AnalisisKetidakpatuhan Australia TerhadapPrinsip Non-Refoulement Yang TercantumPadaPasal 33 Ayat (1) Konvensi Status PengungsiTahun 1951 DalamKasusPengusiranPencariSuakaPadaTahun 2013

Main Author: Lestari, DindaDwiBudi
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2016
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/122341/1/SKRIPSI-DINDA_DWI_BUDI_LESTARI_%28115120401111013%29_2.pdf
http://repository.ub.ac.id/122341/1/COVER%2C_KATA_PENGANTAR%2C_TABEL%2C_DKK_1.pdf
http://repository.ub.ac.id/122341/
Daftar Isi:
  • Dalam upaya menyikapi kedatangan pencari suaka di Australia yang semakin meningkat akibat dari semakin tingginya tingkat konflik di dunia Internasional, Pemerintah Australia telah menandatangani Konvensi Status Pengungsi 1951 yang merupakan instrumen mengenai status dan berbasis pada hak-hak serta didukung oleh sejumlah prinsip-prinsip dasar, khususnya non-diskriminasi, larangan pengenaan hukuman serta larangan pengusiran dan pengembalian. Salah satu kewajiban yang harus ditaati oleh Australia di dalam konvensi tersebut adalah larangan untuk memulangkan pengungsi dan pencari suaka ke suatu negara dimana terdapat situasi penyiksaan, atau yang dikenal sebagai prinsip non-refoulement. Namun di tahun 2013, pemerintah Australia memberlakukan kebijakan Operation Sovereign Borders yang merupakan inisiatif keamanan batas negara Australia yang dipimpin oleh lembaga militer untuk menghentikan kedatangan kapal-kapal yang hendak memasuki wilayah perairan Australia. permasalahan muncul ketika kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Australia ini dianggap melanggar prinsip non-refoulement yang tercantum dalam Konvensi 1951 yang sebelumnya telah di tandatangani oleh Australia. Maka dari itu dalam penelitian ini nantinya akan dijelaskan mengenai faktor-faktor yang melatarbelakangi ketidakpatuhan Australia terhadap prinsip non-refoulement dengan menggunakan teori Non-Compliance untuk menganalisa fenomena ini.