Implementasi Kebijakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Studi Pada Badan Penanaman Modal dan Perizinan Kabupaten Lamongan)
Main Author: | Wijanarko, BambangParikesitPupuh |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2014
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/116864/1/Bambang_Parikesit_PW.pdf http://repository.ub.ac.id/116864/ |
Daftar Isi:
- Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) merupakan salah satu kebijakan pemerintah di dalam memberikan kemudahan pelayanan kepada masyarakat. Adapun tujuan pelaksanaan pelayanan terpadu satu pintu pada perizinan penanaman modal adalah memberikan kemudahan kepada masyarakat utamanya para pengusaha atau investor dalam memperoleh izin usaha yang nantinya diharapkan mampu menarik minat investor. Pelayanan terpadu satu pintu didaerah dilaksanakan oleh perangkat daerah. Lamongan adalah salah satu kabupaten yang menerapkan pelayanan terpadu satu pintu dimana Kabupaten Lamongan membentuk Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Kabupaten Lamongan sebagai pelaksana. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dimana untuk mendapatkan informasi digunakan teknik wawancara dan observasi mengenai implementasi pelayanan terpadu satu pintu. Lokasi penelitian yaitu berada di Kabupaten Lamongan, sedangkan situs penelitian yaitu di Kantor Badan Penanaman Modal dan Perizinan Kabupaten Lamongan. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan yaitu 1). BPMP Kabupaten Lamongan melakukan proses komunikasi kepada masyarakat melalui beberapa media informasi. Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Kabupaten Lamongan juga memberikan sosialisasi kepada instansi yang terlibat dalam proses pemberian perizinan. 2). Sumberdaya dalam mendukung implementasi PTSP sudah tersedia dengan baik yang meliputi sumberdaya manusia, sarana dan prasarana, kewenangan penandatanganan perizinan. 3). Sikap atau disposisi petugas dalam implementasi kebijakan PTSP dapat dikatakan cukup baik. 4). Struktur Birokrasi meliputi fragmentasi dan penetapan standar operasional prosedur. Fragmentasi yang dilakukan yaitu melalui pembagian fungsi dalam proses pemberian pelayanan perizinan, sedangkan capaian waktu pemberian pelayanan perizinan sudah sesuai dengan SOP daerah. Kendala dalam implementas yaitu, minimnya daya tangkap masyarakat terkait informasi pelayanan perizinan. Saran dari peneliti, perlu dikembangkan media informasi yang lebih baik dan mudah ditangkap masyarakat seperti media televisi lokal