Proses Dan Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian Ke Non Pertanian Terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Petani studi kasus Di Desa Winongo Kecamatan Manguharjo Kotamadya Madiun

Main Author: AnggoroRosaArtanto
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2008
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/127783/1/050801979.pdf
http://repository.ub.ac.id/127783/
Daftar Isi:
  • Dinamika pembanguan di segala aspek, terutama di aspek pendidikan dan Agama, lahan yang semula berfungsi sebagai media bercocok tanam (pertanian), berangsur-angsur berubah menjadi multifungsi pemanfaatan. Konversi lahan pertanian serta pembangunan menjadi masalah tersendiri sekarang ini. Faktanya seperti yang kita lihat bahwa pembangunan yang dilakukan terutama didaerah perkotaan sebagian besar adalah konversi dari lahan sawah. Luas lahan sawah produktif yang makin berkurang akan berpengaruh terhadap keadaan sosial dan ekonomi petani. Petani yang menggantungkan kehidupan pada lahan sawah tentunya akan berpikir untuk mencari mata pencaharian lain. Alih fungsi lahan pertanian akan mempengaruhi petani sebagai pihak yang terlibat langsung. Adapun permasalahannya adalah (1). Bagaimana proses alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian terjadi? (2). Bagaimana alokasi penggunaan uang ganti rugi oleh petani ? (3). Bagaimana dampak alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian terhadap perubahan kondisi sosial ekonomi petani ? Sedangkan tujuannya adalah: (1). Mendeskripsikan proses alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. (2). Mendeskripsikan alokasi penggunaan uang hasil penjualan lahan oleh petani (3). Mendeskripsikan dampak alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian terhadap perubahan kondisi sosial ekonomi petani. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) yaitu di Desa Winongo Kecamatan Manguharjo yang berada di kota Madiun. Jenis penelitian yang digunakan yaitu Deskriptif, Penetuan responden dengan metode sensus Jumlah populasi yang diamati adalah sebanyak 20 kepala keluarga. Metode analisis data Deskriptif digunakan untuk menjawab tujuan penelitian yaitu :Mendeskripsikan proses alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian, Mendeskripsikan penggunaan uang ganti rugi oleh petani, Mendeskripsikan dampak alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian terhadap perubahan kesejahteraan petani, yang mana meliputi keadaan sosial dan ekonomi petani. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan: wawancara terstruktur (dengan menggunakan kuisioner), wawancara, observasi dan dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa: 1. Proses alih fungsi lahan Proses alih fungsi lahan di awali dengan adanya informasi kepada petani melalui undangan untuk datang pada pertemuan pertama yang dilakukan di Kelurahan Winongo, petani mendapatkan penjelasan akan adanya pembangunan SNBI dan Asrama Haji yang berlokasi di lahan sawah mereka. Pemerintah juga memberikan alasan mengapa pembangunanya dilakukan di lokasi tersebut, tujuanya yaitu untuk memeratakan tempat pendidikan dan sarana Keagamaan agar tidak terpusat di tengah-tengah kota, lahan di kota sempit, dan Kota Madiun mempunyai Sekolah Nasional Berstandar Internasional serta Asrama Haji. Pertemuan yang pertama ini juga memberi informasi bahwa pemerintah Kota akan membeli lahan petani. Pertemuan kedua membahas masalah harga lahan/myang telah disepakati, antara petani dengan pemerintah. Setelah berunding, akhirnya disepakati harga/ m adalah Rp 21.500. Petani mengumpulkan sertifikat tanah untuk di data dan diperiksa oleh BPN Kota Madiun. Keabsahan dari sertifikat tanah dapat diketahui. Pendataan dan pemeriksaan sertifikat tanah telah dilakukan oleh BPN, selanjutnya petugas BPN mengukur ulang luas lahan di lapang untuk diperiksa kesesuaiannya dengan luas lahan yang tercantum dalam sertifikat tanah. 