Persistensi Iran Dalam Mempertahankan Program Pengayaan Nuklir di Masa Pemerintahan Presiden Ahmadinejad Tahun 2005-2013
Main Author: | Rakasiwi, GalihAndrian |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2014
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/120924/1/Cover.pdf http://repository.ub.ac.id/120924/2/lembar_pengesahan%2Cpersembahan%2C_daftar_isi_dll.pdf http://repository.ub.ac.id/120924/3/Daftar_Pustaka.pdf http://repository.ub.ac.id/120924/4/BAB_I_Sampai_BAB_VI.pdf http://repository.ub.ac.id/120924/ |
Daftar Isi:
- Program nuklir Iran yang berdasarkan fakta sejarah merupakan bantuan dari Amerika Serikat kembali memanas ketika Iran di pimpin oleh Presiden Ahmadinejad. Dibawah pemerintahannya, Pada tahun 2006, Iran mengumumkan akan kembali melakukan pengayaan nuklir di provinsi Natanz. Padahal sebelumnya Iran pada tahun 2003, bersedia menghentikan program nuklirnya dibawah pemerintahan Presiden Khatami. Karena tindakan dari pemerintah Iran ini, beberapa negara Uni Eropa dan Amerika Serikat mengecam dan berujung pada sanksi yang diterapkan kepada Iran. Setidaknya terdapat empat resolusi Dewan Keamanan PBB yang berisi sanksi dan embargo minyak oleh Uni Eropa terhadap Iran. Dampak sanksi tersebut dapat terlihat di berbagai aspek seperti politik, sosial dan ekonomi yang paling terkena langsung. Akan tetapi walaupun terkena dampak dari sanksi, Iran tetap mempertahankan program nuklirnya. Sikap yang ditunjukkan Iran dalam melawan kekuatan Barat memperlihatkan Iran sedang menerapkan strategi Offensive. Dan untuk menganalisa apa yang menyebabkan Iran menerapkan strategi Offensive sehingga tetap kukuh dalam mempertahankan program nuklir, penulis menggunakan konsep budaya strategis. Dengan menggunakan budaya strategis penulis akan menggambarkan dan mengkaitkan hubungan antara Mahdawiyyah, Kesyahidan, Maslahat dengan perilaku elit pemerintahan Iran yang didominasi kelompok Neokonservatif dalam mempertahankan program nuklir.