Pertanggungjawaban Pidana Advokat Yang Menganjurkan Saksi Dari Pihak Klien Untuk Memberikan Keterangan Palsu Di Depan Sidang Pengadilan
Main Author: | Aji, Wibisono |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2016
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/112853/ |
Daftar Isi:
- Pada skripsi ini, penulis mengangkat permasalahan Pertanggungjawaban Pidana Advokat yang Menganjurkan Saksi dari Pihak Klien untuk Memberikan Keterangan Palsu di Depan Sidang Pengadilan. Pilihan tema tersebut dilatarbelakangi oleh belum diatur secara khusus dan jelas aturan hukum tentang perbuatan advokat yang menganjurkan saksi dari pihak klien untuk memberikan keterangan palsu di sidang pengadilan. Berdasarkan hal tersebut di atas, karya tulis ini mengangkat rumusan masalah : (1) Bagaimana pengaturan pertanggungjawaban pidana pelaku penganjur tindak pidana sumpah palsu atau keterangan palsu di depan sidang pengadilan? (2) Bagaimana bentuk pertanggungjawaban pidana advokat yang menganjurkan saksi dari pihak kliennya untuk memberikan keterangan palsu di depan sidang pengadilan ? Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Dengan pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Bahan hukum akan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis konten (content analysis) yaitu metode analisis bahan hukum dengan cara menginventarisasi, mengklasifikasi, dan menganalisis isi atau makna aturan hukum dari pasal 242 jo. 55 KUHP, KUHAP, undang-undang Advokat, Kode Etik Advokat Indonesia. Agar dapat dipertanggungjawabkan, seorang advokat harus dengan sengaja menggerakkan atau menganjurkan saksi melakukan tindak pidana. Saksi tergerak untuk melaksanakan anjuran dari advokat. Hal ini berkaitan dengan keadaan psikis. Antara advokat dan saksi memiliki kehendak yang sama. Saksi yang digerakkan oleh advokat benar-benar mewujudkan perbuatan pidana atau percobaan perbuatan pidana. Seorang advokat harus menggunakan upaya yang telah ditentukan secara limitatif oleh KUHP. Saksi yang diarahkan untuk memberikan keterangan palsu di sidang pengadilan ialah orang yang dapat dipertanggungjawabkan perbuatannya. Seorang advokat juga harus dipertanggungjawabkan menurut undang-undang No.18 tahun 2003 dan Kode Etik Advokat Indonesia tahun 2002. Dan penegakkannya pun harus ada kerjasama dari pihak POLRI maupun PERADI. Kerjasama tersebut harus bertujuan untuk mencapai keadilan yang seadil-adilnya, bukan malah untuk kepentingan golongan. Maka dari itu, perlu pengaturan lebih khusus lagi terutama pengaturan khusus dalam dua instrumen hukum tertinggi seorang advokat, yaitu UU Advokat dan KEAI.