem lebih tinggi kredit dibandingkan dengan sistem mandiri. Hal tersebut juga menyatakan bahwa pemberian kredit kepada petani selama ini tidak memberikan pengaruh yang cukup baik terhadap pendapatan petani. Pengujian hipotesis kedua menggunakan analisis stokastik frontier dimana dalam output akan ditampilkan dua estimasi dari metode OLS (ordinary least square)dan MLE (maximum Likelihood Estimator). Tetapi dalam penganalisaan data, metode yang dipakai adalah metode MLE dikarenakan selain metode ini lebih signifikan daripada OLS, metode ini juga mengestimasi nilai sigma square yang menunjukkan tingkat variasi produksi. Metode MLE juga memiliki tingkat residual yang lebih tinggi dibanding dengan OLS sehingga perkiraan produksi akan mencapai titik maksimal yang lebih tinggi daripada menggunakan metode OLS. Pada petani mandiri menyatakan bahwa faktor tenaga kerja saja yang memiliki hubungan positif serta berpengaruh nyata terhadap produksi. Faktor lahan memiliki nilai negatif tetapi berpengaruh nyata terhadap produksi dan penggunaan pupuk urea dan ZA memiliki nilai negatif serta berpengaruh tidak nyata terhadap produksi. Pada petani kredit hasil analisis stokastik frontier menyatakan bahwa lahan dan tenaga kerja yang memiliki hubungan yang positif dan faktor lahan saja yang berpengaruh nyata terhadap produksi. Penggunaan pupuk ZA tidak berpengaruh nyata terhadap produksi sedangkan urea bernilai negatif tetapi berpengaruh nyata terhadap produksi. Nilai l yang menunjukkan variasi dari kesalahan pengganggu dan s 2u yang menandakan variasi cukup besar serta berbeda dengan nol mengindikasikan bahwa asumsi tentang adanya distribusi setengah normal (half-normal distribution) harus diterima. Uji hipotesis dengan menggunakan uji Likelihood Ratio Test (LR) pada kedua sistem usahatani menunjukkan nilai yang lebih besar dari 2 1 c dan dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat bukti bahwa s 2u = 0 atau semua usahatani yang dilakukan oleh petani mandiri di Desa Banjarsari, Kabupaten Tulungagung adalah 100 persen efisien. Hasil rata-rata efisiensi teknik yang dicapai oleh kedua kelompok petani menunjukkan bahwa tingkat efisiensi rata-rata petani mandiri lebih tinggi dari petani kredit. Nilai rata-rata efisiensi petani kredit sebesar 95,3 % dan petani mandiri sebesar 94,3 %. Hal tersebut memiliki makna bahwa rata-rata petani mandiri mencapai tingkat efisiensi sebesar 95 dan 94 pada petani kredit, sehingga dalam mencapai tingkat efsiensipotensial petani memerlukan 5 persen pada petani mandiri dan petani kredit sebesar 6 persen untuk meningkatkan produksinya. Dari hasil yang diperoleh maka hipotesis awal ditolak yang menyatakan bahwa alokasi penggunaan input faktor produksi yang dilakukan petani tebu kredit lebih efisien dari petani mandiri di Desa Banjarsari, Kecamatan Ngantru, Kabupaten Tulungagung pada produksi tahun 2007.