Umpan balik atas implementasi kebijakan bantuan operasional sekolah Suatu studi evaluasi kebijakan bantuan operasional sekolah (BOS) pada jenjang SMP/MTs se-Kecamatan Bluluk Lamongan
Main Author: | MRusdianto |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2007
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/113365/1/050701787.pdf http://repository.ub.ac.id/113365/ |
Daftar Isi:
- Pada Maret dan Oktober 2005, Pemerintah Indonesia mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan merealokasikan sebagian dananya untuk program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang mulai dilaksanakan pada Juli 2005. Program yang diberikan untuk sekolah-sekolah tingkat SD dan SMP ini dimaksudkan untuk mengurangi beban masyarakat, khususnya masyarakat miskin, dalam membiayai pendidikan setelah harga BBM meningkat. Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bertujuan untuk membebaskan biaya pendidikan bagi siswa tidak mampu dan meringankan bagi siswa yang lain, agar mereka memperoleh layanan pendidikan dasar yang lebih bermutu sampai tamat dalam rangka penuntasan wajib belajar 9 tahun. Dengan bergulirnya dana BOS saat ini tidak perlu dikhawatirkan akan terjadinya lonjakan putus sekolah menyusul kian beratnya beban ekonomi pasca kenaikan BBM. Namun berbagai permasalahan sekitar kebijakan BOS masih mengemuka. Hasil survei Indonesian Corruption Watch (ICW) terkait bidang pendidikan, menemukan delapan jenis pungutan yang dilakukan sekolah meski sudah menerima dana BOS. Yaitu, uang LKS dan buku paket, uang SPP/komite setiap bulan, uang pendaftaran masuk sekolah, uang bangunan, uang ujian, uang study tour, uang olahraga, dan uang kegiatan ekstrakulikuler. Seharusnya item-item tertentu haram dipungut setelah sekolah menerima dana BOS. Larangan pemerintah agar sekolah tidak memungut lagi menyangkut operasional sekolah agaknya tidak berlaku. Dana BOS meski sudah dialokasikan pemerintah pusat kepada daerah masih banyak ditemui penyelewengan dalam implementasiannya, yang dapat menghambat tujuan dari program atau dampak dari kebijakan BOS itu sendiri. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Penelitian ini difokuskan dalam 3 (tiga) hal yaitu: (1) Makanisme penyaluran Dana BOS hingga ke sekolah; (2) Pengalokasian Dana BOS di sekolah; dari penggunaan dana, proses penyusunan (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah) RAPBS dan peran-serta stakeholders sekolah dan; (3) Dampak kebijakan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi dunia pendidikan, khususnya di Kecamatan Bluluk, Kabupaten Lamongan. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah interview, observasi, dan dokumentasi. Data yang peroleh dari sumber data primer dan sekunder, akan disajikan dalam bentuk tabel dan hasil wawancara atau diuraikan dalam bentuk kalimat sesuai dengan klasifikasinya. Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis dan disimpulkan. Dari hasil penelitian di lapangan, penulis menemui perbedaan dalam pelaksanaannya. Seperti halnya (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah) RAPBS sebagai keharusan yang harus dipenuhi bagi sekolah penerima dana BOS. Minimnya kemampuan dan sumber daya manusia di sekolah swasta, sehingga merasa terbebani dengan keharusan dalam pencairan dana dan jumlah murid yang selalu berubah berpengaruh terhadap besar dana yang akan diperoleh. Selain itu, penunjukan lembaga penyalur yang tidak mempertimbangkan kemudahan layanan dan aksesibilitas sekolah, cenderung menambah beban biaya dan waktu bagi sekolah dalam pencairan dana. Dalam pengalokasian dana BOS sekolah masih banyak di temui kelemahan-kelemahannya. Dimana prioritas penggunaan dana di sekolah belum menunjukkan keberpihakannya terhadap sasaran yang menjadi target kebijakan, yaitu siswa miskin, sebagian besar dana BOS masih tersedot pada anggaran belanja pegawai. Keberadaan RAPBS yang diterapkan sebagai fungsi kontrol dan acuan dalam penggunaan BOS belum berjalan sebagaimana mestinya, RAPBS hanya sebatas formalitas bagi sekolah untuk mendapatkan dana BOS. Dengan dana BOS terbukti bisa meringankan dan lebih-lebih membebaskan biaya pendidikan yang selama ini membebani. Namun untuk peningkatan mutu pendidikan masih belum terlihat. Program BOS juga belum menunjukkan dampak yang progresif dalam menekan laju angka putus sekolah, permasalahan murid putus sekolah ternyata bukan semata-mata karena biaya pendidikan yang membumbung tinggi. Berkaitan dengan hasil penelitian tersebut, maka disarankan perlu mempertimbangkan lagi tentang permasalahan dalam pencairan dana yang selama ini dianggap kurang memperhatikan kemudahan layanan dan aksesibilitas sekolah, cenderung menambah beban biaya dan waktu bagi sekolah dalam pencairan dana. Kontrol dan pengawasan penggelolahan dana BOS di tingkat sekolah perlu ditingkatkan, dengan memfungsikan Komite Sekolah sebagai wadah aspirasi masyarakat (walimurid) atau membentuk lembaga independent dan perlu adanya kesamaan persepsi mengenai tujuan dan sasaran program yang akan menjadi landasan bagi pelaksanaan program. Agar tidak membingungkan masyarakat dan pelaksana program, tujuan dan sasaran program harus dikemukakan apa adanya, tanpa intervensi lain yang muncul karena alasan-alasan politis.