Evaluasi Kesesuaian Lahan Tanaman Kakao (Theobroma cacao) Pada Perusahaan Daerah Unit Perkebunan Sangiang Kabupaten Jembrana Bali
Main Author: | IPutuAdeIndrayana |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2008
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/127930/ |
Daftar Isi:
- Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman kakao dengan metode klasifikasi lahan menurut Djaenuddin et al . (1997), serta membuat rekomendasi pengelolaan lahan dalam usaha peningkatan produksi kakao. Penelitian ini menggunakan metode survei lapangan dan analisa laboratorium dengan tahapan: 1) persiapan meliputi: pemetaan, pemilihan metode dan pra survei, 2) survei lapangan, 3) analisa contoh tanah dan 4) analisa data. Keadaan iklim daerah survei berdasarkan Schmidt dan Ferguson. Berdasarkan nilai Q, termasuk tipe C (agak basah) yaitu antara 33 %-60 %. Nilai Q adalah ratio antara rata-rata bulan kering terhadap bulan basah yang dinyatakan dalam persen. Rata-rata curah hujan tahunannya adalah 2111,9 mm. Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh kelas kesesuaian lahan untuk seluruh blok pengamatan secara aktual masuk kedalam kelas S3 dengan faktor pembatas kelembaban udara, kedalaman tanah dan ketersediaan C organik kecuali pada blok 5 dan blok 10. Faktor pembatas kelembaban udara dapat ditingkatkan kelasnya menjadi cukup sesuai (S2) dengan cara pemangkasan tajuk tanaman kakao dan tanaman penaung, sehingga sinar matahari masuk ke dalam tajuk tanaman dan sirkulasi udara di bawah tajuk tanaman menjadi lancar. Hal ini memacu terbentuknya asimilat untuk menghasilkan bunga. Sedangkan kedalaman tanah berkaitan dengan kedalaman perakaran. Kedalaman efektif tanah yang dangkal menyebabkan perakaran tanaman tidak maksimal menyerap unsur hara, oleh karena itu harus dilakukan penambahan unsur hara berupa pupuk hijau dan pupuk kandang. Pupuk hijau berasal dari sisa pemangkasan tanaman kakao maupun tanaman penaung sedangkan pupuk kandang berasal dari kotoran ayam dan kotoran sapi. Melalui perlakuan tersebut kelas kesesuaian lahan pada faktor pembatas kedalaman tanah dapat ditingkatkan menjadi cukup sesuai (S2). Dengan penambahan unsur hara tersebut mengatasi kekurangan C organik pada lokasi penelitian dan mampu meningkatkan kelas kesesuaian lahannya menjadi cukup sesuai (S2). Perbaikan drainase dengan membuat rorak pada pokok tanaman kakao dan saluran drainase pada pinggiran blok atau pada sisi kanan dan kiri jalan kebun dapat mengurangi genangan air saat hujan, sehingga kelas kesesuaian cukup sesuai (S2) dapat ditingkatkan menjadi sangat sesuai (S1). Bahaya erosi ringan menyebabkan kesesuaian lahan aktual cukup sesuai (S2) dan ditingkatkan kelasnya menjadi sangat sesuai (S1) dengan cara membuat teras pada lahan yang miring selain itu dengan menanam tanaman penutup tanah. Perbaikan kualitas lahan tersebut dapat meningkatkan kelas kesesuaian lahan sesuai marginal (S3) menjadi cukup sesuai (S2) dan sangat sesuai (S1). Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah Perkebunan sub unit Sangiang, Desa Candikusuma Kecamatan Melaya Kabupaten Jembrana Bali untuk budidaya tanaman kakao mempunyai 1 kelas kesesuaian lahan aktual yaitu S3 namun dapat berubah menjadi S2 jika ada penambahan bahan organik/pupuk dan pemangkasan tajuk untuk meningkatkan kelas kesesuaian lahan potensial menjadi cukup sesuai (S2) untuk budidaya kakao. Sedangkan saran yang diajukan adalah perlunya penanganan intensif dan pemeliharaan terhadap tanaman kakao misalnya pemangkasan secara rutin, karena merupakan tanaman utama pada lokasi penelitian. Dalam budidaya kakao diperlukan naungan dari 12 bulan sebelum penanaman bibit, setelah 4 tahun naungan dikurangi 20 % dan setelah 5 tahun naungan dikurangi 25 %. Naungan yang sesuai adalah kelapa, mahoni dan lamtoro. Pohon jati dan sengon dapat juga dijadikan tanaman pagar pada budidaya kakao. Perlu kajian terhadap kelas kesesuaian lahan menurut Djaenuddin et al . (1997) tentang kelembaban udara yang baik untuk budi daya kakao, karena menurut literatur semakin tinggi kelembaban udara semakin baik untuk budidaya kakao sedangkan menurut Djaenudin sebaliknya.