Daftar Isi:
  • Penelitian ini menjelaskan tentang konflik pengelolaan Wisata Sumber Maron di Desa Karangsuko Kecamatan Pagelaran Kabupaten Malang, yang melibatkan Pemerintah Desa Karangsuko dan juga masyarakat desa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Karangsuko maupun pengelola WSLIC/BPSABS Sumber Maron. Masing-masing pihak berusaha mengambil alih dan mengusai mata air Sumber Maron secara utuh dengan dalih mensejahterahkan masyarakat. Upaya saling klaim diantara kedua pihak memicu terjadinya konflik pengelolaan Wisata Sumber Maron. Penelitian ini mengangkat dua poin penting, pertama, mengidentifikasi konflik yang meliputi aktor, tujuan, isu, kepentingan, nilai, kebutuan, style, dan juga strategi. Kedua, mengidentifikasi upaya resolusi konflik yang diusahakan aktor-aktor yang terlibat dalam konflik. Adapun kajian ini ditinjau dari teori konflik Ho Won Jeong dan juga konsep resolusi konflik. Sedangkan jenis penelitian ini adalah kualitatif yang akan dipaparkan secara deskriptif. Proses pengambilan data dilakukan melalui metode wawacara dan juga dokumentasi. Konflik yang terjadi melibatkan berbagai pihak diantaranya Pemerintah Desa Karangsuko, BPD Karangsuko, BPSABS Sumber Maron, Aliansi Masyarakat Karangsuko, dan juga beberapa instansi pemrintahan terkait. Tujuan yang ingin diraih para aktor utama dalam konflik ini adalah mendominasi konflik dan juga bisa menguasai mata air Sumber Maron secara utuh. Sedangkan nilai yang dipegang oleh para aktor adalah kekeluargaan, kedaulatan, historis, dan juga sosial. Pemerintah Desa Karangsuko sendiri mengadopsi beberapa style dalam konflik ini, yakni, contending, yielding, dan juga avoiding. Sementara itu, keberadaan mata air Sumber Maron menjadi penting bagi pemerintah desa maupun masyarakat sekitar karena menjadi sumber kehidupan dan perekonomian, sehingga aktor-aktor konflik ini berusaha mendominasi konflik. Adapun strategi resolusi konflik yang digunakan Pemerintah Desa Karangsuko adalah melalui model penyelesaian sendiri dan juga intervensi pihak ketiga. Namun sayangnya upaya resolusi konflik itu sendiri belum bisa menyelesaikan konflik sampai ke akar-akarnya karena masih adanya egoisme dari masing-masing pihak.