Daftar Isi:
  • Penelitian ini bertujuan untuk memberikan uraian terhadap retorika politik calon Presiden Republik Indonesia 2014 dalam debat kandidat capres pada Pemilihan Umum 2014. Penelitian kualitatif ini menggunakan metode Discourse Analysis. Analisis data menggunakan discourse analysis Stephen Toulmin dengan melihat unsur claims, data, warrants, backings, qualifiers, dan rebuttals yang terdapat dalam argumen yang disampaikan calon Presiden dalam debatnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat unsur yang mempengaruhi efektifitas berargumentasi. Jokowi cenderung menggunakan pola argumentasi Anglo-Saxon dengan bentuk argumentasi linearnya. Jokowi menyampaikan argumentasi banyak dengan diawali claim dan menjelaskan claim tersebut dengan banyak data yang mendukung. Penyampaian argumentasi Jokowi tersebut diungkapkan dalam bentuk struktur yang berurutan untuk memperjelas pernyataan. Menariknya, Argumentasi Jokowi tersebut diungkapkan dengan kehati-hatian dalam menyampaikan hingga memunculkan karakter unggah-ungguh sesuai dengan budaya Jawa. Sedangkan Prabowo cenderung lebih tegas dalam memunculkan unsur patriotisme dan juga terlihat lebih memunculkan unsur emosi. Misalnya dengan mengungkapkan pengalamannya tentang adanya tenaga kerja yang nasibnya kurang baik, banyaknya rakyat miskin di Indonesia dan kekayaan negeri yang bocor. Sedangkan ketegasannya diperlihatkan dalam banyaknya ungkapan qualifier penegasan seperti kata “harus, selalu, dan pasti” yang berulang-ulang. Unsur lain yang terlihat adalah banyaknya muncul perumpamaan yang diungkapkan oleh Prabowo daripada Jokowi. Implikasi pembahasan ini bagi komunikasi politik adalah munculnya gambaran yang lebih jelas tentang cara berargumentasi yang efektif sehingga dapat menjadi evaluasi dan referensi apabila ingin menyampaikan argumentasi diranah politik. Selain itu, munculnya pengetahuan baru untuk melakukan pencitraan politik dengan baik. Selama ini banyak yang fokus mencitrakan diri dengan kenampakan citra visual seperti dengan penggunaan aksesoris tertentu, penggunaan pakaian tertentu maupun dengan melakukan kegiatan tertentu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pencitraan dengan menggunakan argumentasi yang baik merupakan hal yang efektif untuk mencitrakan diri. Citra diri baik yang ingin ditunjukkan tidak cukup jika hanya dengan menggunakan pakaian, atau pun kegiatan pencitraan yang lain, namun juga harus diimbangi dengan kemampuan berargumentasi dan berlogika yang baik. Oleh karena itu unsur logos dalam retorika politik sangat diperlukan.