Model Komunikasi Terapeutik Dalam Menangani Anak Autis (Studi Fenomenologi Pada Terapis Pusat Pelatihan Terpadu A Plus Malang )
Main Author: | Restu,NilaMega |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2012
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/120415/1/halaman_depan_-_mega.pdf http://repository.ub.ac.id/120415/2/cover.pdf http://repository.ub.ac.id/120415/3/lembar_pernyataan_%26_pengesahan_pembimbing_-_mega.pdf http://repository.ub.ac.id/120415/4/lembar_persembahan_-_mega.pdf http://repository.ub.ac.id/120415/5/CURRICULUM_VITAE_mega.pdf http://repository.ub.ac.id/120415/ |
Daftar Isi:
- Penelitian ini membahas tentang model komunikasi terapeutik dalam menangani anak autis berdasarkan persepsi terapis di Pusat Pelatihan terpadu A Plus Malang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana persepsi terapis terhadap anak autis dan kemampuan komunikasinya serta bagaimana model komunikasi terapeutik dalam menangani klien autisnya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi karena penelitian ini menekankan pada pengalaman subjektif dan intepretasi terapis terhadap anak autis dan kemampuan komunikasinya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, para terapis memiliki persepsi yang sama satu dengan yang lainnya. Menurut para terapis, anak autis merupakan anak yang terganggu pada perkembangannya. Ada tiga gangguan perkembangan utama yang terjadi pada anak autis, yaitu gangguan perkembangan dalam interaksi sosial, gangguan perkembangan komunikasi, dan gangguan perkembangan perilaku. Namun, beberapa terapis juga menambahkan bahwa anak autis juga merupakan anak yang unik, spesial, dan super . Hal ini dikarenakan terapis memiliki intepretasi serta pengalaman tersendiri mengenai anak autis dan kemampuan komunikasinya. Selanjutnya model komunikasi terapeutik dalam menangani anak autis sangat erat kaitannya dengan persepsi terapis dan hasil interaksi terapis dengan anak autis pada kegiatan assessment awal. Dari hasil penelitian ini, para terapis cenderung menggunakan model komunikasi terapeutik linier (Stimulus-Respon) bagi anak yang baru mengikuti terapi serta belum lancar berkomunikasi, dan juga menggunakan model komunikasi terapeutik interaksional bagi anak yang sudah lama mengikuti terapis serta pada anak yang sudah mulai lancar dalam berkomunikasi.