Pemaknaan Tradisi Larung Sesaji Bagi Masyarakat Sekitar Telaga Sarangan
Main Author: | AliaYunitaRahmi |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2009
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/119821/1/050903253.pdf http://repository.ub.ac.id/119821/ |
Daftar Isi:
- Kajian dalam penelitian ini adalah mengkaji mengenai pemaknaan tradisi Larung Sesaji yang berada disekitar Telaga Sarangan Magetan. Tradisi dilaksanakan satu tahun sekali, satu bulan menjelang bulan Ramadhan. Masyarakat sekitar Telaga Sarangan memaknai tradisi Larung Sesaji sebagai bentuk upacara bersih desa yaitu diawali dengan membersihkan desa setelah itu melakukan penyembelihan Kambing Kendit dan penanaman kepala di kepunden (sebelah timur dari Telaga Sarangan). Asal muasal keberadaan Telaga Sarangan keberadaan sepasang suami istri yang bernama Kyai Pasir dan Nyai Pasir, ketika di ladang mereka berdua menemukan telur dan memakannya, tidak lama tubuh Kyai Pasir dan Nyai Pasir berubah menjadi ular naga yang besar. Kedua naga terus berguling-guling, cekungannya semakin besar dan dalam. Tiba-tiba dari dalam cekungan keluar air yang deras dan besar dan menggenangi cekungan tadi. Karena tergenang air yang sangat luas dan besar, maka kedua ular tesebut menuju ke sebelah timur Telaga atau sekarang disebut dengan nama Kepunden dan menyusul putra mereka menjadi naga karena ikut memakan telur yang tersisa. Tradisi ini masih dipertahankan dan masyarakat sekitar Telaga Sarangan masih mempercayai bahwa dengan adanya pelaksanaan tradisi Larung Sesaji secara rutin setiap satu tahun sekali maka akan dijauhkan dari segala macam bencana dan musibah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pandangan masyarakat dalam memaknai tradisi Larung Sesaji di Telaga Sarangan dan untuk menganalisa berbagai macam pergeseran makna yang terjadi dari pelaksanaan tradisi Larung Sesaji. Manfaat dari penelitian ini yaitu memberikan penjelasan dan mendeskripsikan tradisi Larung Sesaji yang ada di Telaga Sarangan Magetan, dan dapat menelusuri prosesnya. Sebagai acuan penelitian ini menggunakan teori interaksionisme simbolik. Teori ini menggunakan interaksi yang bermakna sebagai pengungkapan atas segala bentuk interaksi setiap individu. Interaksionisme simbolik terdapat pada pokok/esensi atau struktur dari sebuah pengalaman. Interaksionisme simbolik menekankan perhatiannya dalam menunjukkan bagaimana kompleksnya makna yang terbangun dari pengalaman langsung individu. Pandangan teori tersebut digunakan dalam mengungkapkan segala bentuk pergeseran makna yang terjadi dalam pelaksanaan tradisi Larung Sesaji. Pergeseran makna dilihat dari simbol-simbol yang muncul, sejalan dengan teori yang digunakan, penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan interaksionisme simbolik. Pengumpulan data dengan wawancara dan pengamatan. Hasil dari penelitian ini berhasil mengungkapkan berbagai macam bentuk pergeseran makna yang terjadi dalam pelaksanaan tradisi Larung Sesaji. Diantaranya dalam bentuk simbol prestise atau status yaitu semakin tinggi masyarakat yang mampu untuk memberikan sumbangan dalam pembuatan tumpeng Gono Bahu maka akan semakin dihormati oleh masyarakat sekitar, tidak hanya itu saja dijumpai pergeseran makna yang lain yaitu nilai-nilai kesakralan yang mulai meluntur karena tradisi Larung Sesaji dijadikan sebagai sarana promosi wisata dan komersialisasi yang dilakukan pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan. Berbagai simbol yang muncul diantaranya simbol kerukunan, simbol keselamatan dan simbol prestise/status.