Governability Pemerintah Kabupaten Ponorogo Dalam Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Pada Tahun 2011-2014
Main Author: | Rizki, MutiaraAmalia |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2015
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/121649/ |
Daftar Isi:
- Kabupaten Ponorogo merupakan kabupaten pemberangkat TKI tertinggi kedua di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2013 dan menjadi Kabupaten dengan pemberangkatan TKI tertinggi di tahun 2014. Terdapat tiga kecamatan yang menjadi wilayah kantong TKI yaitu Kecamatan Sukorejo, Babadan, dan Jenangan. Kabupaten Ponorogo memiliki jumlah penduduk sebesar 863.900 jiwa. Dari jumlah tersebut sebanyak 76.470 jiwa bekerja pada bidang jasa khususnya TKI. Selama tahun 2011 hingga 2014, telah terjadi 248 masalah yang dialami oleh TKI pada masa penempatan dan 52 masalah TKI meninggal dunia di negara tujuan. Hal ini menegaskan pentingnya perlindungan bagi TKI terutama pada masa penempatan. Penelitian ini dilakukan di tiga kecamatan yang menjadi wilayah kantong TKI yaitu Kecamatan Sukorejo, Babadan dan Jenangan dengan metode wawancara sebagai sumber data primer dan dokumentasi sebagai sumber data sekunder. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Analisis pada penelitian ini menggunakan teori governability dan Sembilan political goods yang menjadi indikator dari empat tingkat governability, yaitu strong state, weak state, failed state dan collapsed state. Empat tingkat tersebut diturunkan menjadi strong regency,weak regency, failed regency dan collapsed regency. Dilihat dari Governability Pemerintah Kabupaten Ponorogo dalam perlindungan TKI memiliki kecenderungan pada strong regency. Hal ini dikarenakan dari sembilan indikator strong state yang ditirunkan dalam strong regency, Pemerintah Kabupaten Ponorogo memenuhi tujuh pendistribusian political goods yang menjadi indikator Governability. Sistem keamanan yang telah dijalankan dengan sistem sinergis antar elemen, juga pelayanan kesehatan yang telah didapatkan secara merata. Selain itu pendidikan juga menjadi barang politik yang mampu diakses oleh semua TKI dengan tersedianya infrastruktur dasar seperti BLK-LN. yang diimbangi dengan pengawasan dan pengaturan yang memadai. Hanya saja peran pemerintah ini perlu ditingkatkan terutama pada tata hukum daerah serta penyediaan ruang publik bagi TKI.