Analisis pola konsumsi pangan rumahtangga perdesaan dalam mewujudkan diversifikasi konsumsi pangan studi kasus di Desa Putukrejo Kecamatan Kalipare Kabupaten Malang

Main Author: FannyWidadie
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2008
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/128046/1/050800615.pdf
http://repository.ub.ac.id/128046/
Daftar Isi:
  • Pembangunan pertanian di Indonesia saat ini diarahkan pada dua program utama yaitu pembangunan agribisnis dan ketahanan pangan. Salah satu subsistem penting ketahanan pangan adalah konsumsi pangan yang diarahkan pada terwujudnya diversifikasi konsumsi pangan. Sudah sejak tahun 1974, pemerintah melalui inpresnya telah mengeluarkan kebijakan penganekaragaman konsumsi pangan akan tetapi sampai saat kebijakan tersebut belum berhasil sebagaimana yang diharapkan. Hal ini terbukti dengan meningkatnya berbagai kasus malnutrisi, gizi buruk, kelaparan dan ketergantungan pangan beras yang cukup tinggi. Semua fenomena tersebut mengindikasikan bahwa ketahanan pangan di tingkat rumahtangga masih sangat rendah. Oleh karena itu permasalahan tersebut perlu diatasi dengan terus memperkuat diversifikasi konsumsi pangan. Diversifikasi konsumsi pangan ini mencakup penganekaragaman konsumsi pangan baik berupa karbohidrat, protein dan lemak yang diarahkan pada terpenuhinya kebutuhan pangan dan gizi tubuh secara seimbang. Diversifikasi konsumsi pangan sangat penting untuk dapat diwujudkan sebagai bagian pembangunan ketahanan pangan dan peningkatan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas. Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis kondisi diversifikasi konsumsi pangan pada rumahtangga perdesaan, (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat diversifikasi konsumsi pangan rumahtangga perdesaan, (3) menggambarkan strategi untuk mewujudkan kondisi diversifikasi konsumsi pangan pada rumahtangga perdesaan.Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) di Desa Putukrejo, Kalipare, Malang, karena merupakan daerah lahan kering dan persentase kemiskinannya cukup tinggi. Kondisi wilayah yang demikian mengindikasikan sangat rentan untuk terjadinya kerawanan pangan. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 65 rumahtangga melalui rumus slovin. Metode penentuan sampelnya dilakukan dengan proportional cluster random sampling dengan mengelompokkan sampel berdasarkan jenis pekerjaan utama rumahtangga. Pekerjaan utamanya di sektor pertanian didapatkan sejumlah 51 rumahtangga dan sisanya di sektor bukan pertanian sejumlah 14 rumahtangga. Data pola konsumsi pangan dikumpulkan melalui metode food recall 2x24 jam. Kemudian ditabulasi dengan menggunakan pendekatan perhitungan Pola Pangan Harapan (PPH). PPH ini digunakan sebagai indikator keberhasilan diversifikasi konsumsi pangan. Semakin tinggi skor PPH mengindikasikan bahwa semakin tinggi pula tingkat diversifikasi konsumsi pangan. Jika skor PPH sudah tercapai sebesar 100, maka diversifikasi konsumsi pangan sudah efektif. Dan terwujudnya kondisi yang demikian ditentukan oleh tercapainya kuantitas konsumsi energi sebesar 2.200 kkal atau 100%AKE yang proporsi energinya seimbang pada seluruh kelompok pangan. Sementara itu analisis regresi linearberganda (multiple regression) digunakan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi diversifikasi konsumsi pangan. Dan strategi untuk mewujudkan diversifikasi konsumsi pangan dijelaskan secara deskriptif dengan memperhatikan kondisi lapang daerah penelitian, hasil penilaian konsumsi pangan dan variabel internal dan eksternal karakteristik rumahtangga yang berpengaruh signifikan terhadap tingkat diversifikasi konsumsi pangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) pola konsumsi pangan rumahtangga perdesaan belum mencerminkan diversifikasi konsumsi pangan. Hal ini terlihat dari rerata skor PPH aktual yang diperoleh hanya sebesar 56.39 lebih rendah daripa skor normatif. Rendahnya skor PPH ini disebabkan kuantitas konsumsi energinya yang hanya mencapai 1.669 kkal/kap/hr atau hanya 77.22 %AKE serta proporsi energinya yang tidak seimbang pada seluruh kelompok pangan. Dan dengan membandingkan antara pencapaian kuantitas konsumsi energi aktual dan normatif pada masing-masing kelompok pangan, diketahui bahwa pada kelompok pangan kacang-kacangan saja sudah efektif dikonsumsi, sementara pada kelompok pangan padi-padian dan buah/biji berminyak melebihi nilai normatifnya dan pada kelompok pangan umbi-umbian, pangan hewani, minyak lemak, gula dan sayur-buah masih jauh dari nilai normatif. Kuantitas dan kualitas terendah adalah pada kelompok pangan hewani. (2) Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap diversifikasi konsumsi pangan adalah pendidikan ibu rumahtangga, jumlah anggota rumahtangga, pendapatan perkapita, aksesinformasi, penerimaan RASKIN dan pemanfaatan lahan pekarangan. Hal ini memliki arti bahwa semakin tinggi pendidikan ibu, jumlah anggota rumahtangga, pendapatan perkapita, akses informasi dan penerimaan RASKIN akan semakin mempertinggi tingkat diversifikasi konsumsi pangannya. Dan rumahtangga yang memanfaatkan lahan pekarangannya untuk bahan pangan lebih tinggi tingkat diversifikasi konsumsi pangannya daripada yang tidak memanfaatkan pekarangannya. (3) Strategi untuk mewujudkan diversifikasi konsumsi pangan dapat dilakukan baik oleh rumahtangga maupun pemerintah. Strategi tersebut secara garis besarnya antara lain meliputi peningkatan produksi pangan berbasis rumahtangga, pemberdayaan perempuan, peningkatan pengetahuan dan sosialisasi gizi, efektifitas bantuan pemerintah dan peningkatan pendapatan perkapita. Saran dalam penelitian ini adalah (1) sosialisasi pengetahuan gizi terutama diarahkan kepada pemahaman Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) secara berkesinambungan, (2) Adanya usaha intensifikasi pemanfaatan lahan perkarangan di perdesaan (3) RASKIN perlu untuk terus dilanjutkan dan adanya evaluasi untuk mengefektifkan bantuan RASKIN agar berjalan sesuai prosedur, (4) pemberdayaan kaum perempuan melalui peningkatan pendidikan dan ketrampilannya serta mengoptimalkan peranannya dalam organisasi kelembagaan desa (PKK), (5) pemerintah perlu untuk meningkatkan pendapatan rumahtangga melalui pembukaan akses lapangan pekerjaan di perdesaan, (6) Disarankan pada penelitian selanjutnya memasukkan variabel lain yang belum terdapat dalam penelitian ini, sehingga didapatkan gambaran pola konsumsi pangan yang lebih lengkap.