Kajian Yuridis Tidak Dipenuhinya Pasal 197 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Yang Mengakibatkan Putusan Batal Demi Hukum (Studi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/Puu-X/2012)
Main Author: | Puspitasari, DyahAyu |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2015
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/112454/ |
Daftar Isi:
- Pada skripsi ini, penulis mengangkat permasalahan mengenai tidak dipenuhinya Pasal 197 Ayat (1) KUHAP yang mengakibatkan putusan batal demi hukum. Pemilihan permasalahan tersebut dilatarbelakangi oleh sejumlah kasus mengenai putusan yang batal demi hukum akibat dari tidak dipenuhinya ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf a-l KUHAP. Ketentuan Pasal mengenai sistematika formal putusan hakim mempunyai sifat imperative (perintah), rigid (kaku) dan mandatory (memaksa) sehingga apabila tidak dipenuhi sesuai dengan Pasal 197 Ayat 2 akan mengakibatkan putusan batal demi hukum. Akan tetapi, MK dalam putusan atas Pengujian Undang-Undang menyatakan bahwa Pasal 197 Ayat (1) huruf k terkait dengan “perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan” tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Hal ini sangat berbeda dengan ketentuan dalam KUHAP, putusan-putusan hakim sebelumnya, pendapat-pendapat para ahli hukum acara pidana dan literatur hukum yang ada. Putusan Mahkamah Konstitusi ini tidak sesuai dengan keadilan dan kepastian hukum. Berdasarkan latar belakang diatas, skripsi ini mengangkat rumusan masalah : Apa arti penting pencantuman Pasal 197 ayat (1) huruf a-l dalam putusan hakim ? dan Apakah putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-X/2012 terkait tidak dipenuhinya Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP yang mengakibatkan putusan batal demi hukum sudah sesuai dengan asas keadilan dan kepastian hukum ? Penulisan skripsi ini menggunakan metode yuridis normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan (statute approach). Bahan hukum primer, sekunder dan tersier akan dianalisis dengan menggunakan interpretasi gramatikal. Dari hasil penelitian diperoleh jawaban atas permasalahan bahwa arti penting pencantuman Pasal 197 Ayat (1) huruf a-l dalam putusan hakim karena demi mengedepankan nilai-nilai keadilan bagi para pihak dalam hukum acara pidana baik. Pada pencantumannya sudah seharusnya selalu ditaati oleh hakim dalam membuat putusan hakim. Dengan memperhatikan arti penting pencantuman ketentuan tersebut diharapkan kedepan agar peradilan melalui hakimnya akan semakin tercerahkan melalui putusan-putusannya. Menjawab rumusan masalah yang kedua Putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan Pasal 197 ayat (1) huruf k tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat apabila diartikan surat putusan pemidanaan tidak memenuhi ketentuan ini dapat mengakibatkan putusan batal demi hukum adalah tidak sesuai dengan asas keadilan dan kepastian hukum dengan argumentasi bahwa ketentuan ini berhubungan dengan kejelasan status penahanan terdakwa untuk menjamin 10 tegaknya keadilan dan kepastian hukum sebagai bentuk perlindungan terhadap hak asasi manusia, ketentuan tersebut bersifat perintah yang dapat dijadikan dasar jaksa penuntut umum untuk melakukan eksekusi (penahanan) dan bahwa jelaslah pasal ini bukan diskresi hakim untuk melakukan penahanan melainkan suatu hal yang harus dicantumkan dalam putusan demi kepastian hukum seseorang yang dihadapkan dalam persidangan.