Persepsi Perempuan terhadap Alat Kontrasepsi (Studi Fenomenologi pada Akseptor Perempuan atas Tubuh yang Dipasang Alat Kontrasepsi di Kelurahan Candirenggo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang)
Daftar Isi:
- Negara menyelenggarakan program Keluarga Berencana dengan tujuan untuk menurunkan jumlah penduduk dengan mensosialisasikan pemakaian alkon sehingga tercipta keluarga sejahtera. Namun, pada praktiknya, pemakaian alkon lebih banyak ditujukkan pada perempuan walaupun memiliki efek samping diantaranya perdarahan, tidak menstruasi, kegemukan maupun efek secara psikologis. Hal ini didasarkan pada fakta biologis tubuh perempuan, yaitu rahim. Penelitian ini berupaya menjelaskan persepsi akseptor perempuan terhadap alkon yang dipasang pada tubuh perempuan. Teori Fenomenologi Persepsi oleh Maurice Marleau-Ponty menjadi alat analisis untuk menjelaskan persepsi atau proses pemaknaan perempuan terhadap alkon dengan pendekatan fenomenologi. Informan penelitian dipilih secara purposive yaitu akseptor perempuan yang mengalami efek samping dan atau kegagalan alkon, memakai alkon dalam jangka waktu lama atau berganti-ganti alkon, dan perempuan yang mengalami efek samping atau kegagalan alkon dengan jangka waktu minimal 5 tahun setelah pemakaian alkon. Hasil penelitian menunjukkan pengalaman prarefleksi yang didapatkan perempuan mengenai alkon diperkenalkan oleh pihak medis dibantu oleh keluarga, lingkungan sekitar, dan media. Ketika perempuan mengalami kegagalan alkon, perempuan hanya bisa pasrah sedangkan ketika mengalami efek samping ada dua persepsi yaitu alkon menjadi pembebas perempuan dari efek samping yang ditimbulkan alkon sebelumnya, kedua, perempuan tidak apa-apa dengan efek samping yang dirasakan. Persepsi yang kedua merupakan upaya medis mengubah efek samping alkon menjadi “tidak apa-apa” agar perempuan tetap memakai alkon dan tujuan program KB dapat berhasil. Wacana jumlah anak dan alkon menjadi norma yang harus dipatuhi oleh masyarakat. Perempuan tidak terlalu terbuka dalam menceritakan pengalaman ketertubuhan pada orang lain termasuk pada suami. Laki-laki tidak memiliki pengetahuan mengenai alkon sehingga acuh dalam setiap tahap pengalaman perempuan karena negara dan medis tidak melibatkan laki-laki dalam sosialisasi alkon secara sistemis, hanya memperuntukkannya pada perempuan sehingga menunjukkan program KB bias gender.