Manajemen Impresi Dalam Coffee Shop (Studi Fenomenologi Pada Aktivitas Ngopi oleh Mahasiswa di Kota Malang )
Daftar Isi:
- Pertumbuhan industri kuliner yang cukup pesat di Kota Malang ditandai dengan eksistensi keberadaan coffee shop. Industri coffee shop dikembangkan oleh ide Howard Schultz, yang mengenalkan budaya minum kopi dengan standarisasi Starbucks. Fenomena coffee shop ini menjadi gaya hidup bagi mahasiswa di Kota Malang, intensitasnya mengunjungi coffee shop paling tinggi dibandingkan dengan kalangan yang lain. Mahasiswa sebagai bagian dari remaja cenderung rentan terhadap masuknya nilai-nilai baru, tahap pencarian identitas membuat remaja dekat dengan gaya hidup tertentu. Gaya hidup tersebut didasari oleh segala fasilitas modern yang disediakan oleh produsen coffee shop sehingga memberikan petualangan ke medan asing dan tidak menggunakan ritual tradisional lagi dalam menikmati secangkir kopi. Gaya hidup coffee shop menjadi sangat rentan dalam memberikan pengaruh sosial dan mempunyai nilai – nilai sosial dan prestise yang tinggi. Dalam kondisi yang demikian, Coffee shop menjadi alat komunikasi untuk menyampaikan pesan tentang status sosial dan citra seorang remaja yang diciptakan melalui manajemen impresi. Untuk memahami penciptaan kesan-kesan tertentu peneliti menggunakan bingkai teori Manajemen Impresi dengan pendekatan Dramaturgi Erving Goffman, yang memanfaatkan metafor teater untuk menganalisis perilaku manusia (Mulyana, 2010, h.106). Kajian ini mengasumsikan bahwa ketika orang-orang berinteraksi, orang-orang tersebut mengelola impresi yang ia berikan kepada orang lain, pengelolaan impresi tersebut meliputi front stage dan back stage (Goffman, 1959, h.3). Pemahaman tersebut lalu dianalisis menggunakan metode fenomenologi sosial dan menunjukkan bahwa mahasiswa memainkan beberapa peran dramaturginya pada panggung depan (frontstage) secara berbeda-beda sesuai dengan setting dan personal front untuk menunjukkan status sosialnya. Selain itu, remaja juga menunjukkan adanya pengaburan batas antara front stage dan back stage sehingga minim terjadi manipulasi pesan dalam memainkan perannya di coffee shop. Hal inilah kemudian memunculkan citra diri remaja melalui gaya hidup ngopi di coffee shop.