Kajian Jamur Endofit Daun Pada Budidaya Konvensional Dan PHT Di Pertanaman Apel (Malus sylvestris Mill)
Main Author: | AriWicaksono |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2008
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/127765/1/050801785.pdf http://repository.ub.ac.id/127765/ |
Daftar Isi:
- Apel (Malus syllvestris Mill.) adalah tanaman tahunan yang berasal dari daerah subtropis. Di Indonesia apel telah ditanam sejak tahun 1934, dan dapat berbuah baik. Kabupaten Malang (Poncokusumo) dan kota Batu merupakan daerah sentra produksi apel di Indonesia. Di daerah tersebut tanaman apel mulai diusahankan petani sekitar tahun 1950, dan setelah tahun 1960 tanaman tersebut berkembang dengan pesat, karena pada tahun 1950 telah ditemukan teknik budidaya dan pembuahan apel. Oleh karena itu, budidaya apel di Indonesia, khususnya didaerah Malang sebagai penghasil buah apel perlu diperhatikan, dengan penggunaan pestisida secara bijaksana dan menerapkan konsep PHT (Pengelolaan Hama Terpadu) didalam budidaya tanaman apel. Perbedaan teknik budidaya yang dilakukan oleh petani apel diduga dapat membedakan nilai indeks keragaman, tingkat kemerataan, kekayaan jenis dan indeks dominasi dari jamur endofit yang ada pada masing-masing lahan (PHT dan konvensional). Jamur endofit melindungi tanaman inangnya dari organisme pengganggu tanaman yang ada di alam dengan menghasilkan mikotoksin yang digunakan untuk menghalangi hewan herbivore dan antibiotic, serta digunakan untuk menekan patogen. Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2007 sampai dengan bulan November 2007. Untuk pengambilan sampel daun apel sehat dilakukan pada dua lahan, yaitu : lahan PHT (lahan apel dibawah naungan FKPM) dan lahan konvensional yang terletak di kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang. Pengambilan sampel daun sehat dilakukan dengan metode acak, sebanyak 2 kali pengambilan sampel. Kemudian sampel daun tersebut diinkubasi pada media PDA (Potato Dextrose Agar) yang dilakukan di Laboratorium Fitopatologi Fakultas Pertanian, jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Universitas Brawijaya Malang. Pengamatan munculnya jamur endofit dilakukan setiap hari selama ± 5 hari. Setiap jamur endofit yang muncul langsung dilakukan pemurnian. Identifikasi dilakukan dengan pembiakan isolat jamur pada obyek gelas, kemudian diamati di bawah mikroskop. Setelah ditemukan organ-organ jamur endofit di bawah mikroskop, selanjutnya dibandingkan dengan pedoman referensi. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa jumlah jamur yang diperoleh dari lahan teknologi PHT lebih tinggi dari lahan konvensional. Ada beberapa jenis jamur yang sama pada kedua lahan, yaitu : jamur dari marga Nigrospora sp dan Acremonium sp. Nilai indeks dominasi, tingkat kemerataan dan kekayaan jenis yang dimiliki oleh lahan PHT lebih tinggi daripada lahan konvensional, sedangkan nilai indeks dominasi lahan konvensional memiliki nilai yang lebih tinggi dari lahan PHT. Dapat disimpulkan bahwa perbedaan tenik budidaya yang dimiliki oleh petani berpengaruh terhadap keberadaan jamur endofit yang ada pada jaringan daun apel.