PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK LUAR KAWIN (Analisis Terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Dan Hak Asa
Main Author: | FebriF, Ferdian |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2016
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/112583/ |
Daftar Isi:
- Dalam skripsi ini, penulis membahas mengenai bentuk perlindungan hukum yang didapat oleh anak luar kawin dengan berdasarkan kepada Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan juga berdasarkan hak asasi manusia anak. Hal ini dilatarbelakangi dengan tidak adanya substansi yang menyebutkan anak luar kawin secara spesifik dalam undang-undang tersebut. Undang-undang tersebut juga masih dianggap hanya sebagai formalitas oleh masyarakat karena seiring dengan berkembangnya zaman, maka semakin meningkat pula tingkat pelanggaran hak asasi manusia pada anak. Tujuan penelitian skripsi ini adalah untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum terhadap anak luar kawin menurut Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan menurut hak asasi manusia anak. Metode penelitian yang digunakan yakni jenis penelitian menggunakan jenis penelitian yuridis normatif, pendekatan penelitian menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang digunakan dikumpulkan dan dikelompokkan menurut sumbernya untuk kemudian dikaji secara komprehensif terhadap permasalahan yang telah dirumuskan terkait perlindungan hukum terhadap anak luar kawin ditinjau dari Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan dari aspek hak asasi manusia anak. Dari penelitian dengan menggunakan metode tersebut, peneliti memperoleh jawaban dari permasalahan yang telah dirumuskan. Terdapat kekosongan hukum dalam Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, karena substansi undang-undang tersebut tidak mengatur anak luar kawin secara spesifik. Undang-undang tersebut hanya mengklasifikasikan kedudukan hukum anak menjadi anak dalam arti sempit, anak terlantar, anak penyandang disabilitas, anak yang memiliki keunggulan, anak angkat dan anak asuh, tanpa mengklasifikasikan kedudukan hukum anak menurut hubungan hukum kedua orang tuanya. Apabila anak luar kawin tidak termasuk ke dalam keenam klasifikasi tersebut, dengan kata lain anak luar kawin tersebut tidak diadopsi, tidak diasuh dan sebagainya, juga tidak diakui dan disahkan, maka anak luar kawin tersebut tidak termasuk dalam konteks anak yang diatur oleh Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan hal tersebut sangat bertentangan dengan prinsip dasar perlindungan anak, yaitu prinsip non- xii diskriminasi (pembatasan berdasarkan kelahiran) dan prinsip dasar hak asasi manusia yaitu prinsip universalitas, prinsip permartabatan terhadap manusia (human dignity), prinsip non-diskriminasi dan prinsip persamaan. Undang-undang tersebut dapat diterapkan pada anak luar kawin, namun tidak secara keseluruhan karena terdapat beberapa pasal yang justru dapat mencederai hak asasi manusia anak luar kawin yaitu pasal-pasal yang terkait dengan pengakuan anak luar kawin oleh bapaknya dan hak untuk dibesarkan, diasuh dan dilindungi oleh orang tua kandungnya. Beberapa kandungan pasal Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak telah diubah dan ditambah dengan beberapa pasal melalui Undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, namun dalam perubahan tersebut tetap tidak terdapat klasifikasi mengenai anak luar kawin. Saran yang dapat diberikan terkait permasalahan tersebut adalah pemerintah segera melakukan perubahan dan perbaikan pada beberapa pasal yang tidak relevan dengan anak luar kawin agar kemudian dapat diterapkan. Penambahan substansi mengenai anak luar kawin pada Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juga merupakan hal yang harus segera dilakukan. Selain itu, pembentukan regulasi baru yang bersifat preventif maupun represif sebagai refleksi dari adanya judicial review oleh Mahkamah Konstitusi atas Pasal 43 ayat 1 Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan juga harus dilakukan agar pasal yang diubah melalui Putusan MK nomor 48/PUU-VIII/2010 tersebut tidak menjadi sebuah pasal yang tumpul.