Menormalkan Yang Dianggap “Tidak Normal”
Main Author: | Damaiati, KurniaRizqi |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2016
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/122303/1/KURNIA_RIZQI_DAMAIATI_115120107111008_SOSIOLOGI_PEMBANGUNAN_2011.pdf http://repository.ub.ac.id/122303/ |
Daftar Isi:
- Bahasa isyarat memiliki keanekaragaman bahasa yang sangat banyak yang berbeda-beda di setiap daerahnya, seperti di Surabaya, Kediri, Sidoarjo, Malang, Blitar dan daerah-daerah lain yang antara daerah satu dengan lainnya memiliki perbedaan. Oleh sebab adanya bahasa isyarat yang beranekaragam jenisnya tersebut, kemudian pemerintah melakukan pendisiplinan bahasa kepada mereka melalui adanya penerapan kebijakan bahasa isyarat SIBI sebagai bentuk penormalan kepada tunarungu. Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis penerapan kebijakan bahasa isyarat SIBI yang digunakan tunarungu di SLB dan Institusi Pendidikan Kota Malang dan melihat respons atau tanggapan tunarungu atas kebijakan tersebut. Penelitian ini menggunakan teori Governmentality Michel Foucault, yaitu tentang governmentality yang dijalankan oleh pemerintah melalui kebijakan isyarat SIBI. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus deskriptif. Informasi penelitian didapatkan melalui dua sumber, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer yaitu dengan teknik wawancara dan observasi langsung. Sedangkan sumber data sekunder adalah melalui dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan SIBI di Kota Malang SIBI diterapkan di semua SLB sesuai Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI nomor 0161/U/1994 tentang pembakuan SIBI untuk tunarungu. Penerapan kebijakan SIBI dilakukan pada sekolah (SLB dan PLB), yang konstruksinya lebih pada institusi-institusi pendidikan. SIBI yang ditujukan pada tunarungu adalah wujud governmentality yang dibuat oleh pemerintah serta Mendikbud sebagai upaya untuk penataan kepada tunarungu untuk menjadi patuh dan berguna. Dimana patuh dan berguna disini dilakukan melalui pendoktrinan dari pihak guru bahwa SIBI bagus untuk digunakan tunarungu layaknya bahasa orang normal. Sehingga tunarungu akan bisa menjadi produktif agar memudahkan mereka diterima dalam ranah publik. Namun hal tersebut tujuannya yaitu untuk politik kekuasaan semata. Respons tunarungu atas kebijakan SIBI, adalah menolak, namun mereka juga menjalankan SIBI sesuai dengan Peraturan Mendikbud RI nomor 0161/U/1994 tentang pembakuan SIBI yang bersifat nasional. Penolakan tunarungu atas SIBI yaitu dengan melakukan perlawanan wacana yang dilakukan oleh komunitas tuli.