Memahami Identitas Bikultural Pada Anak (Studi Fenomenologi Terhadap Negosiasi Identitas Anak Hasil Pernikahan Campuran)

Main Author: Arini, HappyYulfarida
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2016
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/121976/
Daftar Isi:
  • Penelitian ini memfokuskan pada identitas bikultural anak hasil pernikahan campuran. Pernikahan campuran yang dimaksud yaitu pernikahan dari orang tua yang memiliki latar belakang budaya Barat dan budaya Timur. Penelitian ini bertujuan untuk memahami identitas bikultural dan menganalisis negosiasi identitas budaya pada anak. Tinjauan pustaka penelitian ini meliputi Komunikasi Antar Budaya, identitas budaya, budaya Barat dan Timur, peran orang tua, dan teori negosiasi identitas. Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi. Menggunakan metodologi penelitian kualitatif, paradigma interpretatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara mendalam. Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan teknik analisis data fenomenologi Van Kaam. Untuk menjawab fenomena penelitian ini digunakan empat informan. Penelitian ini menghasilkan lima proposisi. Proposisi pertama, terdapat tiga faktor yang melandasi penggunaan bahasa anak untuk berinteraksi dengan orang tua. Faktor tersebut adalah anak memperoleh tuntutan dari orang tua dalam penggunaan bahasa, anak secara sukarela mengikuti bahasa orang tua, anak dalam penggunaan bahasa karena didikan orang tua sejak kecil. Ketiga faktor penggunaan bahasa anak untuk berinteraksi dengan orang tua yang beraneka ragam ini berpengaruh dengan cara belajar bahasa anak dan kemampuan bahasa anak. Proposisi kedua, anak hasil pernikahan campuran tidak mengalami kebingungan menghadapi perbedaan latar belakang budaya dari orang tuanya. Anak tidak mengalami kebingungan karena di antara orang tua sudah saling memahami, tidak saling menuntut, dan saling menjaga keharmonisan dalam keluarga. Suasana kondusif dalam keluarga menjadikan anak hasil pernikahan campuran merasa tidak masalah dengan adanya perbedaan dalam keluarganya. Proposisi ketiga, anak memiliki pemahaman budaya Barat dan Timur yang baik. Anak hasil pernikahan campuran memahami budaya Barat dan Timur dalam tingkatan artefak budaya seperti masalah penampilan. Anak hasil pernikahan campuran ini juga mampu memahami budaya Barat dan Timur dalam tingkatan norma, nilai, kepercayaan, dan tradisi. Seperti dalam hal kebiasaan, sikap, standar kesopanan, standar kewajaran, gaya hidup, etika, pengamalan beragama dalam budaya Barat dan Timur. Anak memiliki pemahaman budaya Barat dan Timur yang baik, karena kedua budaya tersebut dialami oleh anak dalam kehidupan. Proposisi keempat, terdapat kategori identitas bikultural anak berkaitan hubungannya dengan orang tua. Kategorinya ialah dominan Barat dibanding Timur, imbang antara Barat dan Timur, dominan Timur dibanding Barat, dan identitas samar. Kemudian, kaitan identitas bikultural anak hubungannya dengan orang tua ialah orang tua mengajarkan nilai yang terkandung dalam keluarga kepada anak. Sehingga orang tua sebagai pandangan anak untuk melakukan kebiasaan yang boleh dan tidak boleh dilakukan, gambaran anak melihat budaya Barat dan Timur, dan sebagai landasan nilai yang berkembang dalam keluarga. Proposisi kelima, identitas bikultural setiap anak tergantung pada negosiasi identitas yang dilakukan anak. Untuk menjadi dominan Barat dibanding Timur, imbang antara Barat dan Timur, dominan Timur dibanding Barat, dan identitas samar ditentukan oleh negosiasi anak.