Daftar Isi:
  • Penelitian ini dilakukan atas dasar Kabupaten Bojonegoro sebagai salah satu Kabupaten yang telah menerapkan sistem e-procurement dalam pengadaan barang/jasa, dan sekaligus telah mendapatkan penghargaan dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagai pengguna sistem e-procurement atau pelelangan secara elektronik terbaik tahun 2012 tingkat Kabupaten se-Indonesia. Hanya saja dalam teknis pelaksanaannya, penerapan sistem e-procurement di Kabupaten Bojonegoro masih memiliki permasalahan, yaitu masih adanya tatap muka antara petugas dengan calon penyedia barang/jasa (rekanan) dan masih adanya praktik persekongkolan antara calon penyedia barang/jasa (rekanan). Hal tersebut tidak sesuai dengan tujuan dari dibentuknya sistem e-procurement yang tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 pada pasal 107, yaitu memperbaiki tingkat efisiensi proses pengadaan dan meningkatkan persaingan usaha yang sehat. Oleh karena itu, untuk mengetahui penerapan sistem e-procurement dalam pengadaan barang/jasa di Kabupaten Bojonegoro berjalan baik atau tidak, maka diperlukan tinjauan sejauh mana efektivitas e-procurement dalam pengadaan barang/jasa. Efektivitas tersebut berkaitan dengan pencapaian tujuan dari e-procurement, dimana suatu organisasi, program atau kegiatan telah mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sehingga, fokus penelitian yang diperoleh yaitu 1). Penerapan e-procurement dalam pengadaan barang/jasa di Kabupaten Bojonegoro, 2). Efektivitas e-procurement dalam pengadaan barang/jasa di Kabupaten Bojonegoro, 3). Faktor pendukung dan penghambat dari penerapan sistem e-procurement dalam pengadaan barang/jasa di Kabupaten Bojonegoro. Hasil penelitian yang diperoleh adalah penerapan sistem e-procurement di Kabupaten Bojonegoro telah sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Indrajit, yaitu sosialisasi, pengumuman, pendaftaran, dan proses pengadaan dengan menghilangkan proses manual. Hanya saja pada tahapan pendaftaran ditemukan adanya perbedaan proses dengan teori, yaitu pada tahapan pendaftaran menurut teori Indrajit merupakan tahapan yang dilakukan pada proses penawaran di Kabupaten Bojonegoro. Selain itu, penerapan sistem e-procurement di Kabupaten Bojonegoro, pada dasarnya sudah berjalan efektif atau telah mencapai tujuan yang telah ditentukan, yaitu transparansi, memperbaiki tingkat efisiensi, mendukung proses monitoring dan audit, dan memenuhi akses informasi yang real time. Namun, masih ada satu tujuan yang belum berjalan cukup efektif, yaitu peningkatan persaingan usaha yang sehat. Hal ini dikarenakan bahwa dalam pelaksanaan sistem e-procurement di Kabupaten Bojonegoro, ditemukan adanya indikasi peluang main mata. Indikasi tersebut merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi nilai keefektifan penerapan sistem e-procurement. Selanjutnya, dalam penerapan sistem e-procurement di Kabupaten Bojonegoro, terdapat faktor pendukung dan faktor penghambat. Faktor pendukung tersebut adalah adanya landasan hukum dan keinginan pemerintah Kabupaten Bojonegoro untuk mempercepat proses pengadaan. Sedangkan, faktor penghambat penerapan sistem e-procurement di Kabupaten Bojonegoro adalah adanya peran ganda dari anggota ULP dan rekanan yang sering memasukkan data/dokumen penawaran mendekati batas waktu, sehingga akan mengakibatkan traffic jam. Berdasarkan hasil penelitian, penulis merumuskan saran sebagai berikut: 1). adanya pengawasan yang itensif dari masyarakat dan juga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) seperti ICW (Indonesia Corruption Watch), sehingga apa yang menjadi tujuan dari adanya sistem e-procurement dapat berjalan dengan baik, 2). Unit Layanan Pengadaan Kabupaten Bojonegoro alangkah baiknya dapat berdiri sendiri dengan keanggotaan yang tidak memiliki tugas atau jabatan di Satuan Kerja Perangkat Daerah, sehingga anggota Unit Layanan Pengadaan dapat fokus pada tugas pengadaan barang/jasa, 3). Pemerintah Kabupaten Bojonegoro dapat melakukan rekruitmen pegawai baru untuk mengisi jabatan pegawai ULP yang ada pada Satuan Kerja Perangkat Daerah. Hal ini dikarenakan bahwa pegawai ULP yang menjabat di SKPD telah memiliki sertifikat pengadaan, sehingga alternatif terbaik adalah menempatkan pegawai baru pada jabatan yang ada pada SKPD agar tidak lagi melakukan pelatihan ulang kepada pegawai baru, 4). rekanan memiliki kesadaran untuk tidak lagi memasukkan data penawaran mendekati batas waktu agar dapat menghindari terjadinya traffic jam. Selain itu, adapun saran secara teknis yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu Pemerintah Daerah Kabupaten Bojonegoro dapat mengeluarkan biaya untuk menambah kecepatan atau kapasitas database yang ada pada server yang digunakan untuk penerapan sistem e-procurement.