Analisis Kesesuaian Kebijakan Akuntansi Pembiayaan Murabahah Pada Bank Syariah Dengan PSAK No 59 dan Prinsip Syariah Studi Kasus pada PT BRI (Persero) Kantor Cabang Syariah Malang
Main Author: | WahyuWulandari |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2008
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/113631/1/050801897.pdf http://repository.ub.ac.id/113631/ |
Daftar Isi:
- Penelitian ini dilakukan atas dasar adanya fenomena pertumbuhan ekonomi yang tinggi tanpa diikuti dengan distribusi yang merata, akan menyebabkan ketimpangan sosial. Sebaliknya, pemerataan tanpa pertumbuhan juga tidaklah tepat, karena akan menghambat dinamika ekonomi dan menyebabkan terjadinya kemiskinan, serta maraknya perkembangan Bank Syariah yang dianggap dapat mengatasi fenomena tersebut, munculnya Bank Syariah juga dilandasi oleh dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan serta dikeluarkannya Fatwa Bunga Bank Haram dari Majelis ulama Indonesia (MUI) Tahun 2003 menyebabkan banyak bank yang menjalankan prinsip syariah. Baik dengan melakukan konversi sistem perbankan dari konsep konvensional menjadi syariah, ataupun pembukaan cabang syariah oleh bank-bank konvensional, maupun pendirian Bank Perkreditan Rakyat Syariah. Penelitian ini dilakukan di PT BRI (Persero) Kantor Cabang Syariah Malang (salah satu bank konvensional yang membuka pelayanan unit syariah) Salah satu pembiayaan yang mendominasi pendapatan bank syariah dari produk-produk yang ada adalah pembiayaan murabahah . Pembiayaan murabahah merupakan jasa pembiayaan berbentuk transaksi jual beli dengan cicilan. Sedangkan pola pelayanannya dengan memakai jenis pembalian berdasarkan pesanan. Pada akad murabahah bank membiayai pembelian barang atau aset yang dibutuhkan nasabahnya dengan membeli barang dari pemasok dan kemudian menjualnya kepada nasabah dengan menambah suatu keuntungan. Besarnya jumlah keuntungan dirundingkan dan ditentukan pada waktu akad oleh bank dan nasabah. Keuntungan yang diperoleh bank berasal dari selisih harga beli bank kepada pemasok dengan harga jual bank kepada nasabah. Dalam hal ini bank menambahkan keuntungan yang akan diperolehnya kedalam harga jual kepada nasabah. Mengingat pembiayaan murabahah pada umumnya menggunakan sistem jual beli secara cicilan maka diperlukan perlakuan akuntansi pada tiap tahapnnya dan pengakuan pendapatan. Tujuan Penelitian ini adalah untuk menganalisis kesesuaian pembiayaan murabahah dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 59, dan prinsip syariah. dalam PSAK No 59 pada dasarnya dapat dikategorikan dalam permasalahan aset/persediaan, potongan dari pemasok baik sebelum maupun setelah akad, uang muka murabahah , piutang murabahah dan keuntungan murabahah serta angsuran pembayaran piutang, dan pembayaran pelunasan lebih awal. Hasil dari penelitian ini adalah ada ketidaksesuaian dalam bentuk pembiayaannya dimana pembiayaan murabahah yang diterapkan oleh PT BRI (Persero) Kantor Cabang Syariah Malang adalah murabahah yang pembelian barangnya diwakilkan kepada nasabah dimana hal tersebut merupakan bentuk pembiayaan yang beresiko tinggi dan tidak sesuai dengan aturan perbankan syariah, dimana proses pengadaan barang murabahah harus dilakukan oleh bank. Ketidaksesuaian lainnya antara lain dalam pembebanan biaya administrasi, BRI Syariah membebankannya di awal. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan prinsip syar’i karena pembebanan biaya administrasi yang seperti itu tidak berbeda dengan “bunga /keuntungan yang tidak terlihat” . Seharusnya biaya administrasi baru dibebankan ketika proses pengadaan barang sudah selesai dan dikategorikan sebagai unsur perhitungan harga perolehan bukan sebagai beban overhead bankSelain itu terdapat ketidaksesuaian kebijakan akuntansi pembiayaan murabahah PT BRI (Persero) Kantor Cabang Syariah Malang dengan PSAK No. 59 terdapat pada kebijakan uang muka dimana kebijakan tentang uang muka tidak dimasukkan dalam kebijakan akuntansinya hanya dimasukkan dalam definisi murabahah saja. Hal ini akan menimbulkan kesan ambigu, jika kebijakan tentang uang muka diletakkan dalam definisi murabahah maka hal itu hanya dianggap sebagai pengertian saja tetapi jika diletakkan dalam kebijakan akuntansi maka ini akan jadi pegangan dalam operasional bank.