Pengaruh Biourin Sapi Dan Pupuk Organik Cair Nasa Pada Tanaman Bawang Merah (Allium Ascalonicum L.

Main Author: Bulandari, Rosi
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2018
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/11264/
Daftar Isi:
  • Produksi bawang merah (Allium ascalonicum L.) secara nasional dapat dikatakan masih belum stabil karena mengalami peningkatan dan penurunan pada setiap tahun. Di Indonesia produksi bawang merah pada tahun 2015 memiliki rata-rata pruduksi 9,54 ton ha-1 (BPS, 2015). Produksi bawang merah di Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara lain seperti Thailand dan Filiphina, yang rata-rata produksinya mencapai 12 ton umbi per hektar. Urin sapi merupakan limbah ternak yang jarang dimanfaatkan. Urin ternak dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik cair dan pestisida organik melalui proses fermentasi yang hasilnya disebut biourin. Selain itu dengan menggunakan pupuk organik tidak berdampak negatif pada tanah. Penggunaan biourin sapi diharapkan dapat meningkatkan produksi tanaman, meminimalisir penggunaan pupuk anorganik, memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Pupuk Organik Cair Nasa terdiri dari ekstraksi bahan organik limbah ternak dan unggas, limbah tanaman, limbah alam, beberapa jenis tanaman tertentu dan zat-zat alami lainnya. Formula dari POC ini yaitu dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi tanaman serta kelestarian lingkungan atau tanah, menjadikan tanah yang keras berangsur-angsur menjadi gembur, melarutkan sisa pupuk kimia di tanah (dapat dimanfaatkan tanaman), memberikan semua jenis unsur makro dan unsur mikro lengkap, POC Nasa memiliki fungsi untuk memacu pertumbuhan tanaman dan akar, merangsang pengumbian, pembungaan dan pembuahan serta mengurangi kerontokan bunga dan buah, serta dapat meningkatkan daya tahan tanaman terhadap hama dan penyakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara pemberian biourin sapi dan pupuk organik cair nasa berbagai macam dosis yang diberikan pada tanaman bawang merah. Hipotesis yang diajukan yaitu pemberian biourin sapi dan POC nasa pada dosis yang tepat mampu mengoptimalkan pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan November 2015 di Dusun Areng-areng Desa Dadaprejo Kecamatan Dau, Kota Batu, terletak pada ketinggian 600 mdpl diatas permukaan laut. Alat yang digunakan pada penelitian ini cangkul, gembor, label, meteran atau penggaris, timbangan analitik, LAM (Leaf Area Meter), oven, kamera digital dan alat tulis. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit bawang merah varietas Filiphina, tanah, air, biourin sapi, pupuk organik cair nasa, pupuk anorganik KCl, SP-36 dan ZA. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) sederhana yang terdiri dari 9 perlakuan dan tiga kali ulangan, antara lain : P0 = Pupuk Anorganik (Kontrol = Tanpa Biourin Sapi dan POC Nasa) ; P1 = Larutan Biourin Sapi 200 l ha-1 ; P2 = Larutan Biourin Sapi 600 l ha-1 ; P3 = Larutan Biourin Sapi 1.000 l ha-1 ; P4 = Larutan Biourin Sapi 1.400 l ha-1 ; P5 = Larutan POC Nasa 750 l ha-1 ; P6 = Larutan POC Nasa 1.000 l ha-1 ; P7 = Larutan POC Nasa 1.250 l ha-1 ; P8 = Larutan POC Nasa 1.500 l ha-1. Aplikasi biourin dan POC Nasa dilakukan sebanyak 4 kali yaitu pada saat penanaman, saat tanaman berumur 15, 30, dan 45 hst. Pemberian biourin sapi dan POC nasa dilakukan secara bertahap, yaitu pemberian sebanyak 10%, 20%, 30% dan 40% disesuaikan dengan pertumbuhan dan kebutuhannya. Aplikasi biourin sapi dan POC Nasa tersebut dilakukan dengan cara disemprotkan atau disiramkan pada tanah setelah dilakukannya pemupukan anorganik. Pengamatan yang dilakukan meliputi pengamatan pertumbuhan dan hasil. Variabel pengamatan non destruktif meliputi panjang tanaman (cm) dan jumlah daun (helai). Variabel pengamatan destruktif meliputi luas daun (cm2) bobot segar dan kering daun (g), bobot segar dan kering umbi (g), serta bobot segar dan kering akar (g). Dan untuk variabel pengamatan panen meliputi bobot kering tanaman (kg m2), bobot segar umbi (kg m2), bobot kering matahari umbi (kg m2), serta produksi per petak dan per hektar. Pengamatan untuk variabel petumbuhan dilakukan pada saat tanaman berumur 14, 28, 42 dan 56 hst hingga tanaman mulai dipanen, sedangkan untuk pengamatan panen dilakukan pada 60 hst. Data yang telah didapatkan dari hasil pengamatan selanjutnya dilakukan analisis dengan menggunakan analisis ragam (uji F) dengan taraf 5%. Apabila terdapat beda nyata, maka dilanjutkan uji BNT dengan taraf 5%. Hasil dari penelitian ini adalah pemberian biourin sapi dengan dosis 600 l ha-1 menunjukkan hasil berbeda nyata jika dibandingkan dengan kontrol. Walaupun telah ditambahkan dosisnya sebanyak 1.000 dan 1.400 l ha-1, namun hasilnya tidak berbeda nyata. Hasil pengamatan pertumbuhan yang meliputi panjang tanaman, jumlah daun, luas daun, bobot segar daun, bobot kering daun, bobot segar dan kering umbi, serta bobot segar dan kering akar menunjukkan bahwa rerata terbaik didapat oleh perlakuan pemberian biourin sapi dengan dosis 600 l ha-1. Kemudian untuk hasil rerata panen terbaik pada perlakuan ini yaitu 20,00 ton ha-1 dan mendapatkan hasil sebanyak 25% lebih tinggi jika dibandingkan kontrol. Dengan demikian dalam penelitian ini dosis terbaik untuk penggunaan biourin sapi ialah pada 600 l ha-1. Dosis tersebut dirasa sudah cukup tanpa harus ditambahkan dengan dosis yang lebih tinggi lagi. Pemberian pupuk organik cair nasa dengan dosis 1.000 l ha-1 menunjukkan hasil yang berbeda nyata jika dibandingkan dengan kontrol. Walaupun telah ditambahkan dosisnya sebanyak 1.250 dan 1.500 l ha-1, namun hasilnya tidak berbeda nyata. Hasil pengamatan pertumbuhan yang meliputi panjang tanaman, jumlah daun, luas daun, bobot segar daun, bobot kering daun, bobot segar dan kering umbi, serta bobot segar dan kering akar menunjukkan bahwa rerata terbaik didapat oleh perlakuan pemberian pupuk organik cair nasa dengan dosis 1.000 l ha-1. Kemudian untuk hasil rerata panen terbaik pada perlakuan ini yaitu 20,33 ton ha-1 dan mendapatkan hasil sebanyak 26,22% lebih tinggi jika dibandingkan kontrol. Dengan demikian dalam penelitian ini dosis terbaik untuk penggunaan POC nasa ialah pada 1.000 l ha-1. Dosis tersebut dirasa sudah cukup tanpa harus ditambahkan dengan dosis yang lebih tinggi lagi.