Mekanisme Budaya Penambangan Pasir dan Relevansinya dengan Kearifan Lokal di Bantaran Sungai Brantas

Main Author: Anggarsari, AgnesSuryaningratri
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2015
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/121396/1/AGNES_SURYANINGRATRI_ANGGARSARI_115120107111037.pdf
http://repository.ub.ac.id/121396/
Daftar Isi:
  • Penelitian ini menganalisis tentang mekanisme budaya penambangan pasir dan relevansinya dengan kearifan lokal di masyarakat bantaran Sungai Brantas, Kelurahan Semampir, Kediri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan memberikan gambaran gejala-gejala kultural dan hubungannya dalam mekanisme budaya penambangan pasir dan relevansinya dengan kearifan lokal masyarakat bantaran Sungai Brantas. Penelitian ini menggunakan teori teknoekonomi dari Robert L. Heilbroner, yaitu tentang bagaimana cara benda-benda atau peralatan itu diorganisasikan dalam penggunaannya dengan pengetahuan yang dimiliki untuk mencapai pemenuhan kebutuhan ekonominya. Teknologi merupakan representasi dari kesempatan, dan ekonomi adalah representasi cara pemberlakuan kesempatan itu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan etnografi dari Spradley. Sumber data diperoleh melalui observasi, wawancara, dokumentasi, rekaman arsip dan perangkat fisik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme penambangan pasir di Semampir pada awalnya mengalami dinamika yaitu menambang pasir secara manual tanpa rakit, kemudian beralih ke menambang pasir mekanik yang beberapa tahun sesudahnya dilarang oleh pemerintah karena berbagai dampak negatif yang ditimbulkan, dan selanjutnya kembali menambang pasir secara manual dengan rakit. Penambangan pasir manual dalam menggunakan bantuan alat seperti rakit, krumbu, dan lain sebagainya merupakan bagian dari teknologi yang diorganisasikan dalam penggunaannya menurut pengetahuan si penambang pasir sebagai alat penambang pasir di sungai yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. Penggunaan peralatan manual tersebut selain berdasarkan larangan pemerintah, juga karena penambang pasir masih ingin menjaga kondisi sungai agar terus dapat bekerja di pasiran yang tidak jauh dari tempat tinggalnya. Perlakuan demikian mencerminkan bahwa budaya yang bertahan adalah budaya menambang pasir sebagai bentuk mekanisme budaya penambangan pasir dengan relevansinya pada kearifan lokal di masyarakat setempat yang masih ingin menjaga lingkungan sungai.