Kelimpahan Populasi Hama Wereng Batang Coklat, Nilaparvata Lugens Stål. (Homoptera: Delphacidae), Pada Tanaman Padi Dengan Penerapan Pht Dan Konvensional Di Desa Bendo, Kecamatan Kapas, Kabupaten Bojonegoro
Main Author: | Nindyarini, Nindita |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2018
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/11302/ |
Daftar Isi:
- Sebagian besar petani di Pulau Jawa memanfaatkan lahan pertaniannya untuk ditanami tanaman padi. Tanaman padi merupakan tanaman pangan yang penting karena menjadi bahan makanan pokok berupa beras bagi masyarakat Indonesia. Permintaan beras setiap tahun selalu mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia. Wereng Batang Coklat (WBC) merupakan hama utama yang selalu muncul dan menyerang padi. WBC menyerang tanaman padi di Indonesia pada areal luas dalam waktu relatif singkat. Pengendalian hama WBC oleh petani saat ini cenderung menggunakan pestisida kimia. Hal tersebut dianggap mampu mengatasi hama WBC secara cepat dan praktis. Pengendalian Hama Terpadu (PHT) menjadi kunci suatu pengendalian yang aman, baik aman bagi lingkungan maupun aman bagi kesehatan manusia. Konsep PHT merupakan konsep yang mempertimbangkan aspek ekosistem dengan praktek pertanian yang baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kelimpahan populasi dan serangan hama WBC pada tanaman padi dengan penerapan PHT skala luas yang akan dibandingkan dengan lahan padi konvensional di Desa Bendo, Kecamatan Kapas, Kabupaten Bojonegoro dan untuk mengetahui hubungan populasi serangga predator dengan populasi hama WBC pada lahan PHT skala luas dan konvensional. Penelitian dilaksanakan di lahan padi PHT dan konvensional Desa Bendo, Kecamatan Kapas, Kabupaten Bojonegoro mulai bulan Maret sampai dengan Juni 2016. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei. Metode ini dilakukan dengan cara mengamati secara langsung hama WBC lalu menghitung populasinya pada tanaman padi. Penentuan area PHT dan konvensional berdasarkan informasi dari ketua kelompok tani di Desa Bendo. Penelitian dilaksanakan pada total luasan lahan 50 ha (25 ha lahan PHT dan 25 ha lahan konvensional). Didalam 50 ha tersebut terdapat masing-masing 9 plot di lahan PHT dan konvensional dengan ukuran setiap plot adalah 100 rumpun (10 rumpun x 10 rumpun). Penentuan titik plot pengamatan dipilih secara acak, mempertimbangkan jarak dari tepian (minimal dua sampai tiga baris dari baris tepi) dan jarak plot pengamatan antara 50-100 m. Hasil pengamatan individu WBC di Desa Bendo menunjukkan bahwa populasi WBC di lahan PHT sebesar 28,94 individu per 100 rumpun sedangkan di lahan konvensional sebesar 20,67 individu per 100 rumpun. Hasil antara kedua lahan tersebut tidak berbeda nyata (t= 2,073, P= 0,526). Hal ini diduga karena pengendalian hama yang dilakukan antara lahan PHT dan konvensional tidak berpengaruh secara langsung terhadap populasi WBC. Pengendalian hama di lahan PHT menggunakan perendaman benih dengan PGPR, perbaikan kualitas tanah dengan penambahan kompos atau pupuk organik, pengembalian jerami kedalam tanah, penggunaan agens hayati dan penanaman tanaman refugia, sedangkan pada lahan PHT masih cenderung dilakukan penyemprotan pestisida kimia. Di penelitian ini juga mengamati intensitas serangan WBC. Nilai intensitas serangan WBC di lahan PHT yaitu sebesar 18,04%, sedangkan lahan konvensional yaitu sebesar 14,70%. Serangan hama WBC dikedua lahan ii tersebut menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (t= 0,273, P= 0,619). Hal ini diduga terjadi karena adanya perlakuan aplikasi pestisida secara terjadwal yang dilakukan petani konvensional untuk pengendalian hama WBC, sedangkan pada lahan PHT masih secara terpadu. Di lahan PHT akan dilakukan penyemprotan pestisida jika populasi hama sudah melewati ambang ekonomi. Jika dibuat grafik, nilai intensitas serangan hama WBC terlihat sejak pengamatan 1 MST hingga 12 MST dan mengalami fluktuasi baik di lahan PHT maupun konvensional. Selain pengamatan populasi dan serangan WBC, dalam penelitian juga dilakukan pengamatan terhadap populasi predator. Predator yang paling banyak ditemukan pada lahan pengamatan yaitu laba-laba dan paederus. Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan korelasi antara WBC dengan laba-laba baik di lahan PHT (r= -0,421, P<0,001) dan konvensional (r= -0,327, P=0,001). Selain itu juga terdapat korelasi negatif antara populasi WBC dengan paederus di lahan PHT (r= -0,227, P=0,018) dan konvensional (r= -0,298, P= 0,002). Hubungan korelasi negatif tersebut terjadi diduga karena lahan konvensional turut merasakan dampak dari penanaman refugia yang dilakukan oleh lahan PHT sehingga terdapat banyak predator pada lahan pengamatan.