Efektivitas Peran Pemerintah Dalam Menangani Eksploitasi Seks Komersial Anak (Studi Implementasi Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak di Kota Surabaya)

Main Author: Khomalasari, Sylvia
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2013
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/120552/1/SKRIPSI.pdf
http://repository.ub.ac.id/120552/
Daftar Isi:
  • Eksploitasi Seks Komersial Anak adalah salah satu bentuk dari Penyandang Masalah Kesenjangan Sosial di Surabaya. Menurut kajian cepat yang dilakukan oleh ILO-OPEC pada tahun 2007 Surabaya merupakan kota dengan jumlah kasus terbanyak Pekerja Seks Komersial Anak yang berusia dibawah 18 tahun, yakni sekitar 4.990, Jakarta 1.244 anak, Bandung 2.511 anak, Yogyakarta 520 anak, dan Semarang 1.623 anak. Dalam hal ini, pemerintah mempunyai peranan yang tinggi untuk mengkatrol jumlah tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, anak-anak tersebut terjerumus kedalam dunia prostitusi anak dikarenakan banyak faktor, seperti faktor ekonomi, pendidikan, lingkungan dan pergaulan, serta faktor kondisi keluarga. Namun faktor terbesar yang paling banyak ditemukan dan paling mendasar adalah faktor ekonomi. Untuk itu Pemerintah Kota Surabaya menangani kasus Eksploitasi Seks Komersial Anak, secara holistik, yakni mengatasi masalah dari akarnya. Anak yang bersangkutan diberikan pelayanan berupa pendidikan, pelatihan dan pembinaan seangkan keluarga diberikan modal berupa barang untuk digunakan membuka usaha sehingga ekonomi keluarga mencukupi dan anak tidak lagi menjadi Pekerja Seks Komersial Anak lagi. Guna mewujudkan Surabaya sebagai Kota Layak Anak, Pemerintah Kota Surabaya telah membuat Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak. Sebagai bentuk implimentasi Perda tersebut, Pemerintah Kota Surabaya telah melakukan banyak hal, seperti memberikan layanan Pelayanan hukum, pelayanan medis, dan pelayanan psikososial gratis bagi anak-anak yang menjadi korban berbagai bentuk kekerasan maupun diskriminasi. Fasilitas berupa rumah aman (shelter) juga diberikan kepada anak-anak penyandang PMKS. Namun sayangnya fasilitas yang diberikan kurang maksimal, dimana jumlah pegawai yang melayani di rumah aman tersebut masih sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah orang yang tinggal disana. Selain itu fasilitas rumah aman tersebut masih bersifat sementara sehingga tidak dapat merubah mainset anak penyandang PMKS, khususnya PSK anak. Pengawasan Pemerintah Kota Surabaya terhadap implementasi Perda juga masih lemah, hal tersebut dibuktikan dengan masih banyaknya penyelenggara usaha hotel dan penginapanan sejenis yang menerima tamu anak tanpa dampingan keluarga. Padahal dalam Perda jelas-jelas disebutkan adanya larangan menerima tamu anak tanpa dampingan keluarga. Oleh karena itu, penerapan Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2011 belum efektiv