22 Pertemuan yang ketiga membahas masalah sistem pembayaran. Sistem pembayaranya yang telah disepakati ada yang kontan dan ada yang dibayar secara cicilan, tergantung kesepakatan individu petani dengan pemerintah kota. Harga jual yang lebih dari Rp 100.000.000, sebagian besar dicicil pembayarannya, mengenai berapa kali cicilan dan persentase tiap cicilannya tergantung kesepakatan individu petani dengan pemerintah kota. Pembayaran secara kontan lebih banyak dilakukan yaitu 13 orang petani dengan persentase (65%), mengingat uang yang dibayar sebagian besar kurang dari Rp 100.000.000. 2. Penggunaan uang hasil penjualan lahan oleh petani Penggunaan uang hasil penjualan lahan oleh petani dibagi menjadi tiga penggunaan yaitu produktif, investasi, dan konsumtif. Penggunaan produktif dibagi menjadi empat penggunaan yaitu membeli ternak, membuka usaha baru (toko/bengkel/slep padi, dll), membeli alat transportasi untuk usaha, dan membeli lahan. Investasi dibagi menjadi dua yaitu investasi SDM (membiayai pendidikan anak), dan investasi usaha. Penggunaan konsumtif dibagi menjadi menjadi tiga yaitu memperbaiki rumah, membeli alat transportasi, dan membeli alat elektronik (TV, Hand Phone dll). Penggunaan uang hasil penjualan lahan oleh petani berbeda-beda, baik penggunaan produktif, investasi maupun konsumtif. Hal ini didasarkan pada status sosial petani yang dilihat dari pemilikan luas lahan yang di jual. Semakin luas lahan yang dimiliki semakin tinggi status sosialnya. Batasannya adalah sebagai berikut status sosial tinggi dengan luas lahan yang dimiliki > 0,77ha ada 5 petani (25%), status sosial sedang dengan luas lahan yang dimiliki diantara 0,33-0,77ha ada 8 petani (40%), dan status sosial rendah dengan luas lahan yang dimiliki < 0,33ha ada 7 petani (35%). Penggunaan uang hasil penjualan untuk petani dengan status sosial tinggi untuk keperluan produktif, yaitu membuka usaha baru dengan persentase 60%. Rincianya petani membeli traktor untuk disewakan, menjadi penyedia bahan bangunan, dan molen pengaduk semen melihat peluang akan adanya pembangunan prasarana sekolah dan asrama haji. Selain itu membeli alat transportasi untuk usaha dengan persentase 80%. Penggunaan uang untuk keperluan produktif seperti dijelaskan diatas dirasa menguntungkan walaupun uang yang harus dikeluarkan tidak sedikit, yang mana petani yang status sosial menengah dan rendah belum tentu mampu. Investasi SDM (Sumber Daya Manusia) untuk petani status sosial tinggi persentasenya 80%. Pendidikan anak dirasa penting, sehingga mereka mau mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk biaya sekolah maupun kuliah untuk anak mereka. Sedangkan investasi usaha mencapai 40% mereka fokuskan untuk membeli rumah dan disewakan atau dikontrakkan, dan membantu anak membuka usaha. Petani yang berstatus sosial tinggi penggunaan konsumtifnya yaitu untuk membeli alat transportasi mencapai 100% terutama membeli mobil. Penggunaan konsumtif membeli alat elektronik mencapai 60%. Sementara untuk memperbaiki rumah sudah tidak dialokasikan mengingat rumah mereka sudah bagus. Petani yang status sosialnya sedang penggunaan uang hasil penjualan untuk keperluan produktif yaitu membeli ternak 37,5%, membuka usaha baru 50%, membeli alat transportasi 12,5%, dan membeli lahan 50%. Mereka berpendapat membeli lahan di daerah lain yang lebih murah harganya nantinya akan menguntungkan, demikian dengan ternak yang mana modalnya mampu mereka penuhi. Investasi SDM 25% dan investasi usaha 75%. Penggunaan konsumtif untuk memperbaiki rumah 62,5% dan membeli alat transportasi 87,5%. Alat transportasi mereka membeli sepeda motor yang terjangkau harganya. Konsumtif untuk membeli alat elektronik mencapai 62,5%. Petani yang status sosialnya rendah penggunaan uang hasil penjualan untuk keperluan produktif yaitu membeli ternak 28,57%, membuka usaha baru 42,86%, membeli alat transportasi 14,29%, dan membeli lahan 28,57%. Mereka lebih tertarik usaha baru yang mana pada waktu dulu menjadi petani