Kekuatan Pembuktian Surat Elektronik (E-Mail) Sebagai Alat Bukti Dalam Hukum Acara Perdata
Main Author: | Putri, CyndiarnisCahyaning |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2015
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/112877/ |
Daftar Isi:
- Pada penelitian ini membahas tentang salah satu media komunikasi di internet yang banyak digunakan masyarakat yakni melalui surat elektronik (e-mail). Keberadaan email memiliki implikasi dari sisi hukum, salah satunya adalah mengenai bagaimana kekuatan pembuktian e-mail. Permasalahannya, alat-alat bukti dalam hukum acara perdata disebutkan dalam KUHPerdata secara limitatif, antara lain surat, bukti dengan saksi, persangkaan, pengakuan, dan sumpah. Alat bukti tersebut tersusun secara enumeratif berdasarkan kekuatan pembuktiannya. Maka disini terlihat adanya kekaburan norma mengenai bagaimana kekuatan pembuktian (e-mail) dalam hukum acara perdata. Berdasarkan hal tersebut diatas, karya tulis ini mengangkat rumusan masalah: (1) Bagaimana klasifikasi surat elektronik (e-mail) sebagai alat bukti dalam persidangan dalam Hukum Acara Perdata? (2) Bagaimana kekuatan pembuktian surat elektronik (email) berdasarkan alat bukti yang dalam Hukum Acara Perdata? Kemudian penulisan karya tulis ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan analisis. Bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang diperoleh penulis akan dianalisa dan dihubungkan sedemikian rupa sehingga akan tersusun penulisan yang runtut dan sistematis, kemudian diklasifikasikan dan dihubungkan secara deduksi, sehingga dapat ditarik kesimpulan sesuai dengan inti permasalahan. Pada hasil penelitian, penulis menemukan jawaban bahwa kualifikasi surat elektronik sebagai alat bukti dapat termasuk sebagai alat bukti surat, baik sebagai akta autentik (salinan), akta bawah tangan, dan sebagai persangkaan. Sedangkan kekuatan pembuktian dari surat elektronik, apabila ia termasuk sebagai salinan akta autentik, maka kekuatan pembuktiannya mengikuti akta aslinya, apabila ia termasuk sebagai akta bawah tangan maka kekuatan pembuktiannya sempurna dan terbatas hanya kepada kedua belah pihak, sedangkan apabila ia termasuk sebagai persangkaan, maka kekuatan pembuktiannya bebas diserahkan kepada hakim yang menangani perkara tersebut.