Kepastian Hukum Kedudukan Pekerja Sebagai Salah Satu Kreditur Pada Sebuah Perusahaan Yang Dinyatakan Pailit
Main Author: | Sukmawati, Shinta |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2016
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/112745/1/SHINTA_SUKMAWATI.pdf http://repository.ub.ac.id/112745/ |
Daftar Isi:
- Pada skripsi ini, penulis mengangkat permasalahan Kepastian Hukum Kedudukan Pekerja Sebagai salah satu kreditur pada sebuah perusahaan yang dinyatakan pailit. Pilihan tema ini dilatar belakangi oleh adanya ketidakjelasan pengaturan kedudukan pekerja sebagai salah satu kreditur pada sebuah perusahaan yang dinyatakan pailit. Dimana terdapat perbedaan penggolongan kreditur pada pengaturan dalam KUH Perdata dan UU Kepailitan yang mengenal penggolongan kreditur, sementara dalam UU Ketenagakerjaan tidak mengenal penggolongan kreditur.Terdapat kekaburan norma dalam pasal 95 ayat 4 UU Ketenagakerjaan yang mana pengaturan tersebut telah diinterpretasi dalam putusan MK No. 67/PUU-XI/2013 disebutkan bahwa hak pekerja ketika perusahaan pailit tersebut terbagi menjadi dua yaitu, (1) upah, merupakan hak utama pekerja yang diberikan sebelum perusahaan pailit. (2) hak-hak lainnya merupakan hak yang timbul sebagai akibat dari hubungan kerja yang ada setelah perusahaan mengalami pailit. Sebab hak upah pekerja seharusnya diberikan sebelum perusahaan pailit dan apabila tidak dilaksanakan akan melanggar hak hidup pekerja yang sebagai manusia memiliki hak untuk bekerja serta mendapat imbalan yang adil dan layak dalam hubungan kerja sebagaimana yang telah diatur didalam pasal 28 D UUDN RI Tahun 1945. Berdasarkan hal tersebut diatas, karya tulis ini mengangkat rumusan masalah : (1) Apa Perbandingan Pengaturan Kedudukan Hukum Pekerja Sebagai Salah Satu Kreditur Yang Perusahaanya Dinyatakan Pailit berdasarkan pada pengaturan: KUH Perdata, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU? (2) Bagaimana Kepastian Hukum Kedudukan Pekerja Sebagai Salah Satu Kreditur pada sebuah perusahaan yang dinyatakan pailit? Kemudian penulisan karya tulis ini menggunakan metode yuridis normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan (statute approach). Bahan hukum primer dan sekunder yang diperoleh penulis akan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis menggunakan metode interpretasi gramatikal dan interpretasi sistematis. Dari hasil penelitian dengan metode diatas, penulis memperoleh jawaban atas permasalahan yang ada bahwa konflik pengaturan kedudukan pekerja sebagai salah satu kreditur pada sebuah perusahaan yang dinyatakan pailit menurut KUH Perdata, UU Ketenagakerjaan serta UU Kepalitan dapat diatasi dengan asas lex specialis derogat legi generalis, UU yang mengatur sebuah perusahaan pailit terbagi menjadi 2 bagian KUH Perdata sebagai lex generalis, dan UU Ketenagakerjaan sebagai lex specialis serta UU Kepailitan sebagai lex specialis, sehingga di dalam penyeleseian konflik pengaturannya harus sesuai dengan konstruksi hukum lex specialis dalam undang-undang ketenagakerjaan maupun undang-undang kepailitan. Selain itu untuk melaksanakan putusan MK seharusnya dilakukan legislasi dalam bentuk perubahan UU oleh DPR atau Presiden sebagaimana telah diatur dalam pasal 10 ayat 1 huruf d dan pasal 10 ayat 2 UU Nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya menurut teori desideratum Fuller pengaturan dalam KUH Perdata, UU Ketenagakerjaan serta UU Kepailitan pada bagian keempat (kejelasan) dan kelima (konsistensi konsepsi hukum) belum terpenuhi. Maka seharusnya hukum dapat memberikan jaminan kepastian hukum dalam pelaksanaan kedudukan pekerja sebagai salah satu kreditor, sebagaimana tercermin dalam putusan MK No.67/PUU-XI/2013 bahwa upah pekerja harus dibayar terlebih dahulu daripada utang lainnya, sehingga kedudukan pekerja mendahului semua kreditur baik kreditur separatis maupun kreditur konkuren