Penerapan Pola Aturan main/Kelembagaan Pedagang Asongan : Studi di Paguyuban Pedagang Asongan Kereta Api Stasiun Kota Malang

Main Author: DwiWahyuningsih
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2010
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/119896/
Daftar Isi:
  • Penelitian ini membahas penerapan pola aturan main/kelembagaan pedagang asongan di paguyuban pedagang asongan kereta api stasiun Kota Malang serta peran paguyuban terkait adanya aturan main/kelembagaan. Penelitian ini menggunakan teori strukturasi yang dikemukakan oleh Antony Giddens. Giddens menekankan bahwa praktik sosial memiliki peranan penting dalam proses terbentuknya struktur. Dalam praktik sosial yang dilakukan oleh agen terjadi hubungan timbal balik antara agen dengan struktur ataupun agen dengan agen dalam memanfaatkan sumber daya dan aturan yang tersedia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan jenis deskriptif, pendekatan studi kasus, penentuan informan dengan teknik purposif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aturan main yang diterapkan oleh pedagang asongan malang dibuat oleh agen melalui sebuah lembaga sosial yaitu paguyuban pedagang asongan Malang. Paguyuban memiliki sebuah sistem (rapat bulanan) yang dapat digunakan sebagai sarana untuk memanfaatkan sumberdaya dan aturan sehingga aktivitas mengasong berjalan. Bentuk sumberdaya misalnya santunan ketika anggota pedagang sakit,sosialisasi penanggulangan HIV/AIDS serta Narkoba dan berbagai bentuk siraman rohani seperti pengajian. Bentuk aturan misalnya, dilarangnya pedagang melakukan tindak kriminal, aturan pembatasan jumlah anggota, pembagian wilayah, pembagian barang dagangan dan penentuan harga barang dagangan. Masing-masing aturan akan disertai dengan mekanisme penegakan yang tertuang dalam sanksi. Dalam proses penerapan aturan main, struktur dari agen lain memiliki pengaruh, agen tersebut antara lain PT KAI, Polsuska, restorasi dan pedagang asongan dari wilayah lain. Struktur signifikasi yang muncul melalui wacana telah berkembang. PT KAI telah mengembangkan wacana untuk melarang aktivitas mengasong. Wacana ini diikuti dengan munculnya struktur legitimasi yang tertuang dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian Pasal 135. Serta adanya kebijakan PT KAI untuk bekerjasama dengan investor swasta dalam rangka penyediakan makanan minuman. Struktur dominasi terlihat melalui adanya penguasaan atas barang (gerbong kereta api) dan penguasaan atas orang (Pedagang asongan). Peran paguyuban berkembang seiring munculnya struktur signifikasi, legitimasi, dan dominasi, paguyuban tidak hanya berperan sebagai struktur penyedia aturan sumberdaya melaikan digunakan sebagai media untuk menjalin kerjasama dengan pihak luar seperti LSM, Polisi, dan Ikadin sehingga pedagang memiliki kemampuan untuk melakukan perlawanan ketika wacana yang diterapkan benar-benar terealisasi.