Tinjauan Yuridis Eksistensi Instrument Investor-State Dispute Settlemet (ISDS) Dalam Perjanjian Investasi Internasional (PII) (Perspektif Hukum Ekonomi Internasional Dan Al-Maslahah)

Main Author: Ramadhani, Hilman
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2017
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/112955/1/SKRIPSI_LENGKAP.pdf
http://repository.ub.ac.id/112955/
Daftar Isi:
  • Pada skripsi ini, penulis mengangkat mengenai permasalahan dari eksistensi ISDS dalam Perjanjian investasi internasional (PII) yang termuat di dalam Bilateral Investment Treaties (BITs) dari pandangan hukum ekonomi internasional dan pandangan syara‟ dengan memakai konsep al-maslahah. Pilihan tema tersebut dilatar belakangi oleh meningkatnya gugatan yang dilakukan oleh investor kepada negara tempat penanaman modal (host state) termasuk kepada indonesia sendiri di Fórum Arbitrase International secara langsung belakangan ini tanpa melalui prosedur exhaution of local remedies untuk meminta keterangan dari host state tersebut. Instrument ISDS yang memberikan kemampuan bagi investor untuk menggugat langsung tanpa melalui perwakilan diplomatik dianggap lancang dan melucuti kedaulatan host state dalam menjalankan kebijakan domestik di negaranya. Untuk mengupas permasalahan di atas, karya tulis ini mengangkat rumusan masalah: (1) Bagaimana eksistensi instrument Instrument Investor-State Dispute Settlement (ISDS) dalam penanganan Sengketa Investasi Internasional dilihat dari Pranata Hukum Ekonomi Internasional?, (2) Apa urgensi kemunculan instrument ISDS dalam Perjanjian Investasi Internasional (PII)?, (3) Bagaimana tinjauan al-Maslahah melihat eksistensi ISDS dalam mengakomodasi berbagai kepentingan yang yang diametral (antara Investor-State)? Penulisan karya tulis ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan Konseptual (Conceptual Approach), Pendekatan Peraturan Tertulis (Statute Approach), Pendekatan Historis (Historical Approach) dan Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach). Bahan hukum primer, sekunder, tersier yang penulis peroleh dikumpulkan dengan metode studi kepustakaan (library research) yang kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis isi (content analysis) di mana penulis akan mengkaji isi baik dari peraturan tertulis dari hukum ekonomi internasional (traktat, konvensi, dll) serta kitab-kitab fiqih dalam bidang muamalah. Selain itu, di sini penulis harus menetapkan hukum yang belum ada pembahasannya (rechvinding atau istinbath hukum) dengan output baik itu kritik ataupun apresiasi terhadap eksistensi ISDS ini. Hasil dari penelitian di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahawa cikal-bakal eksistensi instrumen ISDS telah melewati proses yang panjang semenjak pasca perang dunia kedua dengan diinisiasinya Havana Charter yang sama sekali gagal, sampai dengan kemunculannnya secara eksplisit pada PII yang dimuat dalam bentuk BIT seperti yang ada saat ini. Indonesia sendiri memiliki beberapa BITs yang memakai instrumen ISDS ini yang sekarang sedang ditinjau ulang xvii keberadaannya oleh Kemeterian Luar Negeri untuk diakhiri bagi yang tidak berjalan beriringan dengan kepentingan pembangunan investasi di dalam negeri. Untuk masalah urgensi dari intrumen ISDS ini pada dasarnya ibarat dua mata uang yang saling berkait yakni memiliki sisi positif dan sekaligus sisi negatif pada saat yang bersamaan. Sisi positif dengan keberadaan instrumen ini adalah akan sangat menjamin terhadap aset investor dari tindakan nasionalisasi ataupun ekspropriasi serta terdapatnya kepastian hukum untuk investor asing akan diperlakukan sesuai dengan standar internasional. Namun sisi lainnya, BITs yang mengandung instrument ISDS telah merugikan mereka baik secara ekonomi, pembangunan, bahkan dalam jalannya roda pemerintahan, akibat maraknya gugatan yang dibawa oleh investor kepada Forum Arbitrase Internasional tanpa meminta keterangan kepada pemerintah terkait terlebih dahulu. Permasalahan pokok yang muncul adalah tindakan ekses (excessive) dari inverstor dalam menggugat host state. Dalam banyak perjanjian investasi internasional (PII) dewasa ini yang seringkali dipersoalkan adalah Bilateral Investment Treaties (BITs) yang memuat instrumen ISDS di dalamnya yang memungkinkan investor menggugat negara host state secara langsung ke hadapan forum arbitrase internasional tanpa harus melalui perwakilan diplomatik negaranya. Selain itu, instrument ini memungkinkan Investor untuk tidak melewati tahap local exhaustion of local remedies untuk meminta konfirmasi atas tindakan negara host state terlebih dahulu yang dianggapnya merugikannya tersebut. Hal inilah yang membuat para pakar hukum internasional dan pembuat kebijakan di negara berkembang merasa perlu mengkaji ulang akan eksistensi instrumen ini karena bukannya mendapatkan keuntungan, malah mereka harus merugi karena berperkara forum arbitrase internasional sangatlah mahal. Terlebih lagi instrumen tersebut murni hanya untuk kepentingan investor, bukan untuk kepentingan host state, dibuktikan dengan semua gugatan yang masuk ke forum arbitrase diinisiasi oleh investor itu sendiri. Inilah yang perlu dilakukan telaah ulang dalam Hukum Ekonomi Internasional, karena instrument ISDS pada dasarnya memang sudah menyimpangi prinsip hukum internasional pada umumnya, yakni State-State Dispute Settlement (SSDS). Selain itu, instrumen ISDS juga mengabaikan exhaustion of local remedies sebagai penghormatan terhadap kedaulatan yudisial negara tuan rumah (host state). Pengkajian secara syar‟i pun juga diperlukan untuk mendudukan hukumnya mengingat banyaknya negara mayoritas muslim yang menjadi host state yang merasa dirugikan karna sifat berlebihan/ ekses (excessive) dari instumen ISDS dalam melindungi investor. Pengkajian ini sesuai dengan kaidah fiqih “ ” yang artinya “setiap yang melampaui batas (berlebihan) maka hukumnya berbalik kepada yang sebaliknya”. Instrumen ISDS yang tadinya bertujuan baik melindungi investor dari tindakan nasionalisasi/ ekspropriasi, dan tindakan merugikan lainnya, tetapi karena dibuat begitu berlebihan dalam memberikan keuntungan kepada investor, sehingga hukumnya pun menjadi berbalik. Namun apabila dengan memodifikasi instrumen ISDS agar dapat mengakomodasi kepentingan kedua belah pihak dengan baik dan berimbang, maka hukumnyapun akan diperbolehkan dalam bidang muamalah